Ellent baru saja selesai berganti pakaian. Ia berdecak ketika harus memakai pakaian lusuh milik Valerie lagi. Seharusnya, sebagai putri raja pakaian Valerie itu harus glamor, bukannya seperti punya rakyat biasa begini. Yaa, walaupun lebih baik sedikit sih sebenarnya.
Pakaianmu benar-benar jelek, Valerie. Kau itu miskin, ya?
"Maafkan aku." Suara Valerie terdengar begitu lirih.
Ellent keluar dari kamarnya, ia segera ke meja makan. Tempat Mirabella menyiapkan semua makanan untuknya.
"Mirabella! Aku sangat merindukannya."
Ellent berdecak. Valerie benar-benar alay.
"Apa itu alay?"
Artinya kau bodoh. Diamlah!
Ellent mulai mengambil posisi untuk makan. Walaupun miskin pakaian, tapi kalau soal makanan Mirabella selalu menyiapkan yang terbaik. Dan Ellent suka itu. Ia segera menyantap makanannya.
Mata Mirabella lagi-lagi menatap Ellent penuh curiga. Jika kemarin Ellent bisa mengacuhkannya, kali ini tidak. Ellent tak bisa fokus makan kalau dipandangi terus seperti itu.
"Apa yang kau lakukan, Pelayan? Apa kau tak punya pekerjaan lain, hah? Berhenti bermalas-malasan dan cepatlah pergi bekerja. Aku muak melihat tampangmu terus," gerutu Ellent kemudian melanjutkan kegiatan makannya.
"Nona utusan Dewi, tolong jangan marahi Mirabella. Dia sudah seperti saudaraku." Suara Valerie bergetar. Sepertinya dia akan menangis. Dasar gadis cengeng.
Dia saudaramu, bukan aku. Sudah kubilang untuk jangan memprotes sikapku. Kau mau kembali ke kerajaan, 'kan? Karena itu patuhi aku.
"Baiklah," lirih Valerie.
"Siapa kau?" Seketika, pergerakan Ellent terhenti. Ia menatap Mirabella yang tengah menatapnya dengan raut yang sulit diartikan.
"Kutanya siapa kau?!" Ellent berjengit. Lalu mendadak ia berdiri.
"Berani sekali kau menaikkan suaramu padaku, Pelayan! Aku ini majikanmu!" teriak Ellent yang geram. Acara makannya terganggu! Sialan!
Mirabella menggeleng. Matanya terlihat berkaca-kaca. "K-kau bukan tuan putri. Siapa kau? Di mana tuan putriku?" Nada suaranya melemah. Ia tampak gelisah dan cemas. Sepertinya Mirabella sangat menyayangi dan mengkhawatirkan Valerie.
"Aku Valerie, apa kau buta?"
"Bukan! Kau bukan tuan putri! Tuan putri bukan orang sepertimu! Kutanya, di mana tuan putri?!"
Ellent tersenyum miring. Ia sudah memikirkan rencana lain sejak tadi pagi, agar Mirabella tak curiga lagi. Sepertinya sekarang waktu yang tepat untuk menjalankannya.
"Mirabella, maafkan aku." Ellent memulai aktingnya. Bagai aktris profesional, matanya yang tadi menatap tajam kini malah memandang sendu penuh penyesalan kepada Mirabella, membuat gadis itu terkejut sekaligus heran.
"Ya-Yang Mulia? Tu-tunggu! Kau-kau pasti sedang berpura-pura! Kau bukan tuan putri!" Mirabella bersikeras. Walaupun ekspresi dan binar mata itu benar-benar mirip dengan tuan putrinya, namun ia masih belum yakin karena sikap 'Valerie' sejak kemarin.
Ellent melangkah, mendekati Mirabella yang diam membeku. Ia menggenggam kedua tangan gadis pelayan itu sembari menunduk.
"Aku mohon, tolong maafkan aku. Seharusnya, aku juga tak ikut memperlakukanmu secara kasar. Seharusnya aku jujur saja padamu karena kau sudah seperti saudaraku. Seharusnya ...."
Mata Mirabella membulat. "Yang Mulia!" pekiknya kaget ketika mendapati Valerie yang tengah menangis. Ia bingung harus berbuat apa sekarang.
Ellent mendongak dengan wajah dipenuhi air mata. "Aku ingin berubah, Mirabella. Aku tak ingin terus-terusan menjadi putri yang menyedihkan, aku tak mau berakhir bunuh diri lagi. Aku ingin merubah kepribadianku agar aku bisa terlihat lagi. Tapi, aku malah berlaku kasar juga padamu. Padahal kau yang selalu setia berada di sampingku, aku benar-benar sangat jahat padamu. Tolong maafkanlah aku." Ellent terisak. Ia menunduk, menyembunyikan wajahnya yang tengah tersenyum sinis itu. Agaknya, rencananya akan berhasil 100%.
