Chapter 9

868 130 0
                                    

Ellent dan Ernest menghentikan kuda mereka. Di sekitar mereka hanya terdapat pohon-pohon yang menjulang tinggi dan juga semak-semak berduri tajam. Saking dalamnya mereka memasuki hutan, cahaya matahari bahkan sulit untuk menjangkaunya. Kedua orang itu mengikat tali kuda mereka ke pohon, sementara mereka mencari mangsa.

"Erry, aku rasa ada rusa di balik semak itu. Kau tunggu di sini dan aku---"

Syuuut!

Dalam sekali bidikan Ellent berhasil membunuh mangsanya. Ia tersenyum puas, lalu segera menghampiri hewan malang itu. Sementara Ernest masih membatu di tempatnya.

"Ahh, aku memang sangat berbakat." Ellent memuji dirinya sendiri. Ia mencabut anak panahnya dari punggung rusa itu, lalu menyimpannya di sarung anak panah yang ada di punggungnya. Sementara rusa itu ia masukkan ke dalam karung yang telah ia bawa.

"Sekarang kita harus mencari kelinci," ujar Ellent yang berhasil menyadarkan Ernest.

"Erry, ternyata kau lumayan juga, ya?" Ellent memandang Ernest tersinggung. Lumayan katanya?

"Ohh, menurutmu kemampuanku hanya lumayan, Kak?" Ernest tersenyum mengejek.

"Ya, tentu saja. Menadapat kata 'lumayan' dari seorang sword master sepertiku sudah menjadi kehormatan besar bagimu. Kau seharusnya bangga adikku." Emosi Ellent tersulut, namun ia memilih cara yang lebih elegan untuk menyalurkannya.

"Benarkah? Kalau begitu, bagaimana jika kita bertaruh? Siapa yang mendapat buruan terbanyak berarti dialah yang paling hebat."

"Kau yakin, Erry? Jika kau kalah, aku tak memiliki permen untuk membujukmu yang menangis."

"Hahaha, lucu sekali, Kak. Kita akan melihatnya nanti, siapa yang menangis dan siapa yang tertawa." Ellent memandang Ernest dengan laser permusuhan yang jelas. Sementara Ernest hanya menganggapnya permainan. Menggoda Valerie adalah hal yang menyenangkan, ia tak peduli menang atau kalah, yang terpenting adalah kesenangan keduanya saat bermain.

"Baiklah, Erryku." Ernest menunjukkan senyum mengejeknya membuat Ellent makin kesal. Keduanya pergi ke arah yang berlawanan untuk mencari mangsa mereka.

Satu, dua, tiga, empat, terdapat beragam jenis hewan yang berhasil direnggut nyawanya oleh Ellent. Ia sangat yakin bahwa kemenangan hanya miliknya sekarang ini, tinggal mencari kelinci hidup untuk Clouwy maka hasil buruannya akan segera lengkap.

"Erry! Kau di mana?" Suara Ernest yang berteriak mencarinya berhasil menginterupsi kegiatan Ellent yang mengasyikkan. Ia baru saja tersadar kalau matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Pantas saja Ernest mencarinya, ternyata sudah hampir malam.

"Tunggu saja di sana, Kak! Aku akan menyusulmu segera!" jawab Ellent berteriak. Sesungguhnya ia belum puas, tapi bertahan di hutan di malam hari adalah cara bunuh diri yang paling ampuh. Dan Ellent masih ingin menumpang di tubuh ini.

Ellent menyeret hasil buruannya menuju ke tempat kudanya dan Ernest berada. Darah yang berasal dari hewan-hewan itu telah mengotori tanah yang ia lintasi, membuat 12 pasang mata merah yang bersembunyi di balik semak yang gelap mengarah pada Ellent.

Tiba-tiba suara geraman terdengar, langkah Ellent terhenti dengan jantungnya yang berdebar kencang. Bahkan tubuhnya mulai gemetaran.

Apa itu hewan buas?

Tanpa menoleh ke belakang, Ellent segera meninggalkan hewan buruannya lalu berjalan cepat menuju tempat Ernest berada. Ia memang suka berburu, karena hewan targetnya itu lemah dan tak akan bisa mencelakainya. Tapi, hewan buas? Ellent belum pernah belajar menghadapi mereka.

Untuk mencegah kemungkinan buruk terjadi, Ellent berusaha menghindari gerakan tiba-tiba ataupun suara yang hisa mengganggu hewan apapun itu. Ia terus merapalkan doa agar bisa selamat sampai ke tempat Ernest.

Two Different Souls[END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang