Suara ketukan pintu kamar menyadarkan Jungkook dari rasa frustasinya mengerjakan soal Matematika. Pemuda yang kini hanya memakai kaos oblong dan celana kolor pendek itu meneriakkan kata masuk tanpa menoleh. Hingga wangi dari seseorang yang sudah familiar di indra penciumannya semakin mendekat.
"Kenapa kok loyo begitu?"
Mama meletakkan gelas susu di sebelah Jungkook, agak jauh sedikit karena takut tersenggol. Yang ditanya cemberut, menyenderkan kepalanya pada perut mama.
"PR aku susah banget, sebel."
Terkekeh kecil, mama meneliti soal-soal yang berderet rapi pada buku Jungkook. Dahinya berkerut, wajahnya semakin serius. Tetapi hanya sebentar, karena setelahnya mama ikut merasakan pusing melihat deretan angka.
"Coba Jungkook cari-cari rumus atau contoh soal lain, jangan dari buku aja. Dari web atau Youtube. Kalo ngga minta tolong abang."
Jungkook menggeleng cepat, "Ngga mau, malu sama kak Tae."
Elusan lembut pada kepalanya Jungkook dapat, mama memang selalu saja lembut. "Ya sudah, jangan nyerah gitu ya. Mama turun dulu, Jungkook semangat ngerjainnya. Susunya juga jangan lupa diminum."
Tangan mama dengan cekatan menutup jendela dan menutup tirai. Perempuan berusia 40-an itu juga menyalakan AC, setelahnya keluar dari kamar Anak bungsunya. Jungkook tersenyum kecil, rasa panas menjalar di pipinya. Dia senang melihat mama jauh terlihat lebih bahagia, bahkan badan mama terlihat lebih segar dari biasanya.
Kembali pada soal-soal menyebalkan yang menunggu untuk dikerjakan, Jungkook lagi-lagi cemberut. Mencari refrensi soal yang sejenis selain dari buku, sesuai saran mama tadi. Setelah hampir sepuluh menit akhirnya menemukan soal yang hampir mirip. Dengan senang Ia mulai mengerjakan, berharap jawabannya bisa selesai sampai akhir.
Kamar Jungkook bernuansa hitam dan putih, hitam warna kesukaannya. Kebanyakan baju yang dia punya juga berwarna hitam. Saat baru pindah ke rumah ini, dengan antusias ayah menanyakan mau di dekorasi seperti apa kamarnya. Jungkook yang ragu hanya meminta dekor bernuansa hitam putih. Meski tidak sepenuhnya sesuai ekspektasi, tapi Jungkook cukup puas dengan hasilnya. Dia nyaman disini, apalagi di sebelah kamarnya terdapat kamar Taehyung. Mereka juga sering bercengkrama di balkon kamar masing-masing.
Sudah hampir jam sembilan, empat soal sudah selesai hanya tinggal satu soal yang belum juga bisa Jungkook pecahkan. Kepalanya serasa berasap, mood mengerjakan sudah hilang lagi.
Jungkook mendengar suara berisik dari depan kamarnya, suara Hoseok dan Taehyung. Jungkook baru akan keluar saat pintu kamarnya diketuk tidak sabaran dan suara Jimin memanggil namanya cukup keras.
"Bego berisik." suara Hosoek kembali menyapa indra pendengarannya
Jungkook membuka pintu kamar, disaat yang bersamaan Hoseok tengah membekap mulut Jimin. Senyum Jungkook hampir melebar kalau saja matanya tidak menangkap siluet tidak asing dari balik tubuh mereka.
Park Jinan, yang sedang sibuk menelepon seseorang.
"Ayo turun!"
Taehyung menggeretnya, diikuti Jimin yang masih saja bergulat dengan Hoseok sambil nerjalan. Di belakang, Jinan mengikuti meski matanya masih sibuk memandang ponsel, dan jarinya yang dengan cepat mengetikkan sesuatu disana.
Taehyung membawa mereka ke taman belakang, jaring net sudah terpasang. Dan ada 3 bola voli dipinggir lapangan. Jungkook mengernyit, dan bisikan Jinan membuat rasa ingin menendang laki-laki sebayanya itu meningkat.
"Tiga lawan tiga. Gue mau liat, permainan lo masih bagus ngga setelah setahun lebih ga main." Jinan tersenyum meledek.
Jinan bergabung dengan Jimin, Taehyung dan Hosoek sudah mulai pemanasan. Jungkook dengan terpaksa mengikuti. Kata Jimin, Namjoon sebentar lagi tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dek Jungkook ✔
Fiksi PenggemarBagaimana jadinya jika si anak tunggal Jeon Jungkook dan Kim Taehyung dipertemukan sebagai saudara? Meski tidak sempurna, Taehyung tetap kakak yang Jungkook inginkan. Keduanya berusaha saling menyatu dalam ikatan persaudaraan, tidak terlalu sulit t...