Mirabella membalas genggaman Ellent. "Jadi Yang Mulia ingin berubah? Karena itu sejak kemarin, yang Mulia berperilaku aneh?" Ellent mengangguk.
"Hanya dengan bersikap seperti itu, maka aku akan dipandang. Jika tidak, aku akan terus diremehkan, Mirabella. Aku lelah terus hidup seperti ini, aku sangat lelah." Gestur tubuh Ellent sangat menyakinkan. Ia seperti sudah latihan selama berhari-hari, padahal rencananya baru didapat tadi pagi.
Mirabella memandang tuan putrinya itu dengan raut kasihan, ia juga sangat terluka dengan apa yang terjadi pada tuan putrinya selama ini. Tuan putrinya yang polos dan lugu kini terpaksa berubah menjadi gadis pemarah dan kasar. Mirabella bisa mengerti jika Valerie merasa lelah, karena beban yang gadis itu tanggung selama bertahun-tahun begitu berat. Bahkan sangat berat.
Langsung saja Mirabella memeluk Ellent erat. Mereka berdua terisak bersama di pagi hari yang indah itu. Yang satu menangis dengan penuh ketulusan, sementara yang lain hanya berpura-pura.
"Maafkan saya, Yang Mulia. Seharusnya saya tidak berprasangka buruk pada anda. Saya berpikir jika anda dirasuki oleh iblis jahat, karena itu saya merasa sangat khawatir. Tapi, ternyata luka di hati anda yang membuat anda jadi seperti ini. Tolong maafkanlah saya." Mirabella mengeluarkan segala pikiran yang mengganggu otaknya sejak kemarin malam. Kini ia merasa sangat lega, berbanding terbalik dengan Ellent yang tersinggung.
Iblis jahat apanya? Yang benar adalah iblis berwibawa. Dasar pelayan kurang ajar.
"Nona utusan Dewi, saya mohon tolong maafkan ucapan Mirabella. Dia hanya---" Suara Valerie asli terpotong begitu saja dengan sambaran Ellent.
Diam saja kau! Aku tak menyuruhmu bicara tau! Dasar pengganggu.
Entah sudah keberapa kali, tapi Valerie terus saja menurut. Benar-benar kepribadiannya.
Ellent melepas pelukannya. Muak juga jika harus berpelukan dengan Mirabella yang statusnya hanyalah pelayan. Jika dia sudah tak membutuhkan Mirabella, sudah pasti Ellent akan mengusirnya.
"Berhentilah menangis. Sekarang kesalahpahaman kita sudah terselesaikan, bukan? Aku sekarang sangat lapar, jadi aku akan makan dulu, ya?" Mirabella mengangguk cepat sembari terkekeh kecil.
"Maafkan saya karena telah mengganggu kegiatan makan anda, Yang Mulia."
"Ahh, tidak apa-apa kok." Yaa, kau memang sangat menggangguku! Jadi, cepatlah pergi, Bodoh! Lanjutnya dalam hati yang sangat berbanding terbalik dengan mulutnya.
Setelahnya Ellent melanjutkan kegiatan makannya yang tertunda.
***
"Apa kau yakin dengan berita ini?" tanya Ellent dengan tampang tak bersahabat pada Hana.
Yap, Hana, gadis dari golongan rakyat jelata yang berani sekali menghinanya kemarin bersama Risya, temannya. Sekarang kedua gadis itu malah memberikan informasi penting kepada Ellent, tentu saja dengan sebuah ancaman.
"Sangat yakin, Yang Mulia. Seluruh wilayah kerajaan mendapat pengumuman penobatan pangeran mahkota yang baru, karena itu ada beberapa bangsawan dari desa kecil yang juga diundang untuk menghadirinya." Hana menyampaikan infomasi yang diketahuinya tanpa ada satupun yang terlewat.
"Kapan dilaksanakan?"
"Sekitar seminggu lagi, Yang Mulia."
Ellent mengangguk samar. Ini adalah berita yang sangat penting baginya. Dengan begini, ia punya alasan untuk bisa kembali ke istana sekarang.
Tanpa sadar, senyum miring penuh kelicikan terukir apik pada bibirnya membuat Hana dan Risya bergetar ketakutan. Sekarang mereka sangat takut pada Valerie. Tekanannya sangat kuat dan menyeramkan.
"Kalian pergilah. Ini bayaran untuk informasinya." Ellent melempar 2 keping koin emas yang langsung ditangkap mereka.
Tanpa menunggu lagi, ia segera pergi dari sana. Ada banyak hal yang harus dia rencanakan sekarang.
Hey, Valerie bodoh. Sebentar lagi kita akan tinggal di istana.
Tbc.
//1061//
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Different Souls[END]✔
Fantasía[ENDING] ●Budayakan follow sebelum membaca. ●Jangan lupa vote dan komen. *** [Belum revisi! Jadi, mohon maklum kalau penulisan ataupun alurnya acak adut. Sebenarnya ragu buat revisi juga sih, biar nanti ada pembanding karyaku yang dulu dan sekarang...