Kim Jinhee. Perempuan tak berdosa yang benar-benar membenci kehidupannya. Andai saja ia bisa menciptakan dirinya sendiri, ia pasti sudah menciptakan kehidupannya dengan sempurna. Punya wajah cantik, tubuh bagus, pintar, disenangi banyak orang, dan lahir di keluarga yang kaya raya. Kalau ia memiliki semua itu, mungkin ia akan benar-benar menghargai apa arti dari sebuah kehidupan.
Ia ingin sekali dilahirkan kembali, tapi tentu saja bukan sebagai Kim Jinhee. Ia menginginkan sebuah kehidupan baru yang dapat membuatnya bahagia. Itulah kenapa, setiap harinya, ia terus menyakiti dirinya sendiri. Ia berharap ajal segera menjemputnya agar ia bisa dilahirkan kembali.
Tapi hal itu tidak kunjung terjadi.
Mau Jinhee menyakiti dirinya sebanyak apapun, ia masih dapat diselamatkan. Karena itu, ia semakin membenci dirinya sendiri.
Jinhee telah mengalami banyak sekali ketidakadilan. Pertama, ia dilahirkan tanpa memiliki orang tua. Ia dibuang ke panti asuhan sejak ia masih bayi. Tega, bukan? Sampai sekarang, Jinhee tidak pernah tahu bagaimana rupa kedua orang tuanya.
Kedua, ia dilahirkan memiliki wajah jelek dan badan berisi. Beberapa kali ia berusaha mengubah penampilannya, tapi semuanya tidak dapat menutupi keburuk-rupaannya. Beberapa kali juga ia mengikuti program diet dan tidak makan apapun selama satu minggu, tapi beratnya juga tidak kunjung turun. Yang ada, malah ia mendapat omelan dari ibu panti asuhannya karena ia harus membayar biaya rumah sakit Jinhee.
Ketiga, Jinhee telah mengalami perundungan sejak ia duduk di bangku SD. Sampai sekarang, ia masih mengalaminya. Orang-orang seakan tidak ada puas-puasnya menyiksa Jinhee. Kenapa Jinhee harus memenuhi nafsu ganas orang-orang itu setiap saat? Jinhee lelah! Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Semua anak-anak di kelasnya tidak ada yang ingin berteman dengannya. Ia dikucilkan. Tapi tenang saja, sebentar lagi ia akan lulus. Mungkin saat SMA nanti, ia bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Yah...semoga saja.
Saat ini, Jinhee sedang berjalan menyusuri lorong sekolahnya. Ia bisa merasakan tatapan orang-orang di sana yang memandangnya dengan penuh kengerian. Padahal ia tidak melakukan apapun, hanya berjalan saja. Apa yang salah?
Jinhee berhenti sebentar di depan lokernya. Ia perlu mengambil sebuah kalkulator karena pelajaran selanjutnya adalah matematika. Saat ia menutup pintu lokernya, ia melihat Hyunjin berdiri tak jauh darinya. Jinhee melihat laki-laki itu sedang menguras habis isi lokernya dan memasukkannya ke dalam tas.
Jinhee memutuskan untuk menyapa Hyunjin. Dari sekian banyak orang, hanya Hyunjin yang baik padanya. Laki-laki itu pernah menolongnya sekali waktu ia dipermalukan di cafetaria. Itulah kenapa Jinhee berani mendekati Hyunjin.
"Hai..."
"Oh...hai Jinhee!" Sapa Hyunjin ramah. Tangannya masih sibuk membersihkan isi lokernya itu.
"Kamu ngapain? Mau pergi? Ini kan masih belum jam pulang sekolah?" Tanya Jinhee.
"Oh...ini.." Hyunjin melirik ke arah Jinhee sekilas sebelum kembali menatap isi lokernya. "Aku ditunjuk sama sekolah buat ikut kegiatan baksos. Ini aku mau berangkat."
"Ooo..."
"Jin, udah siap belom? Lama banget sih!" Baru saja Jinhee hendak berbicara, suara seorang perempuan telah menginterupsinya. Wanita itu mendadak muncul dan memukul pundak Hyunjin.
Dia Shin Ryujin. Jinhee kenal dengan Ryujin karena mereka bertiga sekelas. Jinhee juga tahu kalau mereka sepasang sahabat. Persahabatan mereka sangat terkenal. Bahkan tak jarang rumor yang menyebut mereka berdua sebenarnya berkencan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Universe ✔
Fanfiction"I will always go towards you, And go find you until the end. Even slightly left behind, I'll catch up with you." -My universe-