Dilema

18 2 0
                                    

Jidan menepati perkataannya. Ia menjemputku tanpa terlambat.

"Mobil kamu kok ada lagi?" tanyaku bingung

"Nggak mungkin aku jual mobil ini. Mobil ini udah nemeni aku lama, banyak kenangannya. Aku gadaikan"

Aku tersenyum padanya "kenangan sama Dinda sulit dilupakan ya"

"Ra udah! Aku nggak mau berdebat sama kamu lagi ya" tegurnya

Jujur sebenarnya banyak yang ingin ku sampaikan dan ku tanyakan pada Jidan. Aku memang butuh kepastian darinya tapi aku malu untuk mengungkapkannya.


Pasti Jidan akan besar kepala jika aku mengungkapkan perasaanku bahwa sebenarnya aku tidak ingin pisah darinya. Aku takut jika Jidan merasa aku sudah bergantung padanya dan tidak bisa jauh darinya maka ia bisa berbuat seenaknya hati denganku. Mengingat perlakuan buruk Jidan padaku dulu.


"Emmm anak aku sama siapa?"

"Ada Papa yang jaga kalau aku kuliah. Semalam Papa pulang karena Mama kurang enak badan. Aku senang Ra. Kehadiran anak kita membuat kedua orangtuaku harmonis kembali. Aku melihat mereka seperti punya anak lagi. Mereka memperlakukan Jira seperti anak mereka sendiri bukan sebagai cucunya. Ya walaupun pernikanku yang hancur" ungkap Jidan


"Perceraian kita jangan sampai ada yang tahu ya" pintaku

"Iya. Aku akan memainkan peran terbaik seperti dulu kamu menyembunyikan pernikahan kita. Makasih ya Ra udah hadir di hidupku, karena kamu juga aku bisa lebih baik dari sebelumnya"



Sesampainya di parkiran kampus, Jidan langsung turun dari mobil. Ia membukakan pintu buatku dan membawakan tas serta buku buku ku.

Harusnya ini yang dilakukannya sejak dulu. Bukan saat kita akan berpisah ia memperlakukan ku bak seorang Ratu.


"Raraa aaaa Miss you" Reta langsung memelukku

"Kamu kemana aja? Aku tungguin kamu buat jengguk aku" gerutuku


"Kita jenguk kamu bahkan bawa pasukan sekelas tapi pas sampai rumah sakit disuruh pulang sama suami kamu. Katanya biar Rara istirahat dulu"


Jidan serasa tidak bersalah. Ia masih bisa senyam senyum padaku. Dasar!


Aku makin dibuat bingung saat sampai di kelas. Teman temanku semuanya menjabat tanganku dan minta maaf padaku atas perbuatan mereka yang telah mengolokku.

"Kayak lebaran ya. Aku maafin kalian. Lagipula aku nggak melakukan apa yang kalian tuduhkan ke aku"

"Udah beres ya semua. Sekarang biarin Rara duduk" pinta Jidan

Selesai mata kuliah pertama kami langsung menuju kantin. Jidan mengambilkan makanan untukku sementara aku duduk menunggu mereka kembali.

"Emang boleh Ra makan telur? Aman buat luka kamu?" tanya Kak Lian


Aku terdiam. Emangnya ada pantangan atau larangan untuk aku makan makanan tertentu? Perasaanku aku tidak diberitahu apa apa ketika pulang dari rumah sakit.



"Aman. Nggak ada pantangan apa apa. Makan bebas. Malah bagus buat mempercepat penyembuhan lukanya. Kalau nggak percaya sama aku coba tanya orang kesehatan langsung" sahut Jidan

"Udah kak, Rara udah dijagain sama suaminya" timpal Reta

Jidan mengeluarkan obat-obatan ku.

"Ini obat apa?" tanyaku ketika mendapati obat yang bukan dari rumah sakit

"Ekstrak ikan gabus, buat mempercepat penyembuhan lukanya. Kalau aku belikan ikannya yang ada kamu mual nanti amis banget kata Mama


Secret WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang