Part 8

139 15 1
                                    

"AL, lo kenapa sih?" tanya Tere kepada Aleena yang sedang rebahan serta main ponsel di kasurnya.

Aleena tak mengalihkan pandangannya dari ponsel. Dia hanya berdehem singkat menanggapi Tere dengan kalimat klisenya. "Nggak papa."

Tere mengembuskan napas lelah. Dia merampas paksa ponsel di tangan Aleena yang membuat sang empunya tersentak. "Apaan sih, Re! Balikin sini."

"Nggak," ujar Tere seraya memasukkan ponsel Aleena ke laci mejanya dan menguncinya.

"Sekarang, gue tanya, lo kenapa?" tanya Tere sekali lagi setelah duduk bersila di hadapan Aleena yang sedang rebahan sembari menatap langit-langit kamar Tere yang berwarna putih melompong sedangkan tembok-tembok di sampingnya berisi poster band idola Tere dan berbagai dokumentasi konser yang pernah Tere ikuti.

"Tadi malem lo ke mana?" tanya Aleena lirih.

Tere mengernyit. "Tadi malem? Gue ke supermarket depan buat beli camilan doang kok."

"Serius?" tanya Aleena meyakinkan.

"Len, duduk ah. Masa iya gue duduk lo rebahan kek gitu!"

Dengan ogah-ogahan, Aleena pun ikut duduk bersila di depan Tere. Matanya menyelidik tajam. "Serius lo cuma ke supermarket?"

Tere mengangguk sebelum matanya membesar. "Oh iya, gue ketemu Revan! Tapi Revan nggak penting kan buat lo secara dia kan musuh terbesar lo?" tanya Tere dengan nada menggoda.

Bibir Aleena menekuk sebelum sejenak kemudian raut wajahnya menjadi datar. "Iya, nggak penting."

Bohong, dia berbohong. Bahkan hatinya masih sakit saat melihat Tere dan Revan berpelukan. Ya, Aleena adalah gadis yang tadi malam memergoki keduanya.

"Mau ke mana?" tanya Tere kala melihat Aleena turun dari kasur.

Tanpa repot-repot memandang lawan bicaranya, Aleena menjawab, "Ambil camilan," jawab Aleena sembari merampas kunci laci dari tangan Tere untuk mengambil ponselnya.

Tere mengembuskan napas lelah. Aleena saat mode ngambek seperti ini membuat dirinya pusing tujuh keliling! Dia tahu jika mood Aleena sedang tidak baik, tapi dia tidak bisa membaca pikiran!

Aleena menuruni tangga menuju lantai satu, tempat lemari pendingin berada sembari melamun. Dia juga tidak tahu mengapa dirinya bersikap seperti ini. Yang bisa dia pastikan adalah sedari tadi malam, mood-nya berantakan.

Matanya memandang kesal pada kulkas yang hampir kosong, setidaknya tidak disebut kosong karena masih ada sebotol air dingin. Katanya udah beli camilan, tapi kenapa tidak tersisa barang satu pun! Pasti sahabatnya yang hobi makan tapi enggak gendut-gendut itu habis begadang streaming konser musik tadi malem!

Aleena menghela napas lelah sebelum merogoh sakunya, mengecek apakah ada uang terselip. Matanya menangkap selembar uang kertas berwarna merah di sana. Dia pun bergegas ke luar rumah setelah sebelumnya mengirim pesan kepada sahabatnya itu bahwa dia pergi sebentar ke supermarket yang tidak jauh dari rumahnya karena dia yakin Tere saat ini sedang memakai earphone dengan volume maksimal hingga dia tidak akan mendengar suaranya sekalipun dia berteriak lantang.

Sembari tangan kanan menggenggam ponsel, Aleena pun memakai sandalnya sebelum melangkah santai, tak ingin terburu-buru. Matanya menatap langit biru di atas sana, weekend yang cerah. Tapi entah kenapa, hatinya tak secerah itu. Bayang-bayang dua insan yang saling berpelukan di taman masih melekat dalam ingatan.

Aleena menggelengkan kepalanya, menepis ingatan yang selalu sama dan menghalau perasaan yang mulai hadir untuk seseorang di sana. Dia mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam "Happy Super Market" langganannya.

My Secret Admirer [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang