Part 5

189 21 21
                                    

LIHATLAH sahabatnya yang sebelas dua belas seperti mayat hidup itu berhasil membuat Aleena menghela napasnya lelah. Sedari tadi, Tere hanya diam. Dia yang biasanya antusias menonton pertandingan silat di televisi tak menunjukkan gairahnya sama sekali. Padahal, Aleena sudah mengalah dengan melewatkan drama seri kesukaannya.

Ingatkan Aleena bahwa hari ini adalah hari ulang tahun sahabatnya. Tapi, tepat hari ini juga mungkin adalah hari ulang tahun yang paling Tere benci dimana dia merasa kehilangan seluruh hidupnya. Rasanya, sangat sakit saat kita kehilangan seseorang yang seharusnya menjadi support sistem utama di hidup kita. Tere tiba-tiba tertawa miris, membuat Aleena sedikit terkejut.

"Re?"

Tere menoleh kepada Aleena, "eh sorry, Na. Gue ke kamar mandi sebentar."

"Tere," panggil Aleena seraya menarik tangan sahabatnya dan membuatnya duduk di tempat semula. "Jangan ditahan, lo nggak harus nyembunyiin air mata lo di depan gue, keluarin semuanya, Re. Gue ada di sini," ujar Aleena tulus seraya membawa Tere ke dalam pelukannya.

Air mata Tere menetes satu persatu hingga semakin deras. "Na, gue sayang mereka. Tapi kenapa mereka seolah nggak peduli gue ada? Gue di sini hancur, Na. Tapi kenapa mereka nggak pernah mikirin gue? Gue ... masih butuh peran mereka, Na."

Aleena mengusap air matanya yang ikut menetes. "Setiap orang punya masa hancurnya masing-masing, Re. Nggak papa kalau sekarang itu masanya lo, tapi percaya deh, bakal ada kebahagiaan yang menanti lo di depan sana. Lo akan merasakan kebahagiaan sampai lo lupa rasa sakit lo saat ini. Untuk saat ini, masih ada gue yang sayang dan peduli sama lo, Tere."

***

S

etelah drama saling menangis tadi, mereka berdua kini tengah menonton drama kesukaan Aleena hingga suara bel rumah Tere berbunyi. "Re, buka gih!" pinta Aleena memohon karena dia tidak mau melewatkan drama kesukaannya barang sedetik pun.

Tere menghembuskan napasnya, sebelum membuka pintu, dia menyempatkan berkaca untuk melihat apakah matanya masih terlihat sembab sehabis menangis tadi. "Masih cantik," gumam Tere. *ternyata Tere yang tomboi narsis juga gaes wkwk

Tere pun berjalan ke arah pintu dan membukanya. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya Tere saat melihat seorang pria dewasa yang memakai seragam kurir POS di depannya.

"Ini ada paket untuk Mbak Tere."

Tere mengernyit bingung. "Saya sendiri. Dari siapa ya?"

Terlihat Pak POS nya menyipitkan mata membaca nama pengirim. Kalimat ragu keluar dari bibirnya. "Dari ... Princess Mawar, Mbak. Maaf ... saya juga nggak tahu kenapa namanya lucu begitu."

Mata Tere membola, dia tau, sangat tau siapa itu. Tere pun bergegas menandatangani tempat yang ditunjuk dan menerima paketan yang dia sudah yakini apa isinya.

"Huwaaaa Aleenaaaa!" pekik Tere sembari menghambur ke pelukan Aleena.

Aleena terkekeh. "Udah nyampe ya?"

Tere mendongakkan kepalanya, matanya berkaca-kaca. "Lo paling tau gimana bikin gue bahagia, Na. Thank you ya."

Aleena tersenyum manis. Memang, sedari kecil Aleena dijuluki 'Princess Mawar' oleh ibu-ibu kompleks Perumahan Mawar ini. Karena apa? Karena sedari kecil Aleena selalu menyukai bunga mawar dan seluruh bajunya pasti berwarna pink/merah rose. Jadi Pak POS tidak akan kesusahan mencari alamatnya karena  hampir semua penghuni kompleks ini mengenal dirinya.

Dia berdiri sebelum beranjak ke arah dapur meninggalkan Tere yang sibuk membuka gitar barunya hingga suara nyanyian ulang tahun menghentikan aktivitasnya. Tere merasa matanya jauh lebih pedih daripada saat dia dipaksa oleh sahabatnya itu untuk mengiris bawang merah.

My Secret Admirer [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang