Tidak lama setelah Almira selesai memasak, terdengar suara ketukan kencang dari balik pintu depan. Suaranya bahkan mengejutkan Cedric yang tengah menyantap sarapannya. Hal itu sontak membuat bocah itu ketakutan setengah mati. Wajahnya mendadak tampak sangat pucat.
"Permisi!! Buka pintunya!!" teriak seseorang dari balik pintu. Suaranya yang berat dan lantang mampu membuat siapa pun tersentak. Almira bertukar pandang dengan Cedric.
"Ma-Mama, itu apa?" tanya Cedric dengan lirih.
"Tenang saja, bukan masalah! Biar mama yang hadapi ini," jawab Almira diiringi senyum tipis guna menghilangkan ketakutan di wajah Cedric.
Perempuan yang kini berkulit sawo matang itu lantas beranjak dari meja makan, berlalu ke arah pintu depan, dan perlahan membuka knop pintu. Bersamaan dengan suara reyot pintu kayu yang berderit, terlihatlah seseorang dengan sosok tinggi dan besar. Kulitnya gelap, tatapan matanya tajam, dan tak terlihat ada sedikit pun senyum di ujung mulutnya ketika bertamu ke rumah orang.
"Maaf, apa ada yang bisa kubantu?" tanya Almira dengan menurunkan nada bicaranya, berpura-pura menjadi perempuan yang lemah.
"Kami ingin memeriksa rumahmu. Sementara itu kau tunggulah di luar," ucap prajurit berkulit gelap itu.
Tanpa mengucap sepatah kata lagi, prajurit bertubuh tinggi besar itu langsung masuk ke dalam rumah, diikuti dua orang prajurit lainnya. Almira sempat terdorong ke belakang ketika prajurit itu memaksa masuk.
"Mama! " pekik Cedric melihat ibunya terjerembab. Bocah itu lantas berlari ke arah pintu.
Almira meraih putra semata wayangnya dan pergi ke luar rumah. Di sana ada banyak penghuni rumah di sekitar yang tengah diperiksa dan diinterogasi oleh para prajurit. Salah seorang prajurit mengarahkannya untuk berbaris, menunggu giliran untuk diperiksa.
"Mama, ada apa ini? " rengek anaknya dengan mata yang mulai berair. Bocah itu ketakutan setelah melihat sikap kasar prajurit terhadap ibunya, ia merasa hal buruk akan segera terjadi.
"Entahlah, ibu juga tidak tahu, " jawab Almira sembari memeluk dan mengelus punggung Cedric guna menenangkannya. "Jangan takut, semua akan baik-baik saja. "
Tidak beberapa lama kemudian prajurit bertubuh besar dan tinggi keluar dari rumah Almira. Wajah datarnya seakan memperjelas bahwa ia tak menemukan apa pun dari dalam sana. Lalu berjalan menuju dua orang prajurit yang tengah menginterogasi.
"Biar kuambil alih bagian ini, kau bantu yang lain untuk menggeledah rumah-rumah!" perintahnya pada salah seorang bawahannya.
"Siap, Kopral Satu Obrigis! "
Setelah seorang prajurit pergi, Obrigis yang baru saja bertukar tugas, mulai menginterogasi para penghuni rumah yang berada di luar. Almira menatap cemas ke arah prajurit berkulit legam itu. Entah mengapa, ia merasa bila pria itu adalah orang yang patut untuk diwaspadai.
Beberapa menit telah berlalu, antrian para penghuni yang akan diinterogasi memendek. Kini tiba giliran Almira. Ia berhadapan langsung dengan Obrigis. Tatapan tajam pria itu membuat Almira terganggu.
Terlihat ada sedikit keraguan di wajahnya, namun setelah menenangkan dirinya sendiri dengan menghembuskan napas panjang, ia berjalan maju. Tangannya mengenggam erat Cedric seakan khawatir bocah itu akan lepas dari pengawasannya dan dilukai Ksatria Elit.
"Siapa namamu? " tanya Obrigis dengan nada datar.
"Almira."
"Apa kau mengenal seseorang bernama Anggi di kota ini? "
Tepat seperti dugaannya, tujuan Ksatria Elit memblokade wilayah pinggir kota, lalu menggeledah rumah penduduk serta menginterogasi penghuninya tidak lain untuk menemukan Anggi si Haier-Elvian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reborn as A Haier-Elvian: Sang Pemburu Darah dan Sang Penyihir
FantasyPada awalnya, aku hanya mengikuti pelantikan anggota baru Klub Taekwondo yang diadakan di awal tahun ajaran baru. Namun entah apa yang terjadi. Tiba-tiba saja benda misterius yang menyeretku dan teman-temanku ke sebuah hutan antah berantah. Aku pun...