Ellent saat ini sedang bersama Ratu kedua Calista, mereka berada di salah satu balkon istana. Sementara raja masih berada di ballroom untuk memberikan sepatah dua kata penyambutan untuk para tamu. Ellent maupun Ratu Calista tak ada yang bicara, keduanya dipusingkan dengan pikiran masing-masing.
“Sudah sangat lama, ya? Apa kau masih mengenal ibu keduamu ini, Putriku?” Ellent tak menoleh sedikitpun. Ia tengah menahan rasa sesak milik Valerie yang sangat merindukan wanita di sebelahnya ini.
Memori singkat keduanya juga muncul dalam kepala Ellent, membuat dirinya yakin kalau hubungan Valerie dan Ratu Calista sangatlah dekat.
“Tak perlu berbasa-basi denganku, Yang Mulia. Kau tak perlu memaksakan diri untuk berbicara dengan pembunuh ini,” ujar Ellent sinis. Ia bisa merasakan kekecewaan Valerie ketika Calista hanya bisa menangis, tak bisa meyakinkan raja untuk mengubah keputusan pengasingannya dulu.
Calista menatap Valerie sendu. Air matanya sudah jatuh sejak tadi. “Kau pantas kecewa padaku, Putriku. Aku tak akan membela diri.” Suaranya bergetar, membuat Valerie meraung-raung di dalam sana.
“Ibu Calista tidak bersalah! Akulah yang salah karena tak bisa menolong kakak, Ibu tak salah! Nona utusan Dewi, kumohon peluk ibu untukku. Aku sangat merindukannya, ia tak salah ...."
Ellent mengeratkan kepalannya. Ia tak bisa memenuhi permintaan Valerie, karena itu bisa merusak rencananya. Namun, ia dapat merasakan dorongan kuat yang menyetujui ucapan Valerie membuat Ellent sangat tersiksa. Sekarang Ellent bimbang.
“Jangan menangis, Yang Mulia. Orang-orang akan mengira kalau aku telah melukaimu jika kau seperti ini. Kau ingin aku langsung dikembalikan ke desa lagi?” Ellent menoleh, dan dia mendapati raut bersalah yang jelas pada manik Calista. Sialan, Ellent makin tersiksa!
Calista menggeleng, ia menggenggam kedua tangan Ellent membuat gadis itu tersentak. “Kau tak akan kembali ke desa lagi. Istana ini rumahmu, aku tak akan diam lagi hingga kau kembali ke tempat itu. Aku-aku akan memohon pada raja agar kau bisa tetap di sini. Ini janjiku padamu.” Ellent menghempas tangan Calista tanpa melihat matanya.
“Jangan membuatku berharap, Yang Mulia. Itu sangat ... menyakitkan.” Ellent menghiraukan secercah harapan yang dirasakan Valerie, ia harus tetap seperti ini. Dengan begitu, rencananya bisa berhasil.
Calista menggeleng, ia sangat terluka mendengarnya. Putri kecilnya yang dulu begitu polos dan lugu kini telah berubah sepenuhnya. Ia sungguh menyesal karena tak bisa berbuat apa-apa dulu. Ia menyesal.
"Nak ...." Suara Calista bergetar pilu, namun berusaha diacuhkan Ellent.
"Valerie."
Deg.
Ellent menoleh dengan cepat, sedetik kemudian tubuhnya membatu. Saat melihat pria paruh baya ini dari jauh tadi, ia bisa berbuat segala hal. Namun, kenapa nyalinya menciut sekarang? Aura kepemimpinan Ayah Valerie ini sangat menekannya.
Damian menatap Calista. "Ratu, kenapa kau menangis?" Belum sempat Calista mengeluarkan suaranya, atensi Calista dan Damian langsung tertuju pada Ellent yang tiba-tiba bertelud sembari menunduk.
"Sa-saya tak melakukan apapun, Yang Mulia. Saya tak menyentuh Ratu sedikitpun." Suara Ellent bergetar takut. Ribuan kali ia mengumpati Valerie, ia yakin 1000% kalau rasa takut ini berasal dari gadis sialan itu. Menyebalkan! Kenapa Ellent tak bisa melawan perasaan Valerie lagi? Apa karena ia juga merasa tertekan dengan aura Damian?
Damian membuang pandangannya, matanya tersirat luka yang begitu jelas. Dadanya juga terasa sesak melihat darah dagingnya sendiri yang sangat ketakutan di hadapannya. Putri kecilnya yang dulu selalu memeluknya dengan raut ceria, kini malah bergetar ketakutan karenanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Different Souls[END]✔
Fantasy[ENDING] ●Budayakan follow sebelum membaca. ●Jangan lupa vote dan komen. *** [Belum revisi! Jadi, mohon maklum kalau penulisan ataupun alurnya acak adut. Sebenarnya ragu buat revisi juga sih, biar nanti ada pembanding karyaku yang dulu dan sekarang...