• rival •

6.3K 418 47
                                    

sorry for typos,
and happy reading!

Di kelas Sunghoon, terdapat seorang siswa ambisius yang selalu mengejar nilai sempurna. Namanya Jake, duduk di bangku paling depan layaknya murid cerdas lainnya. Tiap kali tiba di kelas pasti segera membuka buku dan laptopnya untuk belajar. Tidak heran bila pemuda itu memakai kacamata minus.

Layaknya murid ambisius lainnya, Jake tidak begitu dekat dengan teman-teman sekelasnya. Hanya sesekali mengobrol singkat, itu pun topik pembicaraannya tentang pelajaran sekolah.

Dan satu hal lagi, Jake selalu sensitif pada apapun tentang Sunghoon. Sunghoon tentu menyadari hal itu, bahkan sejak pertama kali masuk di kelas yang sama dengan si pemuda berkacamata. Kenapa Jake tidak menyukai atau bahkan benci pada Sunghoon?

"Wah, nilaimu yang tertinggi! Bagaimana bisa kau mengalahkan Jake?"

Ya, karena Sunghoon adalah rival Jake.

"Diam, Jay! Aku tahu kau sengaja,"

Jay tertawa, "bukankah kau menyukainya? Tatapan membunuh dari orang di bangku paling depan itu."

Tidak dapat dipungkiri, Sunghoon memang menyukai tatapan tajam dari Jake. Tidak, bukan berarti dia merasa menang atas pemuda itu. Tapi, bukannya menyeramkan, Jake justru terlihat menggemaskan.

Jake mengalihkan pandangannya beberapa saat kemudian. Dapat Sunghoon lihat Jake menunduk entah memerhatikan apa di mejanya.

•••

Jake melangkahkan kakinya menaiki anak tangga yang menuju rooftop sekolah. Hembusan angin langsung menerpa kulitnya begitu sampai di atas. Jake memilih berdiri di pinggiran rooftop, menatap kosong pada pemandangan yang terlihat dari sana.

Pandangan matanya turun pada selembar kertas yang sudah kucal karena diremat kuat olehnya selama perjalanan kemari. Jake membuka kartasnya, melihat angka 98 di ujung benda tipis itu. Ya, lembaran itu adalah kertas ulangan hariannya tadi.

Jake dapat nilai 98, sedangkan Sunghoon dapat 100 dan menjadi yang tertinggi di kelas mereka.

"Sialan!" desis Jake.

Ucapan teman Sunghoon di kelas tadi benar-benar membuatnya kesal luar biasa. Buru-buru dia mengeluarkan sebuah korek api dari dalam saku celananya. Menyalakan benda kecil itu, lalu hendak mengarahkan ujung apinya pada kertas ulangannya.

Sret!

Tiba-tiba tangan seseorang merebut korek api dari tangan Jake. Sontak Jake menoleh, mendapati sosok Sunghoon berdiri tepat di sebelahnya.

"Kau mau membakar kertas ulanganmu?" tanya Sunghoon tidak percaya.

"Bukan urusanmu. Kembalikan korek apiku!" respon Jake datar.

"Kenapa, Jake? Segitunya kau merasa tersaingi olehku sampai ingin membakar kertas ulanganmu sendiri?"

Jake terdiam, rahangnya mengeras.

"Nilaimu 98, dan itu tidak buruk sama sekali. Aku tahu kau telah belajar dengan keras. Tidak bisakah kau menghargai dirimu sendiri?"

"Tidak, aku tidak bisa! Dan apa yang akan kau lakukan hah!" bentak Jake.

Sunghoon sedikit terkejut, menangkap nada frustrasi Jake. Bahkan kedua mata bening Jake tampak berkaca-kaca.

"Jake—"

"Pergilah, tidak perlu sok akrab denganku." lirih Jake, mengalihkan tatapannya ke depan.

Tidak menuruti ucapan Jake, Sunghoon masih berdiri diam di sampingnya. Pandangan pemuda itu terpaku pada Jake yang begitu jelas tengah menahan air matanya supaya tidak jatuh mengalir.

this is sungjakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang