Aku melihat dari balik pintu kaca. Pertarungan sengit antara tenaga medis dengan malaikat maut yang sedang terjadi. Dadaku terasa sesak.
Pada akhirnya aku melihat layar monitor garisnya sudah lurus. Jidan apa kamu sudah sangat lelah bertarung?
Dengan langkah yang yang lagi tegap aku berjalan masuk membuka pintu untuk bisa lebih dekat dengan Jidan.
"Dok tolong jangan lepasin alat alatnya" pintaku
Semuanya keluar ruangan meninggalkan aku dan Jidan seorang diri. Ku ambil tangan Jidan yang sudah terasa dingin.
"Jira nungguin kamu pulang Jidan. Kamu nggak ingin gendong Jira lagi? Bukan hanya Jira saja yang butuh kamu, aku juga! Berjuang sama aku sekali lagi, kalau kamu nyerah lalu aku bisa apa?"
Hatiku sangat hancur ketika bicara dengan Jidan di detik detik terakhir napasnya.
Papa menepuk pundak ku.
"Ikhlaskan Jidan Ra. Jangan persulit jalan Jidan untuk pulang" titah Papa
Air mataku mengalir juga. Ku tatap layar monitor yang menampilkan angka angka yang semakin menurun.
Bagaimana aku bisa ikhlas? Aku baru saja mencintainya. Aku baru saja menyadari bahwa ia sangat berarti dalam hidupku. Aku baru saja menjadi seorang ibu yang butuh support seorang suami. Aku belum siap kehilangan Jidan. Aku baru sadar bahwa aku mencintai Jidan dan tidak ingin berpisah dengannya. Tanpa aku sadari Jidan telah banyak berkorban untukku bahkan ia mempertaruhkan nyawanya buatku.
Aku mendekat ke telinga Jidan.
"Jidan perlu kamu tahu bahwa Arumi Dian Lara mencintaimu" bisikku
Papa menggeser posisiku, beliau mulai berbisik di telinga Jidan.
"Asyhadu an laa ilaaha----" papa mengambil napas diantara tangisnya.
Tanganku masih menggenggam tangan Jidan.
Mustahil tapi ini terjadi. Monitor kembali berbunyi. Garis yang awalnya sudah lurus kini kembali membuat grafik. Terlihat ada beberapa angka mulai muncul.
Reflek aku berteriak memanggil dokter. Perawat memintaku dan Papa keluar ruangan.
"Sungguh ini mukjizat yang luar biasa. Kami akan terus memantau perkembangan pasien semoga kabar baik segera kita terima" ujar dokter begitu selesai menangani Jidan
Papa langsung membawaku ke pelukannya.
"Ini teguran juga buat Papa Nak. Papa banyak dosa tapi Allah masih baik ke Papa. Papa janji nggak akan menyia nyiakan keluarga Papa lagi terutama Jidan. Dia anak Papa satu satunya. Ayo kita sholat tahajud Ra, Papa imamin kamu" titah Papa
Aryo menghapus air matanya begitu mendapat kabar baik dari kami. Aryo sangat gelisah karena kami sangat lama di dalam ICU. Ia juga ikut kami ke mushola rumah sakit.
Jidan terimakasih telah kuat. Terimakasih untuk pelajaran yang berharga ini. Papa kamu sudah berubah sekarang. Papa sudah tidak tertarik dengan wanita lain, papa sudah tidak berambisi ingin punya anak perempuan. Papa masih mencintai Mama kamu. Aku melihat sendiri penyesalan yang teramat dalam dari diri Papa kamu. Cepat sadar ya Jidan dan cepat kembali lagi bersama kita.
07.00
Ruang tunggu depan ICUAku dan Papa masih setia menunggu Jidan di depan ICU. Bahkan selera makan kami hilang. Meskipun Aryo membawa makanan untuk kami, kami hanya memakannya sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Wedding
Kısa Hikaye"Gue minta sama lo jangan sampai anak - anak di kampus tahu kalau kita udah nikah! Jadi, gue mau kita rahasiakan ini untuk selama - lamanya" "Kenapa harus selama - lamanya?" "Gue suami lo jadi lo harus nurut apa kata gue! Lo paham bukan tugas dan ke...