Sejak mereka memijakkan kaki di lapangan luas yang merupakan tempat diselenggarakannya festival musik itu, sudah banyak para pekerja yang mulai memasang banyak alat. Seperti lampu sorot, sisi panggung, dan lainnya. Beberapa berlalu lalang dengan barang berat, serta yang lainnya.
"Kita mulai dari para drummer. Karena kita tidak punya cukup waktu buat tukar alat, jadinya drum akan digunakan bersama-sama. Sebelum penampilan dimulai, kalian diizinkan untuk mencoba alatnya terlebih dahulu, kalian bisa konfirmasi jika ada atau tidak ada masalah kepada panitia."
Arga hanya mengangguk saat penjelasan tersebut. Setelah beberapa pertanyaan muncul, pembahasan dari drummer berubah menjadi bassis.
"Untuk bassis, bisa membawa bass mereka masing-masing. Panitia juga menyediakan bass jika kalian memiliki masalah saat akan naik ke atas panggung."
"Kemudian gitaris, sama seperti bassis, kalian bisa membawa gitar kalian sendiri. Ah benar juga, untuk pedal efek, kami menyediakannya, namun terbatas, dan mungkin saja tidak sesuai dengan yang kalian mau. Kalian bisa membawa pedal efek kalian sendiri, bisa juga jika kalian tidak ingin memakai efek, itu tergantung kebaikan kalian sendiri."
"Terakhir untuk vokalis. Karena nanti kita bakal ada solois juga, hal ini akan kami sampaikan untuk keduanya. Vokalis bisa membawa alat musik mereka, baik gitar maupun bass. Kami akan berusaha yang terbaik, supaya mik tidak mati di tengah-tengah permainan. Lalu juga, kami tidak menyarankan untuk lipsing karena itu bisa saja terjadi kesalahan dalam teknis kami ataupun kalian pribadi. Sekian yang mungkin bisa saya sampaikan sebagai penanggung jawab, jika ada yang ingin ditanyakan, dipersilahkan."
Kira-kira tiga puluh menit berlalu setelahnya, anggota band yang lain mulai berpencar, mencari pemain yang sama dengan mereka. Hima tak perlu melakukannya karena orang-orang langsung berkumpul dengannya. Ia tidak bisa jauh-jauh dari Kira karena takut akan banyak hal.
"Salken, gua Gerry dari band Alter Ego. Suara lo keren banget pokoknya. Semoga kita bisa berteman akrab."
"Eh iya, gua Momo, solois. Salken."
"Ya, saya Himalaya, dari band The Raven, salam kenal semua."
"Salkeeen." Satu kata yang keluar dari seluruh vokalis yang ada di hadapan mereka.
"Imut banget suaranya."
"Tapi dia bisa suara tinggi."
"Ah tau, pokoknya imut," ujar Momo sembari memeluk tubuh Hima. Tubuh Momo jauh lebih tinggi dari Hima, sehingga saat melihat Hima ia ingin terus memeluknya.
Sejujurnya Hima sedikit tidak nyaman dengan perlakuan itu, ia tidak terbiasa lebih tepatnya. Ia bahkan merasa tidak enak untuk meminta melepaskan pelukan dari Momo.
Tapi, tangan Hima ditarik lagi oleh orang lain. "Mo, kebiasaan main meluk anak orang." Orang itu adalah Farah, ia sudah menjaga jarak antara dirinya, Hima, dan Momo.
"Farah! Kalian kagak ikut manggung, kan? Sedih banget."
"Kebiasaan. Santai aja kali," balas Farah. Ia melepaskan genggaman tangannya dari Hima. "Kamu gak apa-apa?" Farah kembali melanjtkan kalimatnya, menatap Hima dengan seksama.
Hima mengangguk pelan. "Saya tidak apa-apa, terima kasih, Kak."
Farah tersenyum lebar, kemudian mengangguk. "Sini gua kenalin, lu juga sini, Kir. Mereka dari band yang rata-rata sudah ditarik oleh label rekaman. Meskipun belum terkenal banget ampe nasional, tapi setidaknya, mereka benar-benar hebat. Nah, yang tukang peluk ini, si Momo, dia salah satu penyanyi di label rekaman tempat Simon kerja dulu. Ape namanye, Mo?"
"Pixel Recorder. Suara kamu benar-benar keren sih, kalau nyanyi lagu all by my self celine dion pasti keren."
"Gila lu mah." Yang lain menyaut, kemudian tertawa kecil setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Himalaya And The Broken Band [Tamat]
Novela Juvenil[Belum Revisi] Kehidupan itu tidak mudah. Himalaya, gadis muda yang berusaha bangkit atas masalah yang terus menghampiri dirinya. Ia mengemban semua masalah itu sendirian setelah kakaknya mengalami koma. Tapi, semua itu berujung kesedihan yang semak...