"Lo dari mana?" tanya Marcell kepadaku.
"Dari, cari udara segar, " jawabku asal.
"Gue tadi liat lo ngobrol sama Raina. Lo gak di apa-apain kan?" tanya Marcell menatapku.
"Enggak. Gue gak pa-pa, " jawabku.
Sekarang, hampir jam 10 malam. Tapi Mama dan Papa tidak menunjuk tanda-tanda akan pulang. Bahkan aku tidak tau mereka ada dimana.
"Kenapa sih gelisah gitu? Cari Satya?"
"Ngarang. Gue gak pa-pa," ujar ku kepada Marcell. Kami diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Kedua mataku menelisik. Melihat ke setiap penjuru gadung ini. Kali ini aku dan Marcell berada di balkon gadung. Dengan view yang menghadap langsung ke persawahan.
Mengingat tentang Susan. Aku jadi menghawatirkan-nya. Kemana ia sekarang? Apa dia baik-baik saja? Aku menghela nafas, masih mencoba positif thinking. Berharap apa yang ada dalam pikiranku tidak benar.
Tiba-tiba lampu mati. Semua yang berada di gedung ini mendadak panik. Begitu juga denganku. Aku tidak bisa melihat apa-apa meski aku sedang berada di luar. Tapi entah kenapa saat ini cahaya bulan tertutupi dengan awan hitam.
"Sera, lo dimana? Lo gak pa-pa kan?" ucap Marcell panik.
"I.... iya gue gak pa-pa kok Cell."
"Lo jangan kemana-mana di situ aja. Sampai lampunya hidup, " ucap Marcell lagi.
"Iya," jawabku. Aku hanya menuruti ucapan Marcell.
Aku memegang besi pembatas balkon. Tapi kenapa aku merasakan sesuatu yang aneh? Besi ini mengeluarkan cairan? Atau sebelumnya ada seseorang yang menumpahkan minuman pada besi pembatas balkon?
Tapi kenapa cairan ini terasa kental? Aku pun berniat untuk mencium cairan tersebut. Bau amis, yah cairan ini berbau amis. Apa jangan-jangan ini darah?
Dengan cepat aku mengambil ponsel dari dalam tas. Namun, tiba-tiba lampu kembali hidup. Aku pun segera melihat kearah besi pembatas balkon tadi. Anehnya aku tidak menemukan apa-apa. Aku menyusuri balkon bahkan dengan flash yang hidup dari ponselku.
Tidak ada. Aku tidak menemukan darah tadi. Namun, aku menemukan secarik kertas. Kertas apa ini?
"Ser lo kenapa? Ada yang hilang?"
"Eum, enggak kok Cell, " jawabku memasukkan kertas tersebut kedalam tas.
Ponselku berbunyi, aku segera melihat ke layar ponsel. Mama menelpon ku.
"Halo, iya Ma kenapa?"
"Sera kita pulang ya, Nak. Mama tunggu di parkiran bersama Papa. Oh iya Marcell sama kamu?"
Aku melirik Marcell. "Iya Ma, Marcell sama aku kok."
"Ya udah cepat kalian turun, kami tunggu di parkiran."
"Oke," jawabku. Mama mematikan sambungan telpon. Begitu juga dengan aku. "Cell, kita pulang. Mama sama Papa udah nunggu di parkiran."
"Ya udah ayo, " ucap Marcell. Kami pun melangkah pergi menuju parkiran.
"Eh Ser bentar, gue pengen ke toilet deh, " ucap Marcell ketika kami akan keluar gedung.
"Duh kenapa gak dari tadi sih? Ya udah sana. Jangan lama-lama," ucapku.
"Iya. Janji bentar kok, " jawab Marcell. Ia langsung berlari menuju toilet cowok. Untung saja toilet tidak begitu jauh dari tempat aku berdiri.
Saat sedang menunggu Marcell aku mengingat kertas yang ku temukan tadi. Aku segera membuka tas dan mengambil kertas tersebut. Karena aku penasaran apa yang ada di dalam kertas tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH 3 ( Akhir Kisah Cinta)
Mystery / ThrillerDILARANG PLAGIAT! COPYRIGHT BERLAKU!! Setelah pulang ke Indonesia Serania Agesa menjadi seorang dokter kejiwaan. Dia bertugas di salah satu rumah sakit jiwa yang menurutnya sangat berbeda dengan rumah sakit jiwa pada umumnya. Setiap malam ia mende...