PENGAKUAN

42 4 0
                                    

Jidan sudah terlelap lebih dulu dariku. Perlahan aku beranjak dari tempat tidur. Ku seret baju baju yang bercecer di lantai, ku letakkan di samping keranjang kotor.

Aku sulit mengambil posisi jongkok dengan keadaan perutku yang besar.

Ku ambil baju tidur baruku di lemari sebelum kembali ke kamar mandi. Setelah selesai membersihkan badan, aku kembali ke kasur.

Tiba - tiba saja aku mengalami kram perut hebat. Rasanya lebih sakit dari yang sebelumnya ku alami.

Ku bangunkan Jidan dengan mengoncang lengannya.

"Jidan bangun!"

Dengan mata yang masih terpejam Jidan menjawabku.

"Udah malam Yang, tidur dulu"

Ku cengkram kuat tangan Jidan.

"Perut aku sakit"

"Iya emang agak sakit Ra" tuturnya sambil mengubah posisi tidurnya

"PERUT AKU SAKIT JIDAN!!!" teriakku

Jidan langsung membuka matanya dan bangun dari tidurnya.

"Perut kamu sakit?" ia langsung melompat dari kasur mengambil baju barunya di lemari

Setelah memakai kaosnya Jidan langsung membopongku turun. Di bawah sudah ada Papa dan Mamanya yang menunggu kami.

"Rara kenapa?" tanya Papa

"Perutnya sakit Pa"

"Mungkin itu kontraksi. Tapi bukannya lahiran Rara masih lama?" tutur Mama

"Ayo buruan ke rumah sakit" bentak Papa

Sesampainya kami di rumah sakit aku langsung dimasukkan ke UGD. Papa membuat heboh UGD karena kepanikan beliau. Banyak pertanyaan yang diajukannya padahal dokter masih memeriksa ku.

"Sabar Pak, tenang dulu" pinta perawat yang mendampingi dokter

Aneh. Dokter tidak memberiku obat atau apapun itu yang jelas kram perutku berkurang.

Dokter yang memeriksa ku tersenyum kecil ke arah ku dan Jidan.

"Lain kali jangan ditembak di dalam ya Pak"

Jidan langsung kaget mendengar pertanyaan dokter. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sambil menahan senyumnya.

"Mantu saya nggak papa? Cucu saya aman?" tanya Papa

"Aman Pak. Belum waktunya lahiran. Hanya kontraksi palsu akibat ulah bapaknya"

Mata Papa langsung menatap tajam ke arah Jidan.

"Nggak Papa buat pengalaman kedepannya" timpal Mama

Karena malu aku hanya bisa diam sepanjang perjalanan pulang. Aku hanya numpang sebentar di UGD. Hanya bayar konsultasi dokter saja. Tidak ada tindakan dan tidak ada obat yang harus di tebus.

"Dan tidur di kamar bawah" ujar Papa saat kami akan naik ke tangga

"Kenapa gitu?" elak Jidan

"Biar cucu Papa aman! Jantung Papa hampir berhenti gara gara kamu!"

"Aku bukan anak kecil! Udah ngerti aku, Pa"

"Awas aja ya kalau cucu Papa sampai kenapa napa" ancam Papa

Jidan menarik tanganku untuk naik ke atas.

Bukan Jidan namanya kalau nggak ngeyel dan keras kepala. Bukannya kapok kini ia malah bergelayut di lenganku.

Secret WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang