Kutenggelamkan aku
dalam matanya. Hingga kutemukan definisi luka dan obat yang tak bisa lagi dibedakan.-setiase-
Angkasa yang semula tiduran di sofa ruang tengah basecamp spontan berdiri dan membuat ketiga orang lain yang ada disana terkejut bersamaan. Rafa bahkan sampai menutup kuping boneka yang sedang dipeluknya saat suara berat Angkasa memecah keheningan dengan tiba-tiba."BANGSAT! LO APAIN TARA ANJING!"
Bertepatan dengan jawaban dari orang di ujung sana, raut muka Angkasa yang terlihat lelah perlahan mulai menakutkan. Aura kegelapan seolah menguar dari punggung dan berakhir di kedua bola matanya yang menyorot tajam. Angkasa seolah sedang mengeluarkan taring dan tanduk tak kasat mata yang membuat suasana di sekitarnya pun ikut mencekam. Arka baru berani membuka mulut saat cowok itu sudah mematikan ponsel dan buru-buru mencari kunci motornya.
"Kenapa, Kas?"
"Hubungin Elang sekarang. Adeknya ditahan Bisma."
Arka langsung keluar dari gamenya dan beralih mencari kontak Elang, berdoa juga dalam hati semoga panggilannya dijawab. Darel yang awalnya juga ikut main bersama Arka dan Rafa, kini sudah berpindah duduk di hadapan komputer dan mengetik sesuatu dengan cekatan.
"Coba telfon lagi, Kas. Biar gue cari tau lokasinya."
Angkasa mengangguk dan menyerahkan ponselnya saat telefon sudah terhubung ke nomor tadi. Ia yang biasanya selalu tenang kini terlihat beberapa kali menyisir rambut dengan tangan, mengecek ulang jam tangan yang nyatanya terus bergerak saat Darel sibuk melacak keberadaan Antara.
"Elang berangkat dari rumah sekarang."
Angkasa hanya melirik Arka yang sudah berjalan keluar bersama Rafa. Cowok itu langsung berdiri saat Darel sudah selesai dan menyambar satu tas di samping meja komputer yang memang berisi berbagai peralatan yang biasanya mereka bawa saat tawuran.
"Ikutin gue."
"Ngebut! kalo macet cari jalan lain."
"Siap bos."
Darel melaju paling depan, diikuti Angkasa di belakangnya, dan disusul Rafa, Arka, serta Putra dan anak lain yang tadi baru saja sampai di basecamp. Deru mesin motor yang tumpang tindih seolah memberikan sirine darurat pada pengguna jalan yang lain. Bahwa mereka memang sedang dikejar waktu.
"Seinci tubuh Antara lo sentuh, di titik itu juga lo harus dapet balesannya." gumam Angkasa di balik helm dengan tekad sebulat biasanya.
Hingga di persimpangan jalan, rombongan berpapasan dengan Elang yang langsung ikut bergabung di belakang motor Angkasa. Berada di urutan seperti biasanya. Manusia paling dingin di geng itu mendadak jadi gelisah tidak karuan. Pikirannya berkecamuk dan kemarahannya lebih parah dibandingkan saat ia mendengar Angkasa menyakiti adiknya.
Motor yang dikendarai Darel berbelok di perumahan baru, mereka pun sampai tidak sadar sudah mengabaikan satpam yang menoleh bingung saat tiba-tiba rombongan motor besar serentak masuk tanpa salam. Sampai di depan salah satu rumah tanpa pagar, Angkasa langsung memarkir motornya di sembarang tempat dan tidak peduli keadaan helmnya yang ia banting begitu saja di teras rumah itu.
"BISMA!"
"Salam dulu atuh Mas Angkasa!" Rafa yang menyusul pun bergumam untuk mewakili mereka mengucapkan salam.
"Kas, itu!"
Angkasa juga melihat pintu yang ditunjuk Arka dan langsung membukanya tanpa aba-aba. Ketiga orang yang ada di dalam situ seketika langsung menoleh saat ia membanting pintu dan berdiri disana dengan tatapan mengarah pada seorang gadis yang diikat di kursi dengan keadaan berantakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARA
Teen FictionKamu pilih mana Angkasa? aku menunggu perasaanmu baik-baik atau kubiarkan saja? Karena ternyata, Semakin dikejar tanpa jenuh, larimu semakin jauh. Kamu sudah ada di depan sana saat aku masih disini-sini saja. Beginilah aku, masih memaksa ingin mene...