Chapter 12

849 118 0
                                    

"Erry, kau yakin bisa sendiri?" tanya Ernest menatap adiknya khawatir.

Valerie tersenyum. "Iya, Kak. Kau tak perlu khawatir."

"Hah, kalian terlalu banyak drama. Kau hanya akan menemui ibumu bukannya monster, berhentilah berlebihan!" Ellent menggerutu dari dalam sana.

Yap, jiwa Ellent belum lama terbangun, namun dia terus saja menggerutu. Bagaimana tidak? Valerie memohon padanya, katanya Valerie ingin mengendalikan tubuhnya untuk sebentar saja karena ingin bertemu dengan sang ibu. Karena Ellent baik hati, ia mengizinkannya walau sebenarnya tak rela. Tapi, Valerie sekarang malah asyik berdrama dengan Ernest. Bukankah menyebalkan?

Maaf, Nona Ellent.

"Aku pergi sekarang ya," pamit Valerie lalu berjalan menuju kamar Ratu pertama Aretta, Ibunya.

Sekarang Valerie sudah berada di depan kamar sang ibu. Terdapat dua pengawal yang berjaga, harap-harap jika sang ratu memerlukan sesuatu.

"I-ibu di dalam?" tanya Valerie.

"Beliau selalu di dalam, Putri. Ratu tak pernah keluar dari kamarnya selama bertahun-tahun, kesehatannya pun tak bisa dikatakan baik." Hati Valerie mencelos. Ibunya sakit, dan ia baru tau. Anak macam apa dia ini? Tanpa sadar setetes air mata membasahi pipinya.

"Hey, Valerie! Matamu itu sangat ahli memproduksi air mata, ya? Daripada menangis dan mempermalukan dirimu di sini, lebih baik kau langsung masuk." Ellent menggeram.

Valerie mengangguk tanpa sadar, membuat Ellent mencebik kesal. "Ahh, sialan! Orang-orang akan menganggapku gila nanti jika kau lebih lama mengendalikan tubuh ini."

Para penjaga membukakan pintunya, Valerie melangkah masuk setelah mengucapkan terima kasih. Tubuhnya membeku ketika melihat sang ibu yang duduk merenung di samping jendela.

"Ibu ...." lirihnya duduk lesehan sembari menggenggam tangan ibunya lembut. Ratu Aretta tak memberikan respon apapun, pandangannya hampa.

"Bu, Valerie di sini ...."

"Valerie sangat merindukan ibu, kenapa ibu bisa sakit?" Air mata tercurah deras dari pelupuk mata Valerie. Hatinya tercabik-cabik melihat keadaan sang ibu.

"Ibu, tolong jawab aku ... katakan apapun, tapi kumohon jangan diam saja, Bu ...."

"Ibu ...!" Valerie terisak keras. Ia menggenggam erat tangan sang ibu, lalu menciumnya berkali-kali. Bahkan Ellent di dalam sana enggan untuk melihat, rasanya menyakitkan juga.

"Va-le-rie?" Gadis itu segera menoleh, ia mendapati sang ibu yang menatap ke arahnya dengan pandangan nanar.

Valerie tersenyum lebar, meski air mata tak henti keluar dari pelupuk matanya.

"Ya, Bu. Ini Valerie ... putrimu Valerie, Bu. Aku-aku sudah kembali ... ayah mengizinkanku untuk kembali ke sini ... aku akan bersama ibu lagi sekarang," celotehnya.

"Kenapa ...?" tanya Aretta lemah. Valerie menatap manik mata ibunya penuh tanya.

"Ya, Bu?"

"Kenapa kau kembali?" lirih Aretta begitu lemah. "KENAPA KAU KEMBALI?!" Genggaman tangan Valerie terlepas. Ia tersungkur dengan mata yang tak lepas dari sang ibu sedikitpun. Ia bisa melihat jelas rasa benci di dalam mata sang ibu. Dan hal itu sukses mengiris-iris hati Valerie.

"I-ibu ...?"

"KENAPA PEMBUNUH PUTRAKU BISA KEMBALI KE SINI?!"

Deg!

Dunia Valerie rasanya akan runtuh. Pembunuh? Sang ibu menganggapnya pembunuh? Begitukah pikiran Aretta tentangnya?

"I-ibu ... ma-maaf." Valerie terisak dengan menyedihkan.

Two Different Souls[END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang