Hari ini Jira diperbolehkan untuk pulang. Jira sudah bisa keluar dari inkubator. Aku nggak sabar untuk segera bertemu Jira.
Aku masih kesal dengan Papa akibat kejadian semalam di bengkel Jidan. Aku marah pada Papa begitupun dengan Papa. Ponselku saja disita oleh Papa supaya aku tidak bisa berkomunikasi dengan Jidan.
Semoga Jidan tidak lupa untuk menjemputku di depan gang seperti biasanya.
Karena hari ini aku akan bertemu Jira sepulang kuliah maka dari itu aku harus tampil cantik, wangi, dan ceria.
Belum selesai aku mengeringkan rambut dengan hair dryer, Mama sudah mengetuk pintu kamarku yang terkunci. Bukan mengetuk lebih tepatnya menggedor pintu kamarku dengan kasar sambil berteriak memanggilku.
Apa yang membuat mama sepanik itu, akhirnya ku cabut colokan pada stop kontak. Rambutku masih setengah kering dan belum rapi.
"Ra, papa kamu. Papa kamu Ra"
Raut wajah Mama terlihat sangat panik.
"Papa kenapa?"
Mama menarikku turun ke bawah menemui Papa yang tengah tertidur di kasur dengan mata terbuka.
"Ma, Papa kenapa??" tanyaku
"Mama nggak tahu badan Papa nggak bisa digerakin"
Aku mencoba menginginkan kejadian semalam. Jidan sama sekali nggak melawan Papa, ia pasrah akan serangan Papa.
"Kok bengong sih Ra! Ayo bawa Papa ke rumah sakit!" bentak Mama
"Nggak bisa Ma, kita berdua nggak kuat angkat Papa. Mama tunggu sini ya, Rara cari bantuan dulu"
Aku lari keluar rumah tidak ada seorang pun yang lewat. Biasanya kalau pagi selalu ada orang tapi kenapa hari ini sepi. Kenapa kebiasaan kalau urgent nggak ada orang yang nonggol sih!!
Aku kembali berlari ke luar komplek berharap Jidan sudah berada disana. Benar saja mobilnya ada tapi aku nggak tahu dimana orangnya.
Mobilnya terkunci. Aku nggak bawa ponsel untuk menghubunginya. Firasatku mengatakan bahwa Jidan sedang ke swalayan di sebrang jalan untuk membeli makanan.
Karena panik aku menyebrang tanpa memperhatikan sekitar, hampir saja aku tertabrak mobil pick up. Pengemudi mobilnya sampai maki-maki padaku.
Jidan yang menyadari keberadaanku langsung berlari padaku.
"Kamu kenapa panik gitu?" tanya Jidan
"Tolongin Papa aku"
Tanpa bertanya lagi Jidan langsung menarikku menuju mobilnya. Sesampainya di rumah kami bertiga gotong royong mengangkat Papa.
Rumah sakit terdekat dari rumahku adalah rumah sakit yang sama dimana Jira berada. Tak heran kedatangan kami langsung disambut Papanya Jidan yang kebetulan sedang mengurus administrasi Jira di depan.
"Papa kenapa Ra?" tanya Papanya Jidan
"Nggak tahu Pa"
Jidan menarik tanganku untuk duduk di kursi tunggu. Ia memintaku untuk sarapan dulu. Perutku lapar tapi nafsu makanku sudah hilang.
Dokter keluar dari UGD, beliau menginformasikan bahwa Papa terkena stroke ringan dan harus dirawat inap selama beberapa hari.
Aku merasa bersalah pasti Papa mikirin aku. Apalagi semalam aku marah padanya dan nggak mau mengikuti perkataan Papa. Tapi aku sudah besar, aku sudah bisa menentukan pilihanku sendiri.
Hari ini Jira sudah boleh pulang tapi Papaku malah masuk rumah sakit.
Setelah di observasi dan diberi obat Papa sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Wedding
Storie brevi"Gue minta sama lo jangan sampai anak - anak di kampus tahu kalau kita udah nikah! Jadi, gue mau kita rahasiakan ini untuk selama - lamanya" "Kenapa harus selama - lamanya?" "Gue suami lo jadi lo harus nurut apa kata gue! Lo paham bukan tugas dan ke...