Beberapa hari yang lalu, aku masih terperangkap di penjara bawah tanah. Berpikir bila keluar dari ruangan yang empat sisinya tembok keras adalah hal mustahil. Diriku sewaktu itu pasti takkan menyangka bila di masa mendatang ia bisa berjalan bebas di kota sepertiku sekarang.
Begitu pula denganku saat ini, tak percaya bisa berjalan bebas di tengah kota Elvian, Ruvia. Aku bisa leluasa melangkahkan kaki ke mana pun tanpa khawatir akan tertangkap. Justru, tentara yang sebelumnya mencoba menangkapku malah mengawalku saat ini. Hanya saja yang sama dari sebelumnya adalah tatapan mereka yang merendahkanku, begitu pula dengan penduduk Elvian. Meski figur Pangeran Keylan berada di sampingku, tetap tak bisa melenyapkan impresi makhluk campuran sepertiku.
"Jangan dimasukkan ke dalam hati. Permusuhan dengan manusia dalam waktu lama jelas membuat mereka seperti itu. Mereka menganggap darah manusia yang ada di tubuhmu adalah sebuah aib," bisik Keylan yang cepat mengerti kegelisahanku.
"Lalu, apa Pangeran Keylan membenciku juga?" tanyaku dalam hati-hati.
"Aku tak punya alasan melakukannya. Perang itu terjadi sudah lama sekali, sama sekali tak ada hubungannya denganku yang hidup di zaman sekarang. Lagi pula, aku takkan mengajakmu berjalan-jalan jika membencimu."
"Kalau begitu syukurlah."
Kami berdua melangkah di atas jalanan kayu yang dipaku di dinding pohon raksasa. Sroth, atau begitulah penduduk kota ini menyebutnya. Ketika aku mendongak, belasan sroth tergantung malang melintang di atas kepala. Menjadikan pepohonan besar di hutan ini terikat satu sama lain. Karena tingginya pohon serta rimbunnya dedaunan, cahaya matahari kesulitan menembus ke bawah. Karena itulah mulai dari permukaan tanah sampai pohon bagian menengah, di setiap sisi sroth dipasangi lampion-lampion hias. Perpaduan cahaya lampion hias yang berwarna-warni dan sinar matahari redup, membuat pemandangan semakin memanjakan mata.
Keylan membawaku ke berbagai tempat menarik di Ruvia. Di pagi hari ia membawaku ke sebuah museum Esze. Di sana, aku mengetahui banyak sekali informasi tentang Esze. Ada tentang sejarah saat Esze pertama kali turun ke dunia ini lewat para dewa, cerita mengenai para pengguna Esze terhebat pada masanya, juga koleksi viglet bersejarah yang digunakan pada perang besar yang lalu. Ini adalah pertama kalinya aku sangat tertarik dengan fakta-fakta Esze. Karena biasanya, aku mengabaikannya ketika Almira bercerita.
Pada jam makan siang, Pangeran Ketiga mengajakku makan di restoran yang tampak paling mewah di kota. Hal itu terlihat dari ukuran ruangan yang sangat besar di dalam batang pohon. Selain itu, belasan sroth yang langsung menuju kemari seakan menegaskan bila ruangan ini begitu penting. Ditambah dengan perabotan mewah dan puluhan pelayan yang melayani pelanggan di restoran bertingkat dua ini. Makanan yang disajikan juga sangat fantastis. Entah harganya mahal atau tidak. Mata uang di sini berbeda dengan sistem koin di Glafelden, aku tidak tahu bagaimana sistemnya. Selama ada yang mentraktir, harga bukan masalah. Makanannya juga terbilang lezat dan unik. Sungguh, aku harus membiasakan rasa makanan Elvian.
...!!?
Tunggu sebentar.
Benar juga, aku baru ingat. Aku sedang berada di wilayah Elvian sekarang, terlebih lagi dalam keadaan bebas. Perpustakaan di kota ini pasti ada buku tentang Kristal Roh. Informasinya mungkin bisa lebih lengkap dari pada di kota Glafelden.
"Pangeran Keylan! Apa di kota ini ada perpustakaan?" tanyaku sopan, ketika baru saja melahap puding sebagai makanan penutup.
"Tentu saja ada. Kau ingin ke sana?" balas pria itu dengan santai.
Aku mengangguk dengan antusias. "Aku penasaran dengan perpustakaan di kota ini."
"Sepertinya kau juga suka membaca, ya? Baiklah, ayo kita pergi ke sana!"
Sejujurnya aku tidak menyangka bila Pangeran Keylan akan mengabulkan permintaanku. Aku tahu diri. Sebagai orang yang baru saja diselamatkan dari kegelapan, seharusnya aku tidak meminta hal yang aneh-aneh. Padahal jika mengikuti rencana semula, kami akan pergi ke kantor pemerintah kota tempatnya bekerja.
Ya, kau benar. Selain menjadi Komandan Tertinggi pasukan Elvian, pangeran muda ini juga menjabat sebagai kepala pemerintahan kota Ruvia. Mungkin bisa dibilang wali kota bila di Glafelden. Karena itulah pria ini sangat hebat. Ia memiliki beberapa pekerjaan dan tetap mampu mengerjakannya sekaligus. Sepertinya ia juga mempunyai beberapa orang hebat dan cekatan yang mendukung pekerjaannya.
Setelah lima belas menit berjalan menapaki sroth dan jembatan yang malang melintang, aku tiba di ruangan pohon yang cukup besar. Dua pintu besar yang terbuka lebar menyambut siapa pun yang ingin berburu ilmu. Banyak orang yang berkunjung ke perpustakaan ini. Terlalu banyak malah, sampai-sampai ruangan pohon ini padat seperti pasar, namun tetap dalam kondisi tenang. Menurut Pangeran Keylan, kota ini banyak dari golongan terpelajar. Jadi wajar bila mereka sering kemari untuk mendukung kegiatan sekolah.
Semua perhatian tertuju pada kami sewaktu melangkah ke dalam. Sebagian besar mereka merupakan wajah-wajah remaja bila dihitung dengan usia manusia. Banyak pasang mata terpaku pada Pangeran Keylan, mereka menunduk dan memberi jalan pada kami. Sepertinya mereka telah diajarkan untuk menghormati anggota kerajaan. Sebagian pasang mata beralih padaku. Mungkin inilah pertama kalinya mereka melihat Haier-Elvian. Rasa penasaran jelas sekali terpampang pada wajah mereka.
Aku cuek dengan itu semua. Kemudian berjalan menuju rak-rak dengan papan nama yang bertuliskan 'Sejarah'. Pangeran Keylan sibuk dengan remaja-remaja yang mewawancarainya seperti wartawan. Tidak setiap hari mereka bertemu dengan anggota kerajaan dalam kunjungan tidak resmi seperti ini. Sementara pengawalnya sibuk memisahkan mereka dengan tuannya. Sebenarnya ini kejadian yang cukup lucu. Remaja-remaja itu pastilah menganggap pangeran ketiga sebagai sosok yang dikagumi. Pasti pria itu takkan menyangka akan dikerubuti oleh orang yang mengaguminya. Aku bahkan tak kuasa menahan tawa melihatnya. Ia terlihat kesusahan, tapi kurasa hal itu takkan membuatnya terganggu.
Derap langkah kecilku mengalun di antara rak-rak buku bertingkat. Memang banyak buku di sini yang membuatku tertarik, namun waktu yang kumiliki tak cukup untuk membacanya. Jadi mau tidak mau aku hanya memilih beberapa di antaranya. Aku mengambil lima buah buku dengan judul yang menurutku bisa membimbing pada informasi Kristal Roh. Namun percuma. Meski telah kubaca habis, informasi itu tetap tak bisa kutemukan. Kemudian aku mengambil beberapa buku lagi dan membacanya hingga petang.
"Percuma, tetap tidak bisa kutemukan," gumamku dengan lirih. "Ini lebih sulit dari pada di kota Glafelden."
"Memangnya apa yang kau cari?"
Tiba-tiba aku terkesiap dengan suara yang mendadak muncul. Pangeran Keylan sudah ada di bangku depan tempatku membaca buku. Senyum hangatnya yang seperti mentari pagi seakan membuatku selalu berada di pagi hari walau sebenarnya senja telah datang.
"Tidak, bukan apa-apa, kok."
"Yakin?? Dari awal sepertinya kau memang ingin mencari sesuatu di sini, loh."
Aku kebingungan. Sebenarnya aku tidak ingin lagi ada orang selain Almira yang mengetahui rahasiaku yang bukan berasal dari dunia ini. Karena mungkin bisa membahayakan diriku dan teman-temanku nantinya.
Tapi ... mau bagaimana lagi?
Informasi ini sangat sulit untuk ditemukan. Padahal, aku harus mencarinya supaya dapat menemukan jalan kembali ke dunia asal. Pria yang mempunyai kedudukan tinggi ini sepertinya tahu sesuatu seperti yang Almira pernah katakan. Sebaiknya kutanyakan saja dari pada tidak sama sekali.
"S-Sebenarnya ada informasi yang ingin kucari."
"Hoo ... apa itu?" tanya Pangeran Keylan dengan sedikit tertarik.
"Tentang Kristal Roh."
Seketika itu juga wajahnya berubah menjadi sangat serius. Ekspresi yang tidak pernah ia tunjukkan padaku selain senyum hangatnya. "Kenapa kau bisa tahu tentang hal itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Reborn as A Haier-Elvian: Sang Pemburu Darah dan Sang Penyihir
FantasíaPada awalnya, aku hanya mengikuti pelantikan anggota baru Klub Taekwondo yang diadakan di awal tahun ajaran baru. Namun entah apa yang terjadi. Tiba-tiba saja benda misterius yang menyeretku dan teman-temanku ke sebuah hutan antah berantah. Aku pun...