16. Halte

198 33 7
                                    

"Xiaojun."

Xiaojun masih bergeming, fokus memandang dosen cantik yang sedang menjelaskan di depan.

"Dejun."

Kali ini tangannya tersenggol sebuah sikut yang bergerak tanpa kelembutan sama sekali.

Membuat bukunya yang terbuka lebar tanpa tulisan apapun tercoreng garis panjang.

Xiaojun menarik napas sambil tetap fokus memandang dosen primadona di fakultas mereka.

Orang sabar pantatnya lebar, ucapnya dalam hati.

"Njun."

Gejolak api yang tadinya padam oleh kata motivasi yang diucapnya baru saja langsung membumbung tinggi.

Mengaliri tenggorokannya untuk mengeluarkan kata kasar.

Merambati tangannya untuk balas menyodok tulang rusuk seseorang yang telah menyikutnya.

Membakar kakinya untuk menginjak keras sepatu lowcut 70's berwarna hijau yang bergelantungan tak bisa diam.

"AIS-"

Sepatah kata yang diucapkan sedikit keras berkumandang dalam keheningan ruangan.

Sampai ke telinga sang dosen yang sedang serius menulis rumus.

Membuatnya menolehkan wajah disertai tatapan datar yang bisa membelah siapapun yang dilihatnya.

"Aish?"

Pandangannya langsung tertuju pada satu-satunya murid yang berpose aneh di pojok kanan belakang.

Tubuh bungkuk ke kanan, kedua tangan menutup ulu hati, dan wajah menoleh ke samping dengan pandangan mata tertuju padanya.

Sangat kontras dengan manusia lain yang duduk normal.

"A- I see, ssaem. I see-"

Tangan penutup ulu hatinya segera beralih fungsi mengambil bolpoin terdekat dan menggambar cacing di buku yang terbuka.

"Ternyata begitu, ya, caranya.."

Kepalanya diangguk-anggukan dengan ekspresi meyakinkan.

Tak lupa cengiran bodoh terpasang otomatis di wajahnya.

Membuat Jessi-ssaem menggelengkan kepala dan kembali fokus pada kegiatannya.

Begitu memastikan semua mata kembali tertuju pada papan tulis, Xiaojun melayangkan tatapan sengitnya.

Adalah Lucas, manusia yang terus mengusik kedamaiannya selama satu jam terakhir.

"Dejun, tolonglah.."

Lucas harus bisa mengubah pola pikir Xiaojun secepat mungkin.

Waktunya tinggal dua puluh menit lagi sebelum kelas mereka berakhir.

Meski raut wajah dan perilakunya terlihat tak tergoyahkan, Lucas tetap optimis Xiaojun akan membantunya.

"Tto mwo?!"

Tuh, kan?

Meski dilontarkan dengan gigi mengatup menahan emosi, Lucas senang bukan main.

"Bantu aku pulang."

Butuh beberapa detik untuk memastikan bahwa Lucas sedang tidak bercanda.

Ditilik dari ekspresi dan suaranya, sepertinya ia memang serius.

"Mobilmu mogok lagi?"

Lucas menggelengkan kepala.

"Disita."

YOUR EYES | Lucas X YuqiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang