[23] Stalker In Danger

1.8K 226 65
                                    

Hai hai, terakhir up cerita ini 18 hari yang lalu 😂

Edit : salah hitung, yg bener 22 hari yang lalu 😭😂

A/N : semoga tidak bingung dengan alur dalam part ini. Karena part ini sungguh ... .

🙂

If you are reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD, you are very likely to be at risk of a MALWARE attack [inget ya baca yang ori hanya di duren alias dunia oren a

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

If you are reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD, you are very likely to be at risk of a MALWARE attack [inget ya baca yang ori hanya di duren alias dunia oren a.k.a wetped by eiulalalie]
If you wish to read this story in it's original, safe, form PLEASE GO TO : https://w.tt/3uKqYSh



"Mi, gak ganti baju? Baju lo ketutupan darah."

Sentuhan lembut jemari Mozza di bahunya membuat Megan menatap nanar pada bagian depan dress yang ia kenakan. Apa yang Mozza katakan benar, bagian depan bajunya berlumuran... darah.

"Lo tunggu di sini ya, gue cariin lo baju ganti. Untuk kali ini, mau kan pakai baju yang gue cariin buat lo?"

Pertanyaan yang keluar dari bibir Mozza itu permohonan, bukan perintah seperti yang kerap kali diterima Megan selama ini. Mozza beranjak darinya tanpa menunggu jawaban. Dalam keadaan normal saja Megan terlalu malas untuk menyahut, apalagi detik ini. Beberapa meter dari tempat Megan duduk, suara riuh orang berbicara terdengar seperti dengung pelan di telinga Megan. Samar. Jauh. Megan melirik, persis di depan pintu yang tertutup, enam orang sedang berbicara sangat serius. Papa dan Mamanya, kedua orang tua yang tinggal di sebelah rumah mereka, Raga dan Radar. Sesekali Raga atau Mamanya menoleh menatap Megan. Kembali Megan menunduk. Berkalipun dipikir ulang, kejadian beberapa jam yang lalu seperti mimpi. Seperti bukan bagian dari realita.

Seumur hidup, Megan tidak pernah terlibat dalam situasi darurat apapun. Terbayang sedikitpun tak pernah. Ratusan buku yang ia baca berkat rekomendasi Belin, juga tak pernah isi ceritanya sampai membuat Megan berkhayal akan mengalami macam-macam hal seperti dalam novel-novel itu. Megan hidup dengan mengalir begitu saja, tanpa tanjakan maupun turunan. Hanya sedikit belokan, tidak securam tikungan. Sangat minim drama. Megan tidak punya beban hidup yang terlalu memberatkan selain dirinya sendiri yang tidak memuaskan standar masyarakat seperti kata Papa padanya selama ini. Megan lupa, boleh jadi dirinya minim drama, tapi manusia sekitarnya tidak.

"Megan, lo beneran gak kenapa-kenapa 'kan?" Tahu-tahu saja Radar sudah berada di sampingnya.

"Gue oke," jawab Megan setelah lama mengamati Raga di kejauhan, banyak goresan luka di kedua tangan cowok itu. Pikiran Megan bercabang. Hatinya bimbang. Di dalam sana, mereka baik-baik aja kan?

....









"Gue laper," keluh cowok berambut gondrong yang sekarang menyandarkan kepalanya di sisi dinding. "Tapi harus nungguin Megan dulu, baru bisa gue tinggal makan."

My Not So Perfect CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang