Chapter 22

593 86 0
                                    

Siang hari yang indah, kegiatan bermalas-malasan Ellent terganggu. Ia yang hanya ingin membaca buku seharian, kini harus menjamu 2 saudara dan 1 temannya.

"Silahkan nikmati jamuannya, Tuan-Tuan." Ellent menerbitkan senyum paksa pada bibirnya. Sementara Vathur, Ernest dan Archer terkekeh puas.

"Erry, kenapa wajahmu ditekuk begitu hm? Kau punya masalah?" tanya Ernest dengan raut jahil. Ia sebenarnya tau benar alasan kekesalan adiknya itu, ia hanya ingin menggodanya saja.

"Masalahku adalah kalian," ketus Ellent lalu menyeruput tehnya yang manis.

"Kau tega sekali menyebut kami masalah, Adikku." Vathur berpura-pura merajuk, Ellent hanya menatapnya malas lalu menyeruput tehnya lagi.

"Padahal kami datang agar kau tak bosan, Putri. Seharusnya kau berterima kasih," imbuh Archer.

Ellent sangat heran. Kenapa kalau dalam hal menjahilinya 3 orang itu bisa seakrab ini? Padahal Ernest dan Vathur selalu tak suka kalau Archer mendekatinya, lalu ini? Lelaki memang tak bisa dimengerti.

"Sudahlah, kalian habiskan saja jamuannya lalu pergi. Aku masih banyak urusan," ujar Ellent kesal.

"Lihat, bahkan Putri mengusir kita secara terang-terangan sekarang." Archer memasang raut sok murung.

"Dia bahkan berani mengusirmu yang adalah putra mahkota, Kak. Seharusnya dia diberi hukuman, 'kan?" Ernest menimpali. Ellent menatapnya tak terima.

"Memangnya kenapa kalau Kak Vathur putra mahkota? Dia tetap kakakku yang payah," ketus Ellent membuat Ernest dan Archer terbahak.

"Kau benar, mau apapun statusnya sekarang, dia tetap payah." Ernest kembali terbahak atas ucapannya sendiri. Kali ini Vathur menjadi korban kejahilan mereka.

"Pangeran, sepertinya kehormatanmu lenyap jika bersama mereka, ya?" Vathur menghembuskan nafas kesal mendengar ucapan Archer. Yaa, ucapan pria itu benar sekali.

"Jika bersama kalian aku memang tak akan dihormati. Adik-adik durhaka, jika aku pergi lagi, awas kalau menangis, yaa." Niatnya hanya bercanda, namun ucapan Vathur berhasil mengubah suasana yang tadinya ceria, menjadi jauh lebih dingin mencekam. Ternyata datang dari Ellent.

"Jangan pernah katakan omong kosong, Kak. Aku akan lebih dulu membunuhmu jika sampai terjadi," ujar Ellent dingin. Tatapannya datar, membuat 3 pria itu bergidik ngeri.

"A-aku yakin Pangeran hanya bergurau. Kita tak perlu menganggapnya serius, Tuan Putri." Archer berucap lebih dulu, berusaha mencairkan suasana.

"Iya, Erry. Kakak hanya bercanda. Benar 'kan, Kak?" Ernest mengkode Vathur untuk segera bekerja sama dengannya dan Archer.

"Ahh, tentu saja. Aku hanya bercanda, Valerie. Kau tak perlu serius begitu hehe." Vathur tertawa kikuk. Kenapa adiknya jadi mengerikan, ya?

"Candaan seperti itu sangat tidak lucu, jika kalian sampai mengatakannya lagi, aku akan membenci kalian selamanya." Nada datar dan dingin masih mendominasi nada bicara Ellent. Ketiga pria itu saling menatap, seakan sedang bertelepati.

"Ekhem, Valerie teh milikku habis. Bisa kau tambahkan lagi?" tanya Vathur dengan deretan giginya yang terlihat. Ia sengaja menghabiskan tehnya agar bisa mengalihkan topik berat ini.

Menghembuskan nafas berat, Ellent menggoyangkan bell yang tergantung pada pinggangnya. Tak lama kemudian Mirabella masuk dengan teko di tangannya. Ellent memang menyuruh seluruh pelayan pergi agar mereka bisa berbicara dengan leluasa.

"Mirabella, berikan Kak Vathur tehnya." Mirabella membungkuk sebentar, lalu menuangkan tehnya dengan hati-hati.

"Terima kasih." Vathur tersenyum ramah.

Two Different Souls[END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang