Semakin hari, Neron sadar kalau dia tetap disalahkan. Saat ia menatap ayah Hima, ia hanya merasa bersalah terus menerus walau itu bukanlah tujuan dari ayah Hima, Edgar.
"Saya dengar kalau Ibu saya minta cerai."
Edgar yang sudah menangkupkan kedua tangannya, hanya bisa tersenyum seadanya. "Bukan saatnya kamu memikirkan itu, Nak. Bagaimana keadaan kamu?"
"Sedikit lebih baik. Ayah sendiri, bagaimana?'
"Sudah tentu sehat," jawab Edgar.
"Sepertinya Hima yang cerita ke Ayah?"
Edgar diam sejenak. "Kamu bisa tidak panggil saya Ayah jika kamu tidak nyaman. Tapi saya bersyukur bisa membesarkan kamu."
"Terima kasih kalau begitu. Saya tetap akan memanggil Ayah. Selama ini, berapa belas tahun ya, pokoknya walaupun tak ada hubungan darah, saya sangat bersyukur Ayah mau membesarkan saya dengan sepenuh hati."
"Neron, kamu tahu jika kamu terlalu mengemban semua beban itu sendirian. Seharusnya kamu-"
"Ayah, sudah seharusnya saya yang begitu. sejak almarhum Ayah kandung saya meninggal, sebuah pikiran dari anak kecil sudah pasti akan memikirkan hal ini, seperti sebuah perintah alami. Saya harus membahagiakan ibu saya, dan tidak boleh membuat masalah untuknya, karena itu, saya menerima apa saja keputusan ibu saya," jelas Neron pelan.
"Himalaya itu, mungkin benar dia terlihat sangat kekanak-kanakan. Saya sungguh berterima kasih karena kamu mau menjaganya, bahkan hingga saat ini. Selama lima bulan ini, mungkin Himalaya mulai membalas kebaikan kamu. Menunggu kamu sendirian selama itu. Kalian seperti sudah sepasang saudara yang tidak akan bisa dipisahkan oleh siapa pun."
Neron tersenyum tipis. "Kecuali maut, Ayah."
***
Petikan gitar mengakhiri satu lagu yang dinyanyikan oleh Hima. Fokusnya tidak rusak, dan permainannya cukup berkembang, tapi baginya ada yang berbeda. tidak adanya Orion membuat dia merasa permainan band tak sekeren yang biasanya.
Tidak ada yang mengungkit atas keluarnya Orion, dan Simon hanya menyampaikan apa yang dikatakan oleh Neron. Tapi, dengan hilangnya salah satu anggota band, itu berarti The Raven sudah tidak sama seperti dulu.
"Hai, anak-anakku tersayang!"
Pintu terbuka lebar, menunjukkan Ipom dan Farah yang ada di depan sana. Tangan Ipom merentang lebar, menyisakan tulangnya yang meregang.
"Oh, ke mana satu?"
"Minggat."
Tanpa banyak tanya, Ipom hanya mengangguk, dan kembali menutup pintu. Ia mengeluarkan secarik kertas dari sakunya, dan memberikannya pada Simon.
"Kalian diperbolehkan tampil, dan jadwalnya juga udah keluar."
Arga bergerak dari tempatnya, memperhatikan selembar kertas yang ada di tangan Simon. Isi kertasnya adalah surat penerimaan untuk tampil di festival musik setahun sekali itu. Mereka akan tampil di urutan ke lima, terlalu cepat bagi Simon.
"Berarti ini, setelah ujian kelulusan?" tanya Arga.
Ipom mengangguk. "Sayangnya begitu. apa kalian bisa fokus belajar dan fokus bermusik di saat yang bersamaan? Kalian tahun terakhir, itu yang gua khawatirkan. Pikirkan baik-baik."
"Pom, jangan bikin mereka takut, lah." Farah mencubit pinggang Ipom, kemudian menghela napas panjang.
"Kami akan bantu kalian soal porsi latihan. Tapi bagi gua, kalian harus fokus ke sekolah terlebih dahulu. Gua udah denger kenapa Orion keluar dari band, dan itu sangat disayangkan. Mencari pengganti sepertinya bakal percuma, jadi kalian hanya perlu lakukan apa yang kalian bisa." Farah melanjutkan ucapannya. Tangannya yang berada di dalam saku jaket sudah mengepal sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Himalaya And The Broken Band [Tamat]
Teen Fiction[Belum Revisi] Kehidupan itu tidak mudah. Himalaya, gadis muda yang berusaha bangkit atas masalah yang terus menghampiri dirinya. Ia mengemban semua masalah itu sendirian setelah kakaknya mengalami koma. Tapi, semua itu berujung kesedihan yang semak...