Penyesalan

56 3 0
                                    

Aku menyesal. Menyesal memberitahu Jidan yang sebenarnya. Setelah ku beritahu, Jidan meninggalkan ku seorang diri di Resto hingga aku pulang harus naik ojol. Dan sekarang, sudah lima hari Jidan tidak pulang ke rumah. Entah, aku bingung harus mencarinya kemana lagi.

Dinda pun juga tidak tahu keberadaan Jidan. Aku bertanya langsung padanya dengan alasan catatanku dipinjam oleh Jidan. Malahan Dinda mengancam ku kalau sampai aku memberitahu Jidan yang sebenarnya tentangnya.

Mau tidak mau aku harus ke Fakultas Teknik Mesin untuk menemui Kak Aryo dan teman - temannya.

"Busett... Rara makin cantik gila" tutur Kak Aryo

"Kak, Jidan ada disini???" tanyaku

"Jidan udah lama nggak nongkrong disini. Ngapain sih nyariin Jidan?"

"Yauda kak makasih"

Lagi. Lagi dan Lagi aku pulang dengan kebohongan. Masih dengan alasan yang sama bahwa Jidan sedang menunggu temannya di Rumah sakit.

Jujur aku takut kalau Jidan melakukan suatu hal yang membahayakan bagi dirinya dan orang lain. Aku tahu betul bahwa Jidan senekad itu anaknya.

Ketika Mama sudah terlelap, aku malah masih terjaga. Ku harap Jidan segera kembali tanpa membawa masalah. Sudah beberapa malam ku lewati dengan cemas. Pikiranku kacau, banyak tugas kuliah yang ku abaikan. Ponsel Jidan aktif tapi tidak satupun chat ataupun telponku yang dijawabnya.

Tiba - tiba terdengar suara gerbang dibuka. Aku mengintipnya dari balkon kamarku. Mobil Jidan terlihat memasuki pekarangan rumah. Segera aku turun untuk menanyakan keberadaannya selama ini.

Saat aku membuka pintu, Jidan sudah terduduk lemas di kursi.

"Jidan bangun" aku mencoba menguncang tubuhnya

"Kamu kemana aja?"

Dengan sempoyongan Jidan berusaha berdiri.

Aku mencium bau alkohol dari napas Jidan.

"Jidan kamu mabok?!"

Jidan tidak meresponku.

"Jidan kamu mabok?! Kok bisa kamu pulang nyetir mobil dengan keadaan mabok?! Yang barusan kamu lakukan itu bisa bahayakan diri kamu sendiri dan orang lain. Kamu ngerti nggak?!"

Jidan berjalan mendekati anak tangga. Tak mau hal buruk terjadi padanya, akupun segera memapahnya.

"Kamu berat banget" keluhku

Aku merebahkan Jidan di kasur namun Jidan juga menarikku hingga aku terjatuh di atas tubuhnya.

"Aku nggak suka bau kamu" ujarku sambil berusaha bangkit. Ku ambil ponselku diatas meja, aku tidak tahu cara menyadarkan orang yang mabuk itu bagaimana. Belum selesai ponselku menjabarkan pencarianku Jidan sudah mendorong tubuhku ke kasur.

"Jangan gila kamu"

PLAK

Tangan besar Jidan berhasil mendarat di pipiku.

Pikiranku masih sadar. Di bawah ada Mama. Apa iya aku harus teriak minta tolong? Sementara Jidan adalah suami sendiri. Tapi tidak mungkin juga aku pasrah. Salah satu cara adalah aku harus bisa menjauh dari Jidan sampai ia sadar.

BUG

Jidan membalas pukulanku yang melayang di kepalanya. Aku merasakan bibirku terasa perih. Kepalaku sudah terasa pusing akibat bau alkohol yang ada pada napas dan tubuh Jidan.

Secret WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang