Hima membongkar tas gitar milik kakaknya. Ia merasa sudah lama sekali ia tidak melihat benda tinggi itu. Untung saja saat memindahkan barang, Hima memutuskan untuk menyimpannya. Ia memperhatikan setiap inci gitar berwarna merah dipadu dengan warna putih dan hitam. Senarnya sudah karatan dan satunya putus. Ia bisa bermain gitar, sudah lama, tapi dia berharap masih bisa.
Hima kembali memasukkan gitar itu ke dalam tas, dan membawanya pergi. Beberapa hari belakangan ini, ia tidak bisa tidur dengan nyenyak di apartemen barunya. Ia terus terbangung di tengah malam dan terkadang menangis.
Hima berjalan pelan, meninggalkan apartemen dan menuju sebuah toko alat musik. Kakinya kaku menyusuri toko, mencari sinar gitar listrik. Namun sayang, ia tidak tahu yang mana.
"Emm ... permisi, mau nanya. Senar untuk gitar listrik yang mana, ya?" Hima memberanikan bertanya pada petugas toko.
Petugas toko itu tersenyum manis, wanita yang cantik, tapi Hima sedikit ketakutan karena melihat banyaknya tindik di wajah wanita itu. Rambut wanita itu dicat berwarna ungu, dengan tato bertuliskan bahasa Spanyol yang menghiasi lehernya.
"Ini. jika kamu tidak keberatan, apa kamu sudah bergabung dalam band?" Wanita itu bersuara sembari menyerahkan senar gitar yang sedikit lebih keras dari biasanya.
Hima memperhatikan bungkus senar itu. "Apa ada senar yang tidak akan putus?"
Wanita itu memiringkan kepalanya, kebingungan. "Eh? Ah, tentu saja tidak. Hahahaha."
"Begitu ya. Ah, saya sudah bergabung dengan band kok, maaf tadi tidak langsung menjawab."
Kaki mereka berjalan pelan, menyusuri sisi toko yang lain. wanita itu sedikit kecewa sebenarnya, tapi ia masih penasaran.
"Ah, kalau boleh tahu, nama bandnya apa?"
"Emm ... The Raven."
"Eh?" Wanita itu berhenti dari jalannya yang mengikuti Hima, membiarkan Hima pergi sendirian dengan dua bungkus senar di tangannya.
"The Raven? Bukannya udah bubar? Apa kebetulan sama, ya? Ya udahlah, toh dia kayaknya ga minat ama band rock."
***
Ini hari pertama bagi Hima untuk bermain musik di sebuah band. Ia sedikit gugup, tapi karena ada Kira di sampingnya ia merasa sedikit tenang. Di hari yang sama, Hima memutuskan meminta izin kepada ketua ekskul supaya bisa fokus bermain musik.
"Hima, kamu sudah bisa main dasarnya, 'kan?" Orion bertanya sekali lagi.
Hima mengangguk, jari-jarinya bersiap, menekan senar, dan memetiknya, mengeluarkan nada dari kunci f. Ia mulai menggerakkan jarinya lagi, membentuk sebuah nada lagu yang sangat mereka kenal.
"Selama aku bisa bersamamu, kau tak perlu takut."
"Selama ku di sisimu, kau tak perlu lari."
"Karena aku akan tetap bersamamu."
Simon menepuk tangannya saat mendengar Hima memetik langsung bagian akhir lagu. "Suara lu ternyata lebih lembut dari kakak lu."
"Simon, jangan disamakan suara cewek ama cowok, ye."
Simon tertawa kasar. Tangan Simon bergerak, menekan bagian keyboard laptopnya, dan menghasilkan suara yang indah. Hanya sebuah petikan gitar, tapi mereka paham dengan jelas gaya siapa cara bermain itu.
"Hima, lu bisa nyanyi di nada tinggi, 'kan?"
Hima mengangguk, membuat Simon tersenyum lebar. Jarinya bergerak lagi, menghasilkan nada yang lebih tinggi. "Gue berpikir buat lagu ini dijadiin lagu yang gak mellow banget terus not tinggi, kayak lagu cinta kecil yang dibuat Mongol 800, tapi tentunya, Hima bakalan perlu latihan vokal supaya gak sembarangan saat bernyanyi. Gua rawan ama pita suara soalnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Himalaya And The Broken Band [Tamat]
Novela Juvenil[Belum Revisi] Kehidupan itu tidak mudah. Himalaya, gadis muda yang berusaha bangkit atas masalah yang terus menghampiri dirinya. Ia mengemban semua masalah itu sendirian setelah kakaknya mengalami koma. Tapi, semua itu berujung kesedihan yang semak...