Ellent berlari kesana-kemari, ia mencari pria yang diyakininya Vathur tadi. Ia harus menemukannya, ia harus memastikannya. Bahkan teriakan-teriakan Archer tak didengarkan sama sekali. Kali ini, hanya ada Vathur di dalam pikirannya.
"Putri!" Ellent tersentak ketika Archer sudah menahan pergelangan tangannya. Ellent menatap pria itu linglung, ia tak tau harus berbuat apa.
"Putri, apa yang terjadi padamu? Kau mengenal orang tadi?" Ellent meremas dadanya, berharap detak jantungnya bisa normal perlahan. Namun, malah makin menggila jadinya.
"D-dia, orang itu---kita harus mencari si brengsek itu. Kau-kau harus membantuku mencarinya." Ellent menatap Archer memohon, langsung saja Archer menggenggam lembut tangan Ellent, berharap bisa sedikit menenangkan.
"Yaa, saya pasti akan membantumu, Putri. Tapi, kau harus tenang dulu, jangan panik seperti ini, oke?" Kondisi Ellent perlahan membaik, ia sekarang bisa mengendalikan diri agar tidak terlalu panik. Mungkin itu efek dari Valerie yang tinggal sesegukkan, tidak menangis keras lagi.
Mereka kembali mencari, namun kali ini dengan tangan yang saling bergandengan tanpa sadar. Segala tempat mereka kunjungi, namun belum ketemu juga. Keduanya memutuskan untuk beristirahat di sebuah kedai yang cukup ramai.
"Putri, anda tenang saja. Kita pasti bisa menemukannya." Ellent hanya mengangguk samar. Pikirannya penuh dengan berbagai macam kemungkinan.
Apa itu Vathur? Tapi, bagaimana mungkin? Bukankah pria itu sudah meninggal karena jatuh ke jurang bertahun-tahun yang lalu? Apa mungkin hanya sekedar mirip? Lagipula, terakhir kali Valerie bertemu Vathur 'kan saat mereka masih kecil, pasti wajah Vathur sudah sangat berubah. Tapi, kenapa Ellent bisa sebegitu yakin kalau itu Vathur? Apa karena perasaan Valerie?
Ellent menyandarkan kepalanya di atas meja, kemudian memejamkan mata. Semua ini sangat memusingkan.
"Tuan dan Nona, kalian mau pesan apa?"
Terdengar Archer yang terkekeh. "Kita mencarinya susah payah, tapi sekarang malah dia yang mendatangi kita." Ellent yang mengerti ucapan Archer langsung menegakkan kepalanya.
Entah harus marah atau lega, tapi kini pria yang mirip Vathur telah berada di hadapannya dengan wajah kebingungan.
"Ahh, kau nona yang saya tabrak tadi, ya? Maafkan saya, Nona, saya sungguh tak sengaja." Ellent tak mendengarkan segala ocehan orang itu, ia hanya menatap lekat wajahnya.
Netra biru laut yang sama, rambut keemasan yang sama, sorot mata teduh yang sama. Itu Vathur, kakak Valerie.
"Siapa namamu?" tanya Ellent yang membuat Archer dan pria itu heran.
"Emm, nama saya Vathur, Nona. Sebenarnya ada apa, ya? Saya rasa bukan hanya karena saya menyenggol an---"
"Brengsek! Sialan! Bagaimana bisa seperti ini, Bodoh! Aku membencimu! Aku sangat membencimu, Sialan!" Ellent kalap. Ia menyerang Vathur secara tiba-tiba dengan air mata yang sudah membasahi pipinya. Ia terus memukul Vathur yang dilanda kebingungan. Para pembeli lain sudah menjadikan mereka tontonan, hingga seorang gadis yang memakai apron menghampiri mereka.
"Hey, apa yang terjadi di sini?" tanya gadis berambut cokelat terang itu. Ia berusaha menghalangi Ellent yang terus menyerang Vathur, sementara Archer menahan Ellent.
"Sialan kau! Enak sekali kau hidup damai di sini, dan membiarkanku menanggung kematianmu! Kau membiarkanku terpuruk di sana, sementara kau hidup bahagia di sini!" Ellent yang telah dalam rengkuhan Archer terus meronta, dadanya begitu sakit. Ia marah, sangat marah melihat keadaan Vathur yang baik-baik saja.
Archer yang kebingungan langsung bertindak. "Kalian berdua, tolong ikut kami sebentar. Kita akan selesaikan ini di tempat yang lebih sepi." Sedetik setelah Archer selesai berucap, mereka sudah berpindah ke tempat yang lebih sepi. Yap, Archer baru saja berteleportasi sambil membawa 3 orang bersamanya. Nafas pria itu tersengal-sengal. Itu cukup menghisap energinya.
Sementara Ellent sudah tak meronta, ia tinggal menangis sesegukkan. Tentu bersama Valerie di dalam sana. Kakinya gemetaran membuat Archer harus terus menyangganya yang kacau.
"Nona, sebenarnya apa maksudmu?" tanya Vathur. Ia masih shock. Semuanya terkesan tiba-tiba.
Ellent menatap Vathur dengan tajam. Matanya menyiratkan kekecewaan dan juga kerinduan.
"Aku yang seharusnya bertanya padamu! Jika kau masih hidup, kenapa tak kembali?! Kenapa kau menetap di sini selama bertahun-tahun dan tak kembali ke istana?!" Mata Vathur membelalak kaget. Siapa gadis ini? Kenapa ... dia tau soal hubungan Vathur dan istana?
Bukan hanya Vathur, gadis bersurai cokelat terang itu juga kebingungan, bahkan Archer pun begitu. Sebenarnya apa maksud Valerie?
"Tunggu, Nona. Sepertinya ada kesalahpahaman di sini. Saya sungguh tak mengenalmu," ujar Vathur jujur.
Ia tak mengenali gadis bersurai cokelat dan bernetra hazel di depannya ini.
Ellent terkekeh sinis. "Benar, kau tak mungkin mengenaliku sekarang." Ia menoleh pada Archer. "Archer, tolong hilangkan semua penyamaran ini."
Archer terlihat ragu. "Apa kau yakin?" Ellent mengangguk mantap.
"Sangat. Jadi, cepatlah!" Archer mengangkat tangannya, lalu keluar cahaya merah yang mengarah pada Ellent.
Deg!
Tubuh Vathur membeku dengan mata membelalak tak percaya. Tenggorokannya tercekat, netra biru tua itu juga berair. Degupan jantungnya berdebar kencang.
"V-Valerie? Adikku?" Dua patah kata yang sangat sulit terucap, namun berhasil membuat Archer dan gadis bersurai cokelat itu kembali terkejut.
"Yaa! Aku adikmu! Aku Valerie, adikmu!" sentak Ellent mengeluarkan semua emosinya.
Dadanya kembali sesak, bahkan untuk sekedar bernafas normal terasa sangat sulit. Hidung dan pipinya sudah memerah sejak tadi. Keadaannya begitu kacau.
Tiba-tiba semua terkejut atas sikap Vathur yang mendadak mendekap Valerie rindu. Bahkan air matanya telah menetes melihat keadaan adiknya sekarang. Rasa rindu yang membuncah dalam hatinya, kini meminta untuk dituntaskan.
"Valerie, adikku ... aku sangat merindukanmu," ujar Vathur yang makin mendekap Valerie. Bahkan ia tak menyadari raut Archer yang sudah tak bersahabat.
Pria itu ingin maju, memisahkan pemandangan yang membuat hatinya panas. Namun, berhasil ditahan Kaluna, gadis bersurai cokelat terang itu.
"Tuan, tolong biarkan mereka dulu. Sepertinya, nona itu adalah adik Vathur yang telah sangat dirindukannya. Mereka sudah terpisah cukup lama, jadi tolong berikan mereka waktu. Aku tau, kau sebagai kekasihnya pasti cemburu, tapi tolong tahan sebentar, ya?"
Archer yang awalnya memasang wajah tak terima, seketika gelagapan dengan pipi memerah karena akhir kalimat gadis itu. Ia tersadar akan sikapnya yang aneh.
"S-saya bukan kekasihnya, saya hanya bertugas melindunginya di sini. Jadi, jangan salah paham." Kaluna menutup mulutnya menggunakan tangan, lalu terkekeh kecil.
Ahh, pasangan yang masih malu-malu rupanya. Batinnya.
"Maafkan saya, Tuan." Archer hanya berdehem singkat menanggapinya.
Kembali pada Ellent yang sedang memukul-mukul punggung Vathur. "Jika kau merindukanku, kenapa tak kembali ha?! Kau tau apa yang kulalui?! Kau tau bagaimana rasanya disalahkan atas kematianmu?! Kau tau rasanya diasingkan ayah? Dihina rakyat dan para bangsawan? Bahkan dibenci oleh ibu! Kau tau bagaimana rasanya?!"
Vathur melepas pelukan mereka, lalu menatap lekat mata Valerie meminta penjelasan. Ia sangat shock mendengar ucapan sang adik sampai tak mampu mencernanya dengan baik.
"A-apa yang kau katakan?"
Ellent tersenyum miring. "Kau tak tau, 'kan? Aku ... aku disalahkan atas kematianmu!" teriak Ellent tepat di wajah Vathur.
Tubuh pria itu kembali membeku. Ia begitu shock mendengar kenyataan yang keluar dari mulut sang adik. Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin Valerie yang disalahkan atas kecelakaan hari itu?
Tbc.
//1093//
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Different Souls[END]✔
Fantasy[ENDING] ●Budayakan follow sebelum membaca. ●Jangan lupa vote dan komen. *** [Belum revisi! Jadi, mohon maklum kalau penulisan ataupun alurnya acak adut. Sebenarnya ragu buat revisi juga sih, biar nanti ada pembanding karyaku yang dulu dan sekarang...