Aku keluar dari persembunyian. Setelah Kak Satya pergi. Entah apa yang di maksud oleh Kak Satya tadi, tetapi hal itu sukses membuatku kepikiran. Aku berjalan dengan cepat. Sebelum Kak Satya kembali. Aku tidak ingin melihatnya.
Keluar dari area rumah sakit jiwa. Aku berjalan sedikit. Sembari memandang kedua kakiku. Dan menunggu Marcell menjemput.
Tin.... tin..... tin....
Aku terlonjak kaget, begitu mendengar suara klakson mobil. Aku mendongak ke belakang. Berharap Marcell sudah menjemput ku. Namun, ternyata aku salah. Bukan mobilku, melainkan...
"Sera.... kamu pulang sama aku ya," ucap Kak Satya yang sudah berdiri di depanku.
"Gak usah Kak, Marcell udah jemput aku," ucapku masih terus berjalan.
"Please.... aku mohon. Banyak yang harus kita bicarakan," ucap Kak Satya menghalangi jalanku.
"Apa lagi? Semua sudah jelas. Kita sudah selsai, iya kan?" ucapku memberanikan diri menatap Kak Satya.
Kak Satya mencekal pergelangan tanganku. Ketika aku akan melangkah. "Kita belum selsai. Kita cuma putus sepihak. Aku belum mengiyakan ucapan kamu tadi."
Aku tersenyum tipis mendengar ucapan Kak Satya. "Kalau tujuan Kak Satya mempertahankan hubungan kita hanya untuk memperoleh peruntungan. Maaf Kak, aku gak bisa. Ternyata Kak Satya sama aja, ya. Sama dengan lelaki di luaran sana."
Aku menatapnya dengan mata yanga berkaca-kaca. Mendengar ucapan ku tentu saja membuat Kak Satya bungkam seribu bahasa. Perlahan cekalan di pergelangan tangannya mengendur. Dengan leluasa aku pergi dari hadapannya.
Kebetulan sekali, ada sebuah taksi yang melintas. Tanpa banyak bicara, aku langsung menyetop taksi tersebut.
Air mataku tumpah ketika sudah duduk di dalam taksi. Tidak menyangka, Kak Satya melakukan semua itu. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Aku mengambil ponsel dari dalam tas. Dan melihat ada nama Marcell tertera dalam layar ponsel.
Aku menghapus air mataku. Aku tidak ingin Marcell tahu aku sedang menangis. Setelah itu, baru aku menjawab telponnya.
"Akhirnya, lo angkat juga. Lo dimana? Gue udah ada di depan rumah sakit."
"Gue ada di taksi," ucapku.
"Ha? Kok naik taksi? Gue udah di sini? Sekarang lo dimana? Nanti gue samperin deh."
"Iya bentar, gue tanya supirnya dulu," jawabku.
Aku menatap kearah kaca spion tengah. Bertepatan dengan supir taksi yang melirikku. Aku terdiam, sembari mengerjap kan mataku beberapa kali. Tatapannya aneh. Pria itu menggunakan topi yang sangat misterius.
"Maaf Pak, kita sekarang ada di daerah mana ya?" tanyaku dengan sopan.
Supir itu melirikku tajam. "Jalan Melati, blok R. "
Ucapannya pun terdengar sedikit ketus. Aku hanya mengangguk. "Gue ada di jalan melati blok R."
"Lo turun situ, nanti gue jemput di situ."
"Oke. Gue tunggu di halte bus ya," ucapku. Setelah mengakhiri percakapan. Aku menyimpan ponsel.
"Pak, saya turun sini saja," ucapku. Aku mengambil dompet dan memberikannya uang. Sebelum turun, aku sempat melihat ia tersenyum. Senyum yang sangat mengerikan. Aku segera keluar dari mobil tersebut. Dan aku memilih menunggu duduk di halte menunggu Marcell.
Jalanan ini cukup sepi. Tapi rasanya aku baru mendatangi tempat ini. Dari arah barat, ada dua orang lelaki menggunakan baju hitam-hitam berjalan kearah ku. Entah kenapa feelingku sudah tidak enak.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH 3 ( Akhir Kisah Cinta)
Mystery / ThrillerDILARANG PLAGIAT! COPYRIGHT BERLAKU!! Setelah pulang ke Indonesia Serania Agesa menjadi seorang dokter kejiwaan. Dia bertugas di salah satu rumah sakit jiwa yang menurutnya sangat berbeda dengan rumah sakit jiwa pada umumnya. Setiap malam ia mende...