Di Ujung Maut

38 4 0
                                    

Papa menarikku dari pelukan Reta, beliau memegang kedua bahuku dan berusaha meyakinkan ku.

"Jangan nangis! Jidan nggak suka kalau kamu nangis! Percaya sama Papa kalau jagoan Papa anak yang kuat" ungkap Papa

Mendengar ucapan Papa aku reflek memeluk beliau, kami sama sama saling menguatkan.

"Jidan kuat percaya sama Papa" bisik Papa

"RARA!" panggil Mama

Reta pasti sudah mengabari Mama hingga Mama bisa sampai di rumah sakit ini, rumah sakit yang terpisah dari Papa.

"Ma Rara mohon biarkan Rara disini. Rara sayang sama Papa tapi Jidan juga butuh Rara saat ini" tuturku

Mama mengulurkan tangannya padaku. Pelukan Mama yang bisa menguatkanku. Pelukan Mama yang bisa membuatku sedikit lebih tenang dari sebelumnya.

Mama mengecup puncak kepalaku.

"Maafin Mama ya"



Aku melepaskan pelukan Mama kala Jidan dibawa keluar dari UGD. Perawat dan dokter sangat buru - buru membawa Jidan pergi.

"Jidan Jidan" panggilku

Saat aku akan mendekat ke arahnya Papa menahanku.

"Tenang Nak, biarkan dokter melakukan tugasnya" ungkap Papa sambil menahan tubuhku yang ingin mengejar Jidan

"Jidan mau dibawa kemana Pa" rengekku


Reta menarik tubuhku dari pertahanan Papa. Ditangkupnya wajahku dengan kedua tangannya.

"Kendalikan diri kamu Ra! Jidan pasti bisa melewati masa kritisnya"


Ku tatap kedua mata Reta. Badanku lemas kala melihat Jidan terbaring tak berdaya dengan banyak alat yang menancap di tubuhnya.


Papa menghampiriku dan beliau berbisik di telingaku.

"Jira tahu apa yang kamu rasakan. Tolong bantu Mama di rumah, Jira nangis terus dari tadi. Tolong kamu tenang Nak. Kalian masih punya Jira"

Ku seka kedua pipiku yang basah.

"Aku mau tenangin diri dulu" ungkapku


Mama mengikuti langkahku.


Setelah selesai melaksanakan sholat malam hatiku menjadi tenang berbeda jauh dari sebelumnya. Saat aku duduk di teras mushola rumah sakit, Aryo dan teman - temannya ikut menyusul.

"Kalian kalau mau pulang silahkan, terimakasih banyak ya atas bantuan kalian. Aku minta tolong doain Jidan supaya bisa kembali sama kita lagi" ungkapku

"Nggak usah Lo minta pasti kita lakuin. Jidan udah jadi saudara kita. Lagipula Jidan banyak bantuin kita saat kita semua lagi susah" ungkap Fariz

"Ayok buruan gue imamin" tegur Aryo

Mama membawa tanganku dalam dekapan tangannya.

"Suami Rara hampir mati ditangan orang yang Papa restui. Papa mau punya menantu psikopat?" tanyaku


Mama terdiam.


"Apa Papa lupa kalau pada awalnya Jidan juga pilihan Papa? Rara tahu Jidan bukan lelaki yang sepenuhnya baik Ma tapi setidaknya Jidan bertanggung jawab dan sangat menjaga anak Mama satu satunya ini. Rara sudah besar Ma, Rara tahu mana yang baik mana yang buruk. Apa kalian akan terus mengatur hidup Rara. Lalu kapan Rara bisa menentukan sendiri pilihan Rara. Yang terbaik bagi kalian belum tentu baik juga buat Rara"

Secret WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang