"Selamat tinggal, Kakak."
Alrick mengangkat belati itu tinggi-tinggi, bersiap untuk menjadi malaikat maut bagi Vathur yang masih enggan membuka mata. Sorot kebenciannya terlihat jelas, kini orang yang merebut segalanya darinya akan segera berakhir.
Baru saja ia akan menancapkan belati itu tepat pada jantung Vathur, Alrick dikejutkan dengan mata Vathur yang bergerak. Alrick tersenyum sinis.
"Sepertinya kau ingin melihat malaikat mautmu sendiri, ya?" Tak lama kemudian mata Vathur terbuka.
Ia beberapa kali mengerjabkan matanya lemah, berusaha memfokuskan pandangan. Setelahnya, pandangan Vathur terfokus pada Alrick dan juga belatinya. Pria itu sangat terkejut.
"A-Alrick?"
Alrick tersenyum sinis. "Ingin menyampaikan wasiat terakhir, Kak?"
Vathur meringis. Kepalanya masih terasa sangat pusing, bahkan untuk mengerti keadaan ini saja terasa sulit baginya.
"K-kenapa?"
"Karena kau hidup." Alrick kembali mengangkat tangannya, bersiap menancapkan belati itu.
Trangg!
Belati itu terlempas setelah disambar anak panah milik seseorang. Alrick dan Achazia yang terkejut langsung menoleh ke sumber datangnya anak panah itu. Dan betapa terkejutnya mereka mendapati kehadiran Archer, Valerie dan Ernest yang keluar dari balik tirai.
"Terkejut, Kak?" Ellent menunjukkan senyum sinisnya. Ia menatap benci Alrick.
"K-kalian? Bagaimana bisa?!" Mata Alrick terbelalak, ia begitu terkejut melihat kehadiran mereka. Sebenarnya, sejak kapan mereka di sana? Kenapa dia sampai tak menyadarinya?
"Aku tak menyangka kau akan jadi pengkhianat, Kak. Aku kecewa padamu," desis Ernest yang menyiratkan kekecewaan besar. Ia menipiskan bibirnya, menatap marah pada sang kakak.
Achazia yang menyadari keadaan tak lagi berpihak padanya, segera berlari keluar. Namun, belum jauh ia melangkah ia sudah dihadang dua orang yang menatapnya.
"K-kalian? L-lancang sekali kalian mau menghadang jalanku! Minggir!" titah Achazia pada Mirabella dan Jauzen--pengawal kerajaan--yang tersenyum menatapnya.
"Maafkan kami, Nona. Tapi, ini perintah langsung dari Tuan Putri Valerie," ujar Mirabella.
"Dan kami tak mungkin membiarkan pengkhianat lolos, 'kan?" Jauzen berkata sinis. Ia mengangkat pedangnya, lalu menodongkannya pada leher Achazia membuat gadis itu membeku. Ia mengangkat kepalanya kaku, tubuhnya bahkan bergetar takut.
"L-lepaskan aku!"
Mirabella malah terkekeh kecil. "Itu akan jadi keputusan yang mulia raja, Nona. Sekarang sebaiknya kita kembali ke kamar Pangeran Vathur, saya yakin penjelasan Nona juga akan dibutuhkan."
Jauzen mengunci pergerakan Achazia dengan menahan kedua tangannya di belakang, pedangnya tak kunjung diturunkan. Melawan sedikit saja, nyawa Achazia bisa menghilang.
Achazia terpaksa menurut, otak liciknya seakan buntu. Tak bisa menciptakan ide melarikan diri yang bisa meloloskannya dari situasi buruk seperti ini.
Sesampainya di kamar, pertengkaran mulut antara para saudara itu masih terjadi. Ellent melirik Achazia sinis membuat gadis itu membeku di tempat.
"Wajah lugu menjijikkan," gumamnya pelan yang dapat dibaca Achazia. Gadis itu menggertakkan giginya kesal, namun tak berani bersuara.
"Haah, sialan. Aku sudah gagal sejak awal ternyata," kata Alrick sembari terkekeh sinis. Ia memandang bergantian belatinya yang tergeletak di lantai dan juga Vathur yang menatapnya kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Different Souls[END]✔
Fantasi[ENDING] ●Budayakan follow sebelum membaca. ●Jangan lupa vote dan komen. *** [Belum revisi! Jadi, mohon maklum kalau penulisan ataupun alurnya acak adut. Sebenarnya ragu buat revisi juga sih, biar nanti ada pembanding karyaku yang dulu dan sekarang...