Valerie, Ernest dan Archer saat ini berada
di depan tahkta raja. Damian memandang mereka dengan raut dingin, sementara Calista, Aretta, Emma dan Clouwy berada di kamar Vathur. Menemaninya yang sedang ditangani tabib."Jelaskan padaku bagaimana bisa terjadi," titah Damian dengan suara berat yang menakutkan. Air mukanya sangat tak baik, membuat semuanya menunduk, tak berani menatap netra biru laut yang tajam itu. Kecuali Archer yang hanya diam menatapnya.
"Kau bisa menjelaskannya, Tuan Archer? Sepertinya kau selalu terlibat dengan semua masalah keluargaku, ya?" Ellent meneguk salivanya kasar. Itu bukan pertanda baik bagi Archer, raja tengah mencurigainya.
"Saya bisa menjelaskannya, Yang Mulia." Seakan tak berpegaruh padanya, Archer tetap menatap mata Damian dengan raut datar.
"Jelaskan!"
"Kami hanya meminum teh bersama siang itu. Lalu pangeran meminta teh tambahan dari Putri. Lalu dayang pribadi putri memberinya teh itu, tak lama kemudian pangeran memuntahkan darahnya lalu jatuh pingsan," tutur Archer menjelaskan.
"Bawa dayang pribadi putri ke sini!" titah Damian kepada 2 pengawal yang berjaga. Tak lama kemudian Mirabella dibawa masuk dengan kasar. Gadis itu dipaksa berlutut, berada di depan Ellent. Mirabella sudah menangis, ia begitu takut saat ini.
"Jadi, kau yang memberikan pangeran teh beracun itu?" Pertanyaan Damian itu membuat Ellent memejamkan matanya sejenak.
Ia tahu, Mirabella pasti akan disalahkan di sini. Tapi, Ellent sangat yakin jika bukan Mirabella yang melakukannya. Dia pasti dijebak, Mirabella tak mungkin melakukannya.
"Y-ya, Yang Mulia. Tapi, saya bersumpah! Bukan saya yang meracuni pangeran," ujar Mirabella sembari menangis.
"Kenapa aku harus percaya padamu?" Mirabella membeku. Artinya, raja mencurigainya. Raja tak percaya padanya. Mirabella tersenyum miris, setelah ini dia pasti dihukum mati.
"Karena dia dayang kepercayaanku, Ayah."
Tak terduga, Ellent maju sampai berdampingan Mirabella. Gadis itu berusaha menekan rasa takutnya, ia menatap mata raja yang menatapnya tajam. Sementara Mirabella mendongak menatapnya dari samping, gadis itu begitu bersyukur karena Valerie mau membelanya.
"Y-Yang Mulia ...," lirihnya.
Ellent menoleh sejenak. "Kau tak bersalah. Aku tau itu," ujar Ellent yakin. Mirabella tersenyum haru. Tak salah ia mengabdikan diri pada orang sebaik Valerie.
"Itu bukan alasan yang bisa diterima, Putri. Dayangmu itu jelas bersalah, dia yang membawa teh untuk kakakmu."
"Bukan dia pelakunya, Ayah. Mirabella hanya bertugas melayani kami, bukan dia yang membuat tehnya."
"Kau mencoba menyalahkan koki?" Ellent menggeleng cepat.
"Bukan itu maksudku, Ayah. Bisa saja Mirabella dijebak. Lebih baik kita mendengar penjelasannya dulu." Ellent menatap Damian dengan sorot memohon.
"Baiklah, aku mengizinkannya."
Ellent menoleh pada Mirabella, lalu membantunya berdiri. "Kau tak perlu takut karena kau tak bersalah. Sekarang jelaskan semuanya." Mirabella mengangguk pasti.
"Saya mengambil teh itu dari pelayan baru, Yang Mulia. Dia bernama Metia."
Damian menyerngitkan keningnya. Pelayan baru? Setaunya tak ada laporan datangnya pelayan baru ke istana dari kepala pelayan. Sekarang sudah jelas, ini konspirasi seseorang.
"Panggilkan kepala pelayan!"
Berselang beberapa menit yang menegangkan, kepala pelayan datang. Nasibnya sama dengan Mirabella tadi. Bedanya, ia tak menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Different Souls[END]✔
Fantasy[ENDING] ●Budayakan follow sebelum membaca. ●Jangan lupa vote dan komen. *** [Belum revisi! Jadi, mohon maklum kalau penulisan ataupun alurnya acak adut. Sebenarnya ragu buat revisi juga sih, biar nanti ada pembanding karyaku yang dulu dan sekarang...