Part 11

145 15 11
                                    

"AL, nanti lo nonton gue kan?" tanya Tere penuh harap. Pasalnya, sahabatnya itu akhir-akhir ini terlihat semakin sibuk.

Mata Aleena menatap Tere iba. "Maaf, Re. Kayaknya gue hari ini enggak bisa, nanti pulang sekolah ada rapat OSIS lagi."

Tere berdecak kesal. "Lagian lo ngapain sih ikutan organisasi itu segala! Kayak enggak ada kerjaan aja, tapi emang lo gabut sih ya."

Tangan Aleena mulus mendarat di puncak kepala Tere. "Gue tuh pengen sekali-kali aktif di organisasi tau. Biar ada pengalamannya gitu pas besok gue tulis di riwayat CV gue," jelas Aleena tak menghiraukan Tere yang meringis kesakitan.

"Halah, bacot lo!"

"Mulutnya, Mba." Tere mendengus sebelum bangkit dari duduknya.

"Ya udahlah, gue ke GOR aja, latihan sendirian."

"Sekarang?" tanya Aleena dengan alis yang diangkat.

"Besok!" ketus Tere yang sudah terlanjur kesal pada sahabatnya itu.

Aleena memang tidak peka. Padahal Tere sudah menegaskan kata "sendirian" di akhir kalimatnya. Tapi, memang Aleena yang begonya kebangeten itu justru bertanya hal yang semakin membuat emosinya di ujung tanduk.

Aleena yang melihat Tere semakin jauh dari pandangannya pun hanya bisa menghela napas lelah. Dia menatap jam di pergelangan tangan kirinya. Benar, bel pulang memang 15 menit lagi berbunyi dan kebetulan guru mata pelajaran terakhir di kelasnya tidak datang, hanya menitipkan tugas yang sudah mereka berdua seleseikan bersama. Jadi, tidak ada alasan bagi Tere untuk tinggal di kelas sementara Aleena sendiri hendak ke ruang OSIS untuk mengikuti rapat dalam rangka membahas agenda perpisahan kakak kelasnya. Aleena tahu, Tere pasti kecewa padanya. Tapi, dia bisa apa?

***

Tere yang sedang berjalan ke arah GOR seketika menghentikan langkahnya saat melihat penampakan Revan. Kakinya pun dengan gesit mengejar langkah Revan.

"Van, Revan!"

Revan menoleh dan mendapati gadis berkuncir kuda itu ngos-ngosan di belakangnya.

"Ngapain lo?" tanya Revan dengan nada datarnya.

Tere tak kalah memasang wajah bengisnya. "Lo kira gue ngapain? Berak?!"

Dia menghela napas pelan saat tak mendapati respon dari jelmaan patung di depannya. "Udahlah, sini ikut gue bentar. Ada yang mau gue omongin."

"Idih, ngapain lo main tarik-tarik gue segala?" ujar Revan seraya melepaskan cekalan tangan Tere.

Tere yang diperlakukan seperti itu mendengus kesal. "Bodo amatlah anjir! Ikut gue sekarang!"

Sudah, Tere tidak bisa menahan amarahnya lagi. Dengan kasar, dia menarik Revan untuk mengikuti jalannya menuju taman belakang.

Sesampainya di sana, Tere segera melepas cekalannya dan bersedekap ala polisi yang sedang menginterogasi tersangka. Revan yang melihatnya hanya mengulum senyumnya, menahan geli.

"Buruan. Gue sibuk. Lo mau tanya apa?"

"Halah, sibuk nguntitin Aleena palingan!"

Heh, Revan tidak bohong loh. Dia memang sibuk sekarang karena dia ditunjuk untuk memberikan persembahan di acara perpisahan kakak kelasnya bulan depan. Kenapa gadis di depannya nyolot begini? Tetapi bukan Revan jika mudah terpancing begitu saja, apalagi jika lawannya adalah perempuan. Harga dirinya bisa hilang kalau dia sampai meluapkan emosinya!

My Secret Admirer [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang