Part 16

127 12 6
                                    

ALEENA, maaf karena gue nggak bisa ngendaliin diri dan berakhir ngecewain lo. Gue mau nenangin diri dulu. Jangan cari gue, gue pasti bakal kembali.

Thanks buat semuanya.

Tertanda,

Revan Aditama.

Tere meremas kertas dalam genggamannya. Hatinya sedikit terluka. Dia menyadari bahwa ada rasa yang berbeda untuk si pengirim surat ini. Lagi-lagi dia tak habis pikir pada alur takdirnya. Dia yang selalu ada saat Revan terluka, dia yang menemaninya, menguatkannya, tetapi kenapa bukan dia yang mendapatkan cintanya? Kenapa justru Aleena yang tidak tahu apa-apa?

"Tere!"

Tere dengan sigap menyimpan kertas itu di bawah bantalnya dan menatap gugup Aleena yang saat ini ada di ambang pintu kamarnya.

Aleena menaikkan alisnya sembari berjalan mendekati sahabatnya. "Kenapa?"

Raut Tere seketika pias. Apa Aleena menyadarinya?

"Udahlah. Kuy temenin gue nge-drakor!"

Dalam hati, Tere merasa lega. Ada untungnya juga memiliki sahabat dengan kadar kepekaan sangat rendah.

"Oke. Lo ke ruang tv dulu aja. Nanti gue nyusul, gue mau ke kamar mandi dulu."

Aleena mengangguk dengan riangnya dan meninggalkan Tere yang bernapas lega di tempatnya sebelum menyembunyikan surat yang dititpkan Revan padanya di tempat yang dia anggap aman.

Maaf, Aleena. Untuk kali ini, biarin gue egois sekali lagi.

Dia pun menyusul Aleena.

Aleena. Dia tak seceria kelihatannya, dia tak sebahagia itu meski tawa tetap mengudara dari bibirnya dan tingkahnya seolah baik-baik saja. Dia kehilangan, akan keberadaan cowok yang telah lama mendiami hatinya.

Satu notifikasi pesan membuatnya terperanjat. Hatinya berdebar-debar saat menyangka jika Revanlah pelakunya. Tapi sedetik kemudian, helaan napas lelah meluncur begitu saja. Nyatanya, ini justru pesan dari Alex-kakak kelasnya. Biang kerok akan retaknya hubungan dia dan Revan.

Ngapain, Kak?

Aleena mengetik balasan itu setelah membaca pesan yang berisi ajakan Alex untuk bertemu.

Alex
Ada yang harus gue omongin. Tentang gue, Beby, dan Revan.

Melihat nama Revan, Aleena dengan cepat mengetik balasan.

Oke. Nanti sore di taman biasa.

***

Kini, dia seolah mengalami de javu. Menunggu sendirian di kursi taman yang sama, hanya saja dengan orang yang berbeda.

"Sorry, udah lama?" ujar Alex setelah mengisi kekosongan di sebelahnya.

Aleena menggeleng. "Enggak kok, Kak. Santai aja."

Matanya diam-diam mengamati penampilan Alex yang harus diakui jauh lebih menawan saat memakai pakaian kasual. Celana jeans panjang dan kaos berwarna hitam yang melekat pas di tubuhnya serta rambut yang diikat rapi menambah kesan manly. Tapi entah kenapa, dia membayangkan bahwa lelaki di depannya adalah Revan. Pasti akan jauh lebih tampan. Eh.

Aleena berdehem untuk mengalihkan pemikiran gilanya itu. "Bisa kita mulai, Kak?"

Alex terkekeh kecil sebelum mengangguk. "Jadi, gue sama Revan dulu sahabatan. Lebih tepatnya kami bertiga. Gue, Beby, dan Revan. Kita SD sampai SMA sekolah di sekolahan yang sama. Dan batas akur gue sama Revan cuma sampe SMA kelas 1. Karena saat itu, Revan sama Beby jadian."

Aleena terdiam, tak berniat menyela dan membiarkan Alex melanjutkan ucapannya.

"Gue suka sama Beby dari dulu. Tapi Revan yang dapatin dia duluan. Gue ... terlalu pengecut untuk ngungkapin perasaan gue yang sebenernya."

Tangannya mengambil tangan Alex dan meremasnya perlahan, mencoba memberi kekuatan.

"Gue sakit, gue cemburu saat lihat mereka berdua ngumumin status barunya. Tapi sekali lagi, gue nggak bisa apa-apa selain ngucapin 'selamat', Na. Bego banget kan gue?"

Aleena menggeleng meski bibirnya masih tertutup rapat.

Alex pun melanjutkan penuturannya. "Dan tanpa gue sadari, rasa iri mulai mendominasi hati gue. Apa yang Revan inginkan dan kejar selalu coba gue kejar duluan. Salah satunya, lo."

Aleena menggigit bibir bawahnya, mencoba meredam emosinya agar tetap membiarkan Alex melanjutkan ucapannya.

"Gue kenal Revan. Sejak pertama kali dia lihat lo, dia udah tertarik sama lo. Apalagi pas dia ngambil jepit rambut yang gue kasih ke lo saat itu."

"Eh? Jepit rambut?" tanya Aleena refleks.

Alex tersenyum, dia tahu Aleena tak mengingatnya dan dia tak berniat untuk menjelaskannya.

"Saat itu, otomatis gue langsung susun rencana biar Revan ngerasain apa yang gue rasain. Rasa sakit saat seseorang yang dia cintai jadian sama orang lain."

Aleena melepas genggaman tangannya. Dia mengalihkan pandangannya ke mana saja, asal tidak pada lelaki di sebelahnya.

Alex terkekeh pelan, dia memaklumi tindakan Aleena. "Gue tau lo sempet suka sama gue. Tapi gue juga tau, lo hanya sekedar kagum sama gue dan lo cintanya sama Revan."

Alex mengulas senyumnya. "Karena itu gue sempet ngilang, susun ulang rencana dan akhirnya nekat nembak lo. Untungnya, Revan dateng dan ngasih tau apa yang nggak gue tau."

Helaan napas berat keluar dari bibir lelaki itu. "Gue nyesel, Na. Semudah itu gue hancurin sebuah persahabatan hanya karena cinta. Begonya gue dulu, gue selalu lihat perasaan Revan yang bener-bener nyata ke Beby tanpa lihat perasaan Beby yang sebenernya."

Alex meraih kedua tangan Aleena dan menggenggamnya. "Gue minta maaf karena gue udah nunjukkin sosok gue yang brengsek kayak gini, Na. Revan sayang sama lo. Jangan sakitin dia ya. Beby cuma masa lalunya. Gue tau lo bukan cewe yang sezonk itu. Lo tau, Revan sayang sama lo. Maka dari itu, jangan ragu."

Air mata Aleena meluncur begitu saja. "Temui, Revan. Dia biasa ke sini kalau hatinya lagi kacau," ujarnya sembari memberi secarik kertas yang berisi sebuah alamat.

Aleena menerimanya dengan tangan gemetar. Apa dia bisa mempercayai Alex lagi?

Senyum miris terpatri di wajah Alex kala melihat binar kerguan di mata Aleena. "Untuk terakhir kalinya, lo bisa percaya sama gue, Na."

Tangannya meluncur mengusap air mata Aleena. "Jangan nangis. Revan bakal ngabisin gue kalo tahu lo nangis karena gue."

Aleena tak bereaksi apa-apa. Bahkan setelah Alex berlalu dengan mengatakan kalimat terakhirnya, "Gue pamit, Na."

Air matanya juga seolah tak ada habisnya. Rasa bersalah menyeruak begitu saja ke permukaan. Revan, dia telah menyakiti sosok itu. Sosok yang selalu ada untuknya bahkan di saat sahabatnya tidak ada.

Revan, gue minta maaf. Bisa lo kembali?

________

Satu persatu fakta terungkap😎

Revisi, 19 August 2021.

My Secret Admirer [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang