Ellent menyantap makan malamnya dengan lahap. Tak sekalipun ia mempedulikan tatapan curiga Mirabella yang terus mengarah padanya sejak tadi. Yang terpenting baginya sekarang hanyalah memuaskan para cacing kelaparan dalam perutnya.
Selesai makan, Ellent membersihkan mulutnya dengan elegan. Hey, jangan salah. Di kehidupan sebelumnya dia ini orang kaya dan famous yang harus selalu menjaga image. Jadi, kebiasaan itu harus dibawa ke kehidupannya sebagai puteri sekarang.
Ia melirik Mirabella yang masih terus menatapnya. "Apa yang kau lakukan? Cepat bersihkan semua ini! Aku mau tidur sekarang," titahnya lalu langsung beranjak dari sana. Ia mengacuhkan tatapan kecurigaan yang makin jelas pada manik mata Mirabella.
***
"Huh, melelahkan." Ellent membaringkan tubuhnya--salah, lebih tepatnya tubuh Valerie ke atas kasur.
Ia memikirkan segala kejadian hari ini yang menurutnya menyenangkan, namun juga sangat melelahkan. Di kehidupan sebelumnya tak ada orang yang sanggup menatap manik tajam Ellent, namun di sini dia malah dicemooh rakyat jelata. Menyebalkan.
Apalagi tatapan Mirabella sejak dia pulang tadi. Seperti sinar X-Ray yang ingin menembus seluruh tubuhnya untuk mendapatkan kebenaran.
"Sepertinya pelayan itu curiga akan sikapku, ya pantas saja sih. Valerie yang bodoh dan menyedihkan itu sekarang malah berubah jadi Valerie yang hebat dan bermartabat. Tentu saja dia akan curiga, tapi aku tak peduli. Dia hanya pelayan, tak akan berpengaruh bagiku." Gadis itu bermonolog. Ia menyandarkan tubuhnya pada kepala kasur, kemudian mulai bersenandung ria, berusaha mengundang kantuk yang tak kunjung datang.
Tiba-tiba Ellent meringis kesakitan. Kepalanya tiba-tiba sangat sakit hingga rasanya mau pecah. Pandangannya juga terasa aneh, ia seperti dibawa ke dalam kegelapan tiada batas, lalu kembali ke kamar ini. Dadanya mulai terasa sesak, seakan ada sesuatu yang menghimpit jantungnya di dalam sana.
"Arghh! A-apa yang terjadi?!" Ia meremas rambutnya kuat-kuat, ingin menetralisir rasa sakitnya, namun tak berguna sedikitpun.
Keringat dingin mengalir pada pelipisnya, mengisyaratkan betapa kesakitannya dia. Hingga kemudian, kegelapan tanpa batas itu benar-benar merenggutnya.
***
Hiks hiks hiks ....
Hiks hiks hiks ....
Ellent menolehkan kepalanya cepat. Ia baru kembali tersadar di tempat yang entah di mana ini. Ellent mulai ketakutan. Ia tak bisa melihat apapun, semuanya sangat gelap dan pengap. Apalagi ditambah suara tangisan perempuan. Rasanya Ellent tengah uji nyali.
"S-siapa itu? Siapa di sana?! Keluarlah, Bodoh! Jangan coba-coba mempermainkanku!" Tubuhnya bergetar takut, jantungnya berdetak kencang dan keringat dingin membasahi tubuhnya.
Hiks hiks ....
Aku takut ....
Tolong ....Ellent makin ketakukan. Ia segera berlari ke sembarang arah. Hingga tiba-tiba ia menabrak sesuatu hingga tersungkur jatuh.
"Aww!" pekiknya kesakitan. Namun rasa takutnya lebih besar dari pada rasa sakit pada lututnya saat ini.
Entah datang darimana, tiba-tiba sebuah cahaya dari api berwarna biru muncul di atas kepala Ellent. Ia berdecak takjub melihatnya karena ini pertama kali baginya.
"S-siapa kamu?" Ellent refleks menoleh ke arah suara barusan. Dan betapa kagetnya ia melihat---
"Mama!" Ia sontak meringkuk mundur karena begitu terkejut.
Seorang gadis bersurai panjang pirang keemasan yang terlihat redup. Bola mata safir yang berair, bibir mungil yang kehilangan ronanya. Dan juga kulit sepucat mayat. Namun, Ellent mengenal wajah menyedihkan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Different Souls[END]✔
Fantasi[ENDING] ●Budayakan follow sebelum membaca. ●Jangan lupa vote dan komen. *** [Belum revisi! Jadi, mohon maklum kalau penulisan ataupun alurnya acak adut. Sebenarnya ragu buat revisi juga sih, biar nanti ada pembanding karyaku yang dulu dan sekarang...