Benih Cinta

41 2 0
                                    

JIDAN POV

Rara marah padaku. Ia memilih memendam emosinya daripada meluapkannya padaku. Padahal jika ia ingin marah atau memukulku aku nggak papa. Itu menandakan bahwa Rara cemburu denganku dan Dinda. Rara memang sudah mencintaiku begitupun aku.

Rara sudah tak banyak bergerak, artinya ia sudah tertidur. Ku turunkan selimut yang menutupi wajahnya. Rambutnya basah, ku sibakkan rambutnya ke belakang telinga.

Dadaku terasa sesak melihat Rara menangis di balik selimutnya. Ia menangis tanpa bersuara. Bukan kamu saja yang sakit Ra. Aku juga sakit lihat kamu seperti ini. Apa susahnya kamu cerita padaku? Apa susahnya kamu bilang kalau kamu cemburu?

Perlahan tanganku bergerak menyentuh pipinya yang basah.

"Jangan pergi Maa" ringik Rara

Rara mengingau memanggil Mamanya. Tangannya teraba dingin namun keningnya mendadak panas.

Segera aku turun ke dapur untuk mengambil baskom beserta kain untuk mengompresnya.

"Ngapain Dan?" tanya Papa yang tengah mengambil minuman dingin di kulkas

"Mau masak mie"

Papa pergi meninggalkan dapur. Kalau ia sampai tahu terjadi sesuatu hal yang buruk pada Rara pasti langsung marah padaku. Aku nggak mau membuat keributan di rumah ini. Sebab aku menjaga kondisi Mama.

Malam ini aku tidak tidur karena harus memastikan Rara baik baik saja. Mataku terfokus pada wajah polos Rara yang terlelap. Sial. Aku mengakui kecantikannya. Jantungku berdetak sangat cepat.

Benar kata Aryo. Rara menang segalanya dibandingkan dengan Dinda. Rara cantiknya natural walaupun tanpa make up. Rara cantik pada dasarnya. Andai dari dulu ia bisa memperdulikan penampilannya akan ku pastikan ia aman di kampus. Calon ibu yang cerdas bagi anakku.

Tanganku bergerak menyentuh perutnya. Aku nggak bisa membayangkan bagaimana ekspresi Aryo dan Lian begitu tahu suami Rara adalah aku. Ayah biologis dari anak yang dikandung Rara.

"Kalau kamu bangun, apa aku boleh pegang dan elus perut kamu Ra?" tanyaku

"Aku cinta sama kamu Ra. Aku mau berubah jadi Jidan yang lebih baik buat kamu dan anak kita Ra. Jangan tinggalin aku Ra. Aku nggak bisa jauh dari kamu dan anak kita. Kalian berdua semangatku, kalian nyawaku"

Sialan. Aku ketiduran. Ku ambil ponselku untuk melihat jam. Ternyata masih jam lima pagi. Demam Rara sudah turun. Ku beresi meja kamar. Aku nggak ingin Rara besar kepala atas perhatianku.

Berkas skripsi Rara keluar dari map, laptopku juga keluar dari dalam lemari. Mungkin ia akan bimbingan hari ini.

Dan benar saja, ia memaksaku untuk berangkat lebih pagi meninggalkan sarapan. Alhasil aku harus beli sarapan di kantin. Bodohnya aku. Aku baru ingat dospem Rara Pak Baqi.

Jidan Goblok!

Makanya Rara ngajak ke kampus pagi - pagi. Tua Bangka sialan.

"Anjir ruangannya jauh banget!"

Aku mengumpat sepanjang berlari menuju ruang Pak Baqi.

Goblok banget sih Lo! Kenapa bisa kecolongan. Otak Lo kecil banget daya ingatnya! Bego! Bego!

"Pak motor bapak kebakaran di parkiran" teriakku

Aku menemukan Rara yang tengah berdiri mematung menatapku. Ku tarik tangannya untuk segera keluar dari ruangan Pak Baqi.

Reflek aku langsung mencecar Rara. Aku kesal kenapa ia tidak memberitahu ku terlebih dulu?

Satu per satu mahasiswa telah berdatangan. Ku tinggalkan Rara seorang diri.

Secret WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang