Suara dentuman keras tercipta kala bola angin itu menghantam dinding dan mengakibatkan sebagian langit-langit runtuh. Bebatuan bercahaya, tanah, dan kerikil berluruhan dari atas. Separuh pelantaran luas diselimuti oleh debu tebal yang membuatku tak bisa menerka keberadaan Dimas.
Tenagaku langsung lenyap. Ketakutan menjalar ke tulang punggung dan memberi tubuh ini rasa ngeri yang hebat. Sambil bergantung pada serabut akar pohon Hanarusa, mataku terbelalak lebar. Memandang ke arah bawah, berharap Dimas segera keluar dari debu yang beterbangan dan menyerang kaki monster itu seperti sebelumnya.
Namun, ia tetap tidak muncul meski waktu telah berlalu. Bulir keringat mengucur dari dahi. Tak sepatah kata pun terucap dari mulut sembari mengharapkan kemungkinan yang terbaik.
Tapi ... sampai kapan aku harus terus berharap? Bagaimana kalau harapan itu tidak pernah muncul?
Berbagai pertanyaan negatif terus datang ke dalam kepala, membuatku tidak bisa berpikir dengan jernih. Ditambah dengan kebimbangan serta kecemasan berlebih, rasa takutku semakin menjadi-jadi. Aku melihat ke atas, pintu keluar terletak hanya beberapa meter di atasku. Aku bisa saja naik ke atas dan segera keluar dari sini.
Kendati demikian, aku merasa tindakan seperti itu tidaklah benar. Aku tetap tak akan bisa berbuat apa-apa meskipun sudah berada di atas permukaan tanah.
Tidak, bukan seperti itu. Lebih baik kukatakan secara jujur. Aku tak sanggup meninggalkan Dimas sendirian di sini. Aku tidak bisa. Dia adalah teman terbaikku selama ini. Hanya dialah yang selalu bersama dan menjagaku di sisinya. Aku tidak boleh kehilangannya.
Tanpa berpikir panjang, aku melepaskan genggaman pada serabut akar pohon Hanarusa dan membuat tubuhku meluncur ke bawah. Aku menuruni dinding yang curam dan berbatu sebelum akhirnya jatuh ke atas tanah. Kulit tangan dan kakiku sempat terluka karena bergesekan dengan batu, tapi aku tidak mempedulikan hal itu. Dibanding dengan apa yang akan kurasakan saat kehilangan Dimas, luka lecet hanyalah masalah kecil.
Aku segera berlari mendekati monster itu dari belakang. Dari pertarungannya dengan Dimas, aku menyadari kalau burung hantu itu menggunakan matanya yang tajam untuk melihat pergerakan lawan. Seharusnya ia tidak bisa melihatku yang datang dari titik buta. Tanganku dengan cepat mengeluarkan Viglet Harapan dari dalam saku dan mengarahkannya pada punggung monster.
"Vitr Bris!"
Bersamaan dengan itu sebuah gumpalan angin terkonsentrasi pada ujung tongkat magisku. Hanya butuh beberapa detik saja hingga gumpalan angin sebesar bola kasti membengkak hingga berdiameter dua meter. Jika yang kupegang hanyalah viglet biasa, akan butuh waktu lama untuk membentuk pusaran angin hingga sebesar itu. Lain cerita jika yang kupakai adalah senjata yang dahulu digunakan oleh Pangeran Ketiga Kerajaan Elvian Barat. Aku berani bersumpah, ini adalah gumpalan angin paling besar yang pernah kubuat dengan mantra 'Vitr Bris'.
Sesaat kemudian aku segera melepaskan Esze itu ke atas, tepat ke arah punggung monster. Suara jeritan melengking kencang dan menggema di dalam ruangan raksasa, tatkala gumpalan angin menyentuh badannya. Beberapa bulu lepas dan berguguran jatuh ke atas tanah.
Burung hantu raksasa itu langsung menoleh ke belakang, memperhatikan pelaku yang baru saja menyerangnya diam-diam. Tepat ke arahku.
Pandangannya begitu tajam seakan hendak menusuk jantung. Jika saja sebuah pandangan dapat membunuh, mungkin aku sudah terbunuh ratusan kali olehnya. Kepalaku harus mendongak ke atas untuk membalas tatapannya. Dilihat dari dekat, wujudnya benar-benar besar. Kakiku sampai gemetar tatkala melihatnya dari jarak sedekat ini.
Monster itu membalikkan badannya, ia mengembangkan paru-parunya ke depan. Pose ini! Pose yang sama dengan serangan yang barusan ia lakukan pada Dimas. Ia akan menyerangku dengan gumpalan angin dari mulutnya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Reborn as A Haier-Elvian: Sang Pemburu Darah dan Sang Penyihir
FantasíaPada awalnya, aku hanya mengikuti pelantikan anggota baru Klub Taekwondo yang diadakan di awal tahun ajaran baru. Namun entah apa yang terjadi. Tiba-tiba saja benda misterius yang menyeretku dan teman-temanku ke sebuah hutan antah berantah. Aku pun...