Chapter 01: Benda Misterius

664 47 15
                                    

Awan kelabu di angkasa yang menurunkan jutaan titik air hujan, adalah hal yang pertama kali kulihat saat pertama membuka mata. Tubuhku terombang-ambing di atas ombak ganas di tengah badai besar, di atas sebuah kapal perang yang akan segera karam. Serangan puluhan meriam akhirnya mampu melubangi lambung kapal terbesar dan terkuat seantero samudera. Kapal miring 60 derajat ke kiri. Membuat benda-benda bergeser ke salah satu sisi.

Sebuah peti kayu membentur kepalaku sebelum akhirnya menabrak pagar dan tercebur ke dalam laut. Nasibku akan berakhir sama jika saja tiang pancang tak menahan laju badanku. Napasku sesak dan tersengal. Kapal ini dalam keadaan terpanggang oleh si jago merah. Lidah-lidah api terlihat dimana-mana, menjilat apa pun yang bisa dilahap. Hujan deras tak mampu memadamkannya, justru memperparah keadaan. Sebuah ledakan terdengar lagi dari lambung kapal. Suaranya memekakkan telinga dan menggetarkan seluruh isi kapal. Asap tebal menyerebak mengikuti arah angin, tepatnya ke atas dek ini.

Jika saja tubuhku bisa digerakkan, aku sudah menyelamatkan diri. Namun aku tak bisa. Sebuah luka tusukan di perut menahanku di atas kapal ini. Menguras darah, tenaga, serta harapan. Belum lagi ditambah memar dan luka lainnya yang kukoleksi di tubuh ini, yang justru membuatku bersyukur masih bisa bertahan hidup sampai sekarang.

Suara dentuman meriam terdengar saling bersahutan. Begitu pula dengan dentingan logam dan gemuruh petir menggelora di udara. Mesin-mesin kapal semakin menderu kencang. Mereka tak peduli. Mereka berpura-pura tidak melihat. Ratusan ribu orang yang gugur dan terluka diabaikan demi kemenangan yang dikejar oleh masing-masing pihak. Tak ada satu pun yang yang berniat mengalah. Serang dan menang, itulah yang ada di pikiran semua orang di lautan ini.

Termasuk diriku, yang harus kandas memperjuangkan harapan semua orang. Rasa sakit dari lukaku mulai mematikan seluruh indera. Tak bisa bergerak, mendengar, ataupun melihat. Yang bisa kulakukan hanyalah pasrah menerima keadaan. Berteman dengan kegelapan yang mulai menyelimuti. Ketenangan ini satu-satunya kemewahan yang tidak pernah kurasakan selama perang meletus. Entah mengapa aku jadi teringat memori beberapa tahun silam. Dahulu, aku pernah merasakan ketenangan seperti ini. Ketika tubuhku terapung-apung di dimensi lain. Mendadak aku jadi rindu masa lalu.

Masa di mana aku ... memulai segalanya.

=====================

'Botak' adalah nama panggilannya. Diambil dari gaya rambutnya yang cepak seperti bintara. Saat rambutnya tumbuh panjang, ia akan memangkasnya dengan model yang sama. Karena itulah kata 'Botak' selalu melekat pada dirinya. Namun hanya rekan-rekan seangkatannya saja yang berani memanggilnya begitu. Bagi kami yang masih anggota baru, melakukannya sama saja cari mati.

"Hei, Cebol! Berikan kecap itu!" perintahnya yang duduk di seberangku.

Tanganku gemetar setelah mendengar suaranya yang mengagetkan, mencoba memberikan sebotol kecap manis dari dalam kantung plastik. Sumber cahaya di kegelapan ini hanya api unggun dan lampu minyak. Saat ingin memberikannya, angin gunung yang tiba-tiba berhembus ditambah mataku yang kurang awas membuatku menjatuhkannya tidak sengaja.

"Hei, kau bodoh, ya! Berikan dengan hati-hati!!" ia menghardikku dengan suara yang tinggi.

"I-Iya! Maaf, Kak Indra!"

Tanganku dengan tergesa-gesa memungut botol itu kembali, kemudian memberikan padanya. Dalam sesaat, pandangannya menusukku dengan dalam. Aku menelan ludahku saat mengamati otot lengannya yang terbentuk nyaris sempurna. Dengan berlatar pepohonan besar yang disirami cahaya dari pijaran api, sosoknya yang sedang memanggang ikan mirip dengan seorang tentara yang sedang bertahan hidup di alam liar.

Indra Pradipta atau 'Si Botak', saat ini aku berhadapan dengan lelaki yang menghabiskan hampir seluruh waktu luangnya untuk berolahraga dan membentuk ototnya. Tak ayal, kini bentuk tubuhnya tak kalah dari binaragawan profesional yang sering muncul di televisi. Dengan postur seperti itu, jangankan sesama anak sekolah, aku yakin banyak orang dewasa yang merasa segan dengannya. Ditambah dengan sifatnya yang agak keras dan tegas pada siapa pun tak peduli laki-laki atau wanita sepertiku. Memang, pria ini adalah perwujudan asli dari karakter senior galak yang biasa kutemui dalam novel.

Reborn as A Haier-Elvian: Sang Pemburu Darah dan Sang PenyihirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang