Part 20

135 14 19
                                    

Aleena Seviala. Perempuan yang dianggap sempurna oleh semua orang. Cantik dengan lesung pipit dipoles oleh sikap feminim dan dianggap baik sebab keramahannya. Banyak dari mereka yang mengira menjadi sosok Aleena, akan merasakan kebahagiaan yang sempurna, bahkan sahabatnya memercayai itu. Nyatanya, Aleena tak sebahagia itu.

Seorang gadis turun dari gojek yang mengantarnya, lantas berjalan masuk ke dalam pemakaman. Dia berjongkok di sebelah gundukan tanah yang memiliki nisan bertuliskan 'Jordan Syahputra' yang wafat pada 05-05-2017. Tangannya mengelus nisan di depannya dengan pandangan sendu.

"Bang, sekarang Lena udah 17 tahun loh. Kalau Abang masih di sini, mungkin Abang udah nikah ya. Kan Abang bilang mau nikah sebelum umur 25." Aleena tertawa kecil saat mengingat tingkah absurd abangnya yang hanya ditujukan padanya. Meski begitu, tak banyak yang Aleena tahu tentang lelaki itu. Abangnya tertutup lebih dari yang dia kira.

"Lena minta maaf, karena Lena yang dianggap sempurna sama semua orang, Abang selalu dibanding-bandingin sama Lena. Abang tau? Gara-gara Lena, Tere juga ngalamin hal yang sama seperti yang dulu abang alami. Lena, emang penjahatnya ya, Bang?"

Dia mengusap air mata yang menggenang di sudut matanya. "tapi abang tau nggak, sekarang Mama sama Papa udah berubah loh, Bang. Mereka nggak sesibuk dulu, nggak sekeras dulu, dan nggak secuek dulu. Abang tahu? Mama selalu diam-diam nangis di kamar Abang pas tengah malem. Papa juga sering lihatin foto Abang di ruang kerjanya. Mereka rindu sama Abang."

Isak tangis Aleena tak bisa tertahankan. Dia memeluk gundukan tanah itu, tak peduli pakaiannya kotor. "Aleena juga rindu sama Abang. Maafin Aleena ya, Bang. Gara-gara Aleena Abang pergi."

Tak semua yang terlihat kuat adalah kenyataan. Siapa sangka, Aleena memiliki luka dalam yang disimpannya sendiri.

Apa Aleena senang terlihat sempurna? Jawabannya, tidak. Bagaimana bisa dia bahagia terlihat sempurna jika itu membuat salah satu lelaki yang dicintainya tiada? Apa yang harus disyukuri?

Rasa bersalah itu bahkan setiap malam membuatnya bermimpi buruk selama bertahun-tahun. Percayalah, Aleena tertawa dan tersenyum hanya untuk membuat dirinya sendiri lupa akan kejadian empat tahun silam.

"Jordan! Kamu jadi abang gimana sih? Itu adek kamu aja selalu ranking satu di sekolah! Lah kamu yang kakaknya masa rangking 10 besar aja enggak bisa?!"

Lelaki bermata coklat itu menatap sendu mamanya sembari menundukkan kepala. Meski sudah terbiasa dibandingkan, tetapi tetap saja terasa menyakitkan.

Aleena yang saat itu berumur tiga belas tahun, tak bisa bereaksi apa-apa, bahkan hanya sekedar untuk membela abangnya. Dia tidak tahu menahu kerja keras abangnya yang setiap hari begadang sampai jam tiga pagi hanya untuk menyamai pencapaiannya. Hingga suatu hari, abangnya pulang sekolah dengan wajah pucat meski senyum lebar tercetak jelas di wajahnya.

"Lena! Mama sama Papa mana?" tanyanya antusias.

"Mama sama Papa baru berangkat tadi ke Singapura, Bang."

Bahu Jordan melemas seketika, dia pun melangkah menuju tangga untuk naik ke kamarnya dengan langkah lunglai. Namun, saat sampai di anak tangga, dia memegang kepalanya yang terasa seperti dihantam batu saking sakitnya.

Aleena memekik saat mendengar suara gedebuk yang berasal dari Jordan yang tumbang. "Bang! Abang kenapa?" tanya Aleena dengan raut cemas dan rasa khawatir luar biasa.

Jordan yang masih membuka sedikit matanya mengarahkan tangan untuk mengusap air mata adiknya itu. "A-alena jangan nangis. Nanti Abang sedih loh," ujarnya lirih. "A-alena bilangin sama Mama Papa ya, kalau Abang sayang sama mereka. Abang juga sayang s-sama A-alena." Itulah kalimat terakhir dari Jordan sebelum napasnya hilang dan jantungnya tak berdetak lagi.

My Secret Admirer [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang