Kantong mata Hima membengkak saat ia mulai membuka kelopak matanya. Tangannya dipenuhi darah kering. Tubuhnya bergerak malas ke arah toilet. Ia mulai membersihkan tangannya dan membasuh wajah.
Setelah melakukan kesibukan biasanya di pagi hari menjelang siang, Hima mulai mengemasi gitarnya, mengambil buku serta alat tulis, dan beranjak pergi menuju rumah sakit saat matahari telah berdiri sempurna di atas kepala. Telinganya sibuk mendengarkan petikan gitar yang sempat ia minta kepada Simon. Ia merasa harus menghapal demi lirik nantinya.
Tangannya meraih kursi, kemudian duduk di sebelah Neron yang masih terlelap di dalam alam bawah sadar. Dingin menyapu wajahnya, rasa dingin itu tentu saja semakin menjadi-jadi dari tubuh Neron.
Ia tidak tahu banyak tentang alat-alat rumah sakit, bahkan merasa ada hal aneh ia akan bertanya pada para suster yang berjaga di depan. Hima bahkan tidak menyadari bahwa dirinya sudah mulai berubah secara perlahan.
Tangannya mulai meraih buku yang ada di dalam tas gitarnya, berusaha memikirkan kalimat yang pas untuk lirik lagu. Ia bahkan tidak pernah menulis lagu, untuk ketentuan saja ia tidak paham. Tapi ada satu hal yang ia paham, bahwa lagu adalah sebuah cerita kecil yang diutarakan dalam melodi.
Hima menoleh ke arah kaca saat mendengar sebuah ketukan. Di sana Orion sudah berdiri kaku menunggu jawaban dari Hima.
"Maaf jika saya mengganggu." Orion bersuara setelah Hima keluar dari ruangan itu.
Hima menggeleng. "Tidak. Tidak apa-apa."
Hari sabtu, bukan jadwal izinnya Orion, tidak juga jadwal izinnya Hima. Jadwal yang semakin bertambah membuat keduanya harus menata ulang jadwal mereka. Orion hanya butuh pendengar, dan hanya Neron yang selalu melakukannya. Rasa canggung menyelimuti Orion jika berbicara namun ada Hima di sebelahnya.
"Bagaimana tentang liriknya?" Orion memecah keheningan.
Hima tidak tahu harus menjawab apa. Ia bahkan tidak tahu kapan waktu untuk mengumpulkan lirik itu. "Saya tidak tahu bagaimana harus menulis lirik."
Orion termangu sebentar, kemudian terkekeh kecil. Tangannya meraih tas gitar, mengeluarkan sebuah buku tulis yang sedikit usang dan memberikan buku itu kepada Hima. "Neron selalu nulis lirik di buku, meskipun sudah diciptakan note di handphone, tapi menurutnya sensasi dalam menulis di buku akan berbeda."
Agak ragu, tapi Hima berakhir menerima buku itu. Ia mengusap buku itu, sampul depannya sudah koyak, di lembar pertama juga begitu. Kertas putih itu sudah mulai menguning, ada juga noda makanan yang tertempel. Tapi semua itu tidak membuat fokus Hima berganti.
Kakak menulis semuanya? Hima masih tidak habis pikir, pasalnya kata-kata yang ada di lagu itu sangat indah. Ia tidak mengerti bagaimana cara membuatnya, tapi ia sangat ingin membuatnya. "Bagaimana Kak Neron bisa menulis lagu seperti ini?"
Orion menoleh, kepalanya berisi semua hal yang terjadi pada Neron. Ia bukan yang terdekat, tapi bukan yang terjauh, dia tidak terlalu paham Neron, tapi bukan berarti dia tidak mengerti siapa Neron dan siapa yang membuat Neron seperti itu.
"Kamu itu inspirasi buat Neron, dan Neron bisa sampai membuat lagu itu karena ... karena saya juga tidak tahu." Orion tidak ingin mengatakannya. Baginya jika memberitahu bagaimana Neron bisa seperti itu, ia seperti sedang mematahkan hati milik Hima. Ia tidak mau jika Hima tahu bahwa hati Neron terbagi-bagi untuk orang lain.
Hima menghela napas panjang. Ia menyimpan buku miliknya dan buku dari pemberian Orion ke dalam tas. ia merangkul tas dan menatap Neron sebentar. Waktu memang berjalan cepat, buktinya mereka sudah harus pergi ke studio untuk latihan.
"Mau pergi bareng?" Orion menawarkan diri.
Hima hanya mengangguk pelan, lagi pula kesannya sangat aneh jika mereka dari tempat yang sama dengan tujuan yang sama tapi tidak bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Himalaya And The Broken Band [Tamat]
Jugendliteratur[Belum Revisi] Kehidupan itu tidak mudah. Himalaya, gadis muda yang berusaha bangkit atas masalah yang terus menghampiri dirinya. Ia mengemban semua masalah itu sendirian setelah kakaknya mengalami koma. Tapi, semua itu berujung kesedihan yang semak...