21. Isakan mama

2.1K 283 9
                                    

Taehyung hilang kabar, ponsel kakaknya mati 3 hari ini. Saat bertanya pada Jimin pun sama, Taehyung tidak bisa dihubungi. Kata teman setimnya yang Jimin hubungi, Taehyung menambah porsi latihannya sendiri. Mungkin karena itu Taehyung jadi lebih ingin fokus pada pertandingan. Hari ini sudah semi final harusnya.

Mama juga izin padanya ke jogja, ada urusan menyangkut pekerjaan katanya. Tapi entah mengapa Jungkook merasa mama hanya sedang menghindari ayah. Jungkook 3 hari ini selalu sendirian di rumah, ayah juga selalu pulang larut dan berangkat pagi buta.

Keluarganya sedang tidak baik-baik saja. Jungkook berharap Taehyung tidak mengetahui hal ini, ia tidak mau kakaknya jadi kepikiran.

Mengusap peluh didahinya yang semakin banyak, Jungkook kembali berlari mengelilingi lapangan. Hari ini dia terlambat, asisten rumah tangganya lupa membangunkan.

Rasanya Jungkook jadi sangat merindukan mama, padahal baru dua hari mama pergi.

Tepat diputaran ke dua puluh atau putaran terakhir, Jungkook limbung. Beberapa anak yang dihukum dan anggota osis bergegas mmengangkat dan membawanya ke UKS. Badan Jungkook panas, anak itu demam tinggi.

"Mampus gue yang hukum lagi, mana tau Jungkook sakit."

"Panik ga lo? Astaghfirullah anak pemilik sekolah loh ini."

Jungkook sudah sadar tapi ia masih enggan membuka matanya, ia juga masih bisa mendengar suara-suara di sekitarnya, dia hanya terlalu pusing untuk membuka mata.

"PERMISI WOY ALLAHU AKBAR." Jimin mendelik kesal pada beberapa siswi yang memenuhi pintu, siswi-siswi yang dihukum bersama Jungkook tadi malah mengikuti sampai ke UKS.

"Osis lo ngapain ngrumpi disini? itu anak telat lo urus sana!" Jimin beneran emosi kali ini, melihat keadaan sangat tidak kondusif dan dua anak osis malah mengobrol sendiri di dekat brankar.

"Maaf kak, bisa sopan sedikit tidak? kami kan mengantar Jungkook, mereka juga yang menguntit kesini."

'Bloon sia teh. Udah ga bisa ngatur sewot lagi'

"Terus kalo tau ada yang nguntit apa gunanya lo ga ngatur?"

Satu anak osis yang tadi bersuara tidak lagi menyanggah, sementara satunya meminta maaf pada Jimin dan menarik temannya keluar UKS.

"Tolong banget ini mah Jim, gue lagi rawat Jungkook lo bisa diem ngga?!"

Jisoo mendelik malas pada Jimin yang sudah cengengesan duduk di sebelah Jisoo yang sedang membuatkan kompres untuk Jungkook. Jisoo salah satu anggota PMR.

"Lo kan mantan anak osis, tau kaga tadi siapa."

"Lupa gue dah, kayanya anak kelas sepuluh."

"Gayanya selangit."

Bisa Jisoo bilang yang tadi itu pembelaan diri dari kegagalan menjalankan tugas. Jisoo rasa dia harus berbicara pada ketua osis untuk lebih memperhatikan anggotanya.

Jisoo merawat Jungkook hingga demam anak itu turun, dan Jimin antar pulang. Kabar pingsannya Jungkook menyebar seantero sekolah.

Bisa dibilang jungkook jarang sekali pingsan selama 15 tahun hidup. Ini mungkin baru yang ketiga kalinya. Jimin sudah pulang sejak tadi, Jungkook melanjutkan tidurnya saat rasa kantuk mulai kembali datang.

Pemuda bergigi kelinci itu tidur hingga 5 jam, sekarang sudah jam 2 siang lebih. Jungkook terbangun karena getaran ponselnya di nakas. Nama mama tertera di layar.

"Halo mama!" Padahal dia masih pusing, tapi terlalu bersemangat akan mendengar suara mama setelah dua hari mama hanya menghubunginya via chat.

Tangannya gemetar, di seberang sana terdengar isakan pilu dari mama. Lidah Jungkook kelu sekedar untuk bertanya kenapa mama menangis.

"Kookie, ayah akan kembali dengan ibu Taehyung. Mama akan berpisah dengan ayah." Suara mama sedikit terbata-bata karena tangisnya.

"Lusa mama pulang jemput Jungkookie ya, kalau bisa kookie ke rumah lama atau hotel nanti mama transfer." Lanjut mama.

Jungkook meremang, kepalanya seperti diremas kuat. Pun tangannya yang gemetar hebat.

"Iya mama." Meski banyak jawaban yang terselip dipikiran, hanya itu yang mampu Jungkook ucapkan hingga panggilan terputus.

Dunianya hancur lagi, kebahagiaan yang menerbangkannya tinggi seketika lenyap dan membantingnya kuat ke dasar bumi. Jungkook tidak menangis, meski getar tubuhnya tidak mau berhenti.

Mama tidak pernah menangis separah ini lagi setelah terakhir kali saat ayah meninggal. Perempuan itu selalu berusaha kuat untuknya, Jungkook sangat tau. Mendengar isakan mama seperti mendapat ribuan tusukan di hatinya.

Jungkook berusaha menenangkan diri, setelah ayah pulang fia harus berbicara pada ayah secepatnya.

Pintu terbuka, ada asisten rumah tangganya yang membawa makanan dan obat. Perempuan paruh baya itu tersenyum hangat, mengusap dahi Jungkook untuk memeriksa panasnya.

"Sudah tidak demam, kalau pusingnya masih den?"

Jungkook mengangguk, "Masih bi."

"Mau bibi suapin atau makan sendiri?"

"Makan sediri aja."

Setelah bibi pamit, Jungkook memakan sayur sup dengan tambahan baso kecil yang selalu dia suka. Memakannya pelan karena jujur kepalanya masih terasa pusing.

Setelah usai, Jungkook membawa nampan ke bawah. Dia sangat berhati-hati takut malah terjatuh. Tidak ada siapapun di dapur, Jungkook meletakkan begitu saja dan kembali ke atas.

Langkahnya berhenti di tangga teratas saat mendengar suara Taehyung. Benar saja, ayah dan Taehyung sedang berjalan menuju ruang tengah.

"Ayah! ayah harus jelasin ke Tae dulu."

Pemuda dengan pakaian voli itu mengikuti ayah dari belakang, ayah tidak menjawab hingga mereka tidak terlihat lagi dari balik tembok.

Jungkook terduduk, dia juga harus berbicara pada ayah perihal mama. Jungkook harus mendengar langsung penjelasan ayah. Jika dilihat sepertinya Taehyung sudah mengetahui hal ini.

Perlahan kakinya kembali turun menyusuri tangga, menebak dimana kira-kira Taehyung dan ayah berbicara. Ruang kantor menjadi tujuan pertama.

Jungkook baru akan mengetuk pintu saat terdengar teriakan Taehyung.

"YA SUDAH CERAIKAN MAMA!"

Hatinya sakit, hatinya hancur. Air mata yang tidak keluar sejak tadi akhirnya jatuh begitu banyak. Jungkook mengepalkan kedua tangannya dan berjalan mundur menjauhi ruang kerja ayah, hingga dilangkah kelima dia berbalik dan berlari menuju tangga, kembali ke kamarnya.

Bibi yang baru saja dari dapur melihat semuanya, dia terlalu kaget mendengar apa yang Taehyung teriakan hingga tertinggal Jungkook yang sudah berlari.

Keluarga ini sudah tidak pernah ada masalah selama hampir empat bulan terbina, tapi sekali ada rasanya seluruh isinya dihancurkan.

Jungkook mengemasi barangnya, tidak semua tapi setidaknya yang muat di koper. Dia akan menginap di hotel, jika di rumah lama ayah pasti akan menemukannya.

Terkekeh pelan, Jungkook memukul kepalanya sendiri. Memangnya ayah akan mencarinya? percaya diri sekali dia bisa berpikir begitu.

Membawa koper besar itu keluar, Jungkook bersyukur hanya ada satpam yang melihatnya. Dia tidak menjawab apapun rentetan pertanyaan dari pak satpam dan memasuki mobil yang dipesannya. Dia harus bergegas.

Tangisnya berusaha mati-matian Jungkook tahan. Kepalanya kembali berputar, Jungkook memejamkan mata. Berharap bukan hanya pusingnya yang hilang, tapi dirinya juga.

Rasa kecewanya pada ayah dan Taehyung, membumbung tinggi. Hatinya sudah patah, karena keluarga barunya.

●●●

Karena udah selesai ngetik jadi aku up hari ini, 25 vote bisa ngga nih😋

Dek Jungkook ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang