SAAT ini, mereka berdua sedang duduk bersama di kedai soto langganan Aleena di luar sekolah. Revan yang mengajaknya dan Aleena yang memberi tahu tempatnya, meski sebenarnya Revan sudah tahu.
"Hei, jangan diaduk-aduk doang dong makanannya."
Aleena mengalihkan pandangannya kepada pemuda di hadapannya. "Gue nggak nafsu makan."
"Mau gue suapin?" tawar Revan dengan kerlingan jahil.
Pipi Aleena merona. "Apaan sih! Gue bisa makan sendiri." Dia pun dengan setengah hati menyuapkan makanannya.
"Nah gitu dong."
Keduanya terdiam, Revan pun turut menikmati makanannya lagi. Jujur, sebenarnya otaknya pun sedang mencerna apa yang terjadi. Dia tak menyangka bahwa Tere bisa meledak semengerikan itu.
Suara dering ponsel Aleena membuyarkan lamunan keduanya. Revan ikut menghentikan aktivitas makannya di samping Aleena yang sedang mengernyit, mendapati nama mamanya di layar ponselnya yang menyala.
"Halo, Ma?"
"Hai, Sayang! Mama sama Papa sekarang udah sampai di bandara."
Binar mata Aleena berubah bahagia. "Seriously, Mom?!"
Terdengar suara kekehan dari wanita paruh baya di seberang sana. "Iya, Sayang."
Aleena tersenyum lebar. "Yey! Aleena tunggu Mama sama Papa di rumah ya!"
"See you too." Setelah itu Aleena menutup teleponnya.
"Van, temenin gue ya!"
Alis Revan terangkat. "Ke mana?"
"Nanti gue tunjukin jalannya!" ujarnya dengan semangat.
Revan tersenyum tulus. Hatinya menghangat melihat binar bahagia dan senyuman yang terukir di bibir gadis di depannya ini.
***
Aleena menjatuhkan bunga dan kotak brownies yang dibawanya setelah mendapat panggilan telepon dari mamanya, tetapi dengan nada suara orang yang berbeda.
Revan yang mengerti situasi, segera mengambil alih ponsel yang sudah meregang dalam genggaman Aleena. "Baik, Pak. Kami segera menuju rumah sakit Pelita ... Terima kasih."
Revan menangkap tubuh Aleena yang limbung. Air mata sudah menggenang di sudut mata gadis itu. "Gue mimpi kan, Van?" gumam Aleena.
"Ortu lo pasti baik-baik aja, Na. Sekarang kita ke rumah sakit bareng. Gue tahu lo kuat, Na."
Tangan Revan mengusap air mata yang mengalir di pipi Aleena dan menuntun Aleena menuju motornya.
"Pegangan. Gue nggak modus, tapi gue tahu lo butuh bahu buat bersandar."
Aleena memejamkan mata, membiarkan air matanya turun dengan derasnya dan membasahi jaket Revan. Baru saja tadi dia mendengar suara Mamanya. Baru saja dia bahagia mendengar Mama dan Papanya sebentar lagi bisa kembali dilihatnya. Sekarang, kabar buruk kembali menghampirinya. Tuhan, apa salah Aleena?
Sesampainya di rumah sakit, Aleena mendahului Revan dan bergegas ke meja resepsionis guna menanyakan ruangan kedua orang tuanya dirawat.
"Korban kecelakaan 15 menit yang lalu atas nama Ibu Resti Winduri dan Bapak Rama Helmansyah di ruangan mana ya?"
Wanita yang umurnya diperkirakan awal 30 an itu mengecek sebuah buku di hadapannya sebelum menyebutkan nama dan nomor ruangannya. Aleena pun bergegas ke sana, tak mengindahkan Revan yang kesusahan mengejar langkahnya karena tertinggal cukup jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Secret Admirer [LENGKAP]
Teen FictionHanya sebuah cerita yang mengangkat kisah utama mengenai seorang gadis cantik yang memiliki secret admirer. Dihiasi oleh kisah masing-masing tokoh yang sama-sama mencari rumah untuk pulang setelah kehilangan rumah utamanya, sebuah sisi gelap dari sa...