. ࣪✯ཻ𖦆🎸᭝ 12

8 4 0
                                        

Tinggal satu hari lagi menuju konser di kafe. Setidaknya, cover lagu Bandaids jauh lebih baik dari sebelumnya. Permainan mereka seperti biasa, dan yang lebih menjadi perhatian adalah Hima sendiri. Suaranya sungguh membuat bulu kuduk siapa pun di ruangan itu berdiri.

"Friends of flower."

"Fragile silence."

"Stand beside you."

"Stop your crying."

"Im afraid, that bandaids."

"Are no good for heartache."

"Not okay, so tell me."

"When your world was falling down.."

Bagian terakhirnya benar-benar sangat memukau.

"Mon, lu yakin bisa remix lagu akustik begini? Gua malah mikir biarin aje akustik soalnya keren banget, gila!" Arga berseru kencang dari tempatnya.

Simon tertawa renyah. "Kurang yakin, sih, tapi ..."

Kalimat Simon terhenti, ia menekan tombol spacebar pada laptopnya, membuat sebuah alunan lagu terdengar. Masih seperti akustik, namun di tengah-tengahnya jelas ada suara ketukan drum yang samar. "Kira-kira bakal begini, deh. Bagian drum mungkin bakal kurang mencolok, tapi setidaknya itu memungkinkan untuk kalian semua main dengan alat musik yang kalian gunakan. Kalian masih bisa menggunakan gitar listrik, dan bass tentunya."

Mereka bersuara kagum, kemudian menepuk tangan mereka. "Btw, gue duluan ya. kalian lanjut aja sampai selesai. Buat lengkapnya, nanti malam bakal gua kirim ke grup. Bye!"

Simon melesat cepat, meninggalkan empat orang di dalam ruangan itu tanpa penjelasan apa-apa. Tentu saja, ia tidak mau. Dia harus berbicara dengan Skeix yang mempertaruhkan band-nya untuk segalanya. Ia tidak mau jika mereka semua sampai tahu.

Ia mengendarai motornya dengan super cepat, menuju label rekaman tempat di mana ayahnya serta Skeix bekerja. Yang jelas bagi Simon, ia sangat tidak ingin mendatangi tempat itu dan bertemu dengan yang namanya Skeix.

"Lu udah keterlaluan," ujar Simon setelah memasuki ruangan di mana Skeix berada.

"Udah cukup lu gangguin gue ama bokap gue, kenapa band gue lu bawa-bawa?" lanjutnya.

Skeix, gadis dengan rambut panjang sepundak, dengan baju biru cerah dipadu pernak-pernik kecil di sisi bawahnya. Ia berdiri, menatap manis Simon. "Karena kalau ga ada band itu, kamu pasti masih di sini, kan? Simon, balikan, yuk."

Simon menatap gadis itu muak. Murahan baginya, tapi ia tak pantas mengatakannya. "Alaina. Gue ga kepikiran buat pacaran lagi bareng lu. Lu gila, Cuma itu yang bisa gue bilang ke lu."

Pipi Skeix menggembung, ia kesal saat Simon memanggilnya dengan nama asli miliknya. Ia sudah mengubur dalam-dalam nama itu, dan hanya Simon serta pihak atasan dari label rekaman yang mengetahuinya. "Kenapa sih, kamu segitunya untuk band itu? Band kecil seperti itu?"

"Lantas, kenapa lu mau ngancurin gue ama band kecil gue? Band gue kagak bakal ngegeserin ketenaran lu, Na!"

"Mon, aku butuh kamu di sisiku!" Skeix berseru.

"Tapi gue gak butuh orang seperti lu."

Diam sejenak di ruangan itu. Skeix menatap lantai kaku. Ia tahu apa yang ia perbuat, tapi ia tidak pernah menyesalinya.

"Na, gua ga masalah lu mau gangguin gua, tapi jauhi bokap ama band gua. Gua mohon ama lu."

***

Himalaya And The Broken Band [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang