Status Baru

55 2 0
                                    

Seluruh tubuhku bergetar karena menggigil. Setiap satu jam sekali perawat mengontrol tekanan darahku. Hari sangat cepat sekali berlalu. Aku dipindah ke ruang rawat inap ketika hari sudah malam. Entah berapa lama aku berada di ruang pemulihan.

Mama langsung memelukku dan menghujaniku dengan kecupan.

"Maafin Rara ya Ma kalau selama jadi anak Mama Rara masih banyak kurangnya. Ternyata melahirkan rasanya luar biasa ya Ma" ungkapku

"Rara nggak punya salah sama Mama"

Aku berada di kamar VVIP. Kedua orang tua kami juga ada di kamarku termasuk Jidan. Mataku tertuju pada suamiku, Jidan. Bagaimana wajahnya bisa penuh lebam? Padahal kami hanya berpisah saat aku berada di ruang pemulihan.

"Papa pukulin Jidan?" tuduhku pada Papaku

"Bukan Papa. Ngapain Papa mukulin anak orang"

"Aku nggak papa Ra" timpal Jidan

"Anak kita mana?" tanyaku antusias

Jidan yang berada di sofa berjalan ke arahku. Di usapnya puncak kepalaku.

"Nanti kita lihat anak kita kalau kamu sudah pulih ya. Anak kita lahir belum cukup bulan Ra, maka dari itu ia harus berada di inkubator"

Rasanya lebih sakit daripada disakitin oleh Jidan. Bila anakku berada di inkubator sudah pasti banyak alat yang menempel di badan mungilnya.

"Anak kita sama siapa disana?" tanyaku lagi

"Ada perawat yang jaga" jawab Jidan

"Kamu nggak bisa temani anak kita?" tanyaku

"Nggak bisa Ra. Jam besuknya dibatasi. Nggak sembarangan orang bisa masuk"

"Tapi kamu Papanya, kenapa nggak boleh?"

"Ra... Rara tenang dulu Nak" tutur Papaku

"Jidan biar disini, biar Papa yang nunggu anak kamu" sambung Papa

"Tolong ya Pa. Jagain anak aku"

Papaku keluar dari kamar yang kemudian disusul oleh Papanya Jidan.

Mamanya Jidan mendekati Mamaku, beliau meminta mamaku untuk beristirahat.

"Mama istirahat aja sama Mamanya Jidan. Rara udah ada Jidan yang nungguin" ujarku

Kedua Mamaku sudah terlelap. Terdengar bunyi suara perut Jidan yang kelaparan.

"Kalau laper cari makan dulu. Aku nggak papa sendirian toh ada Mama disini"

Jidan hanya membalasnya dengan senyuman.

Ku usap lembut pipinya.

"Kamu dari tadi siang belum makan dan belum mandi?" tanyaku

Jidan mencium tanganku.

"Aku nggak kepikiran untuk makan bahkan untuk minum saja nggak. Yang aku pikirkan keselamatan kamu dan anak kita"

"Kamu habis berantem sama siapa? Anak kamu baru aja lahir masa iya Papanya nyari masalah" ledekku

"Papa udah tahu soal Dinda dan siapa Dinda. Papa akan memperkarakan masalah ini ke polisi. Kamu tahu sendiri gimana Papa posesif banget sama cucunya. Terlebih Papa juga tahu bahwa Dinda mantan pacar aku. Jadilah dobel sakitnya. Pacarnya pacaran dengan anaknya. Kalau aku tahu Papa akan bawa Dinda ke polisi aku nggak akan lapor soal skandal Dinda dan Pak Baqi. Masalahnya aku udah kirim buktinya duluan sebelum Papa ngomong. Pasti besok bakal rame" jelas Jidan

Secret WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang