Kalau ada tipo, tolong disampaikan,
jangan sungkan 😉
....Sukma tak bisa berkata-kata. Ketika Megan menyeretnya pergi dan membawanya -tak salah lagi- menuju ke studio milik Raga dan kawan-kawannya bekerja. Belum pernah, sepanjang ingatan Sukma, yang walaupun parah, mendapati Megan yang seperti ini. Baru kali pertama Sukma menyaksikan sisi lain sahabatnya itu. Megannya yang jarang berekspresi, Megannya yang santuy dan sangat damai, Megannya yang tak pernah terpancing emosi, selalu nampak masa bodoh dan oke-oke saja tak peduli setajam apa pun drama yang tengah naik turun menukik tajam di sekelilingnya.
Sukma tentu mendengar jelas semua yang diteriakkan Megan di rumah tadi. Walau Megan tidak menyebut langsung nama, tapi jelas-jelas yang dimaksud Megan adalah dirinya dan Raga. Semua sangat jelas terlontar dari bibir Megan yang sekarang tampak enggan membahas apa pun. Rahang Megan mengatup erat. Ekspresinya mengeras, tidak bisa ditawar-tawar, Sukma pun sampai di hadapan Raga. Keduanya kini duduk berseberangan dalam sebuah ruang kecil tempat yang biasa digunakan Yogas untuk menyendiri ketika ingin berkonsentrasi mengerjakan proyek dengan segelas kopi. Di sebelahnya, adalah pantry. Di sanalah Megan duduk diam tanpa bicara. Radar tak lama menyusulnya, mengangsurkan segelas kopi.
"Raga emang lagi dicurigai pihak kepolisian," bisik Radar pada Megan yang diam tak bereaksi. "tapi gue pastiin, dia gak jahat."
....
"Papa lagi istirahat di kamar. Jadi, kita jangan ribut, jangan berantem lagi," nasehat Mama.
Keempat anaknya ditambah sang menantu, Lionel, duduk mengelilingi meja makan dengan bermacam-macam ekspresi.
"Papa gak kenapa-napa kan Mah?" tanya si bungsu.
Mama tersenyum menatap Mario. "Maag papa udah sangat kronis. Bukan maag lagi, tapi gerd."
Si bungsu yang jelas-jelas tidak paham hanya balas memandangnya dengan cemas. Begitu pula Mozza yang langsung murung mendengar penyakit papanya malah berujung lebih parah.
"Sekarang udah baikan, Mah?" tanya Mozza.
"Udah, dikasi obat sama dokter. Intinya jangan sampai telat makan," jawab Mama kemudian melanjutkan pertanyaan yang sudah ingin ia lontarkan dari tadi. "Jadi... Megan pergi kemana?"
Sunyi. Tidak ada yang menjawab. Tidak ada yang tahu. Mereka terlalu shock dengan reaksi Megan yang tidak pernah mereka duga. Termasuk semua kalimat yang diteriakkan.
"Tadi Mi Kuah pergi bareng temennya," ungkap Milo, "Sukma."
Lionel berdehem pelan. "Saya pernah ketemu anak itu."
Semua sontak menoleh pada Lionel. "Di kantor, dimintai keterangan pasca kasus kematian Pak Adyaksa. Sekarang anak sulungnya lagi dicurigai sama pihak penyidik, kebetulan senior saya."
"Kasian anak itu," ucap Mama.
Mozza menangkupkan wajahnya. Seketika merasa gusar dan kesal dengan dirinya sendiri. "Gue gak tau Megan melibatkan diri sama hal seserius itu."
"Sukma temen dia, Kak. Wajar," timpal Milo.
Mozza tidak nyaman hati mendengarnya. "Apa lagi yang gue gak tau?" tukasnya agak frustasi. "Selain dia suka dan akrab sama Gilang dari dulu?"
"Emang Kak Megan gak terbuka sih," celetuk Mario, berusaha menenangkan kakak sulungnya sedikit.
"Kalian bisa bayangin, kita semua nyiapin party buat acara makan malam, spesial buat Miu sama Gilang. Dan dia dengan santainya diem aja ikutan!" tuntut Mozza. "Mama beneran gak tau soal ini???"
Mama menggeleng. "Mama juga baru dengar setelah Pak Gastara membatalkan rencana perjodohan, Nak."
"Ck!" decak Mozza. Masih diingatnya wajah Megan kala itu. "Dengan tampang polosnya dia ikutan acara itu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Not So Perfect Crush
ChickLit[TAMAT] [ROMCOM] [CHICKLIT] Megan punya ribuan alasan untuk membenci sekaligus menyukai Gilang, mantan gebetan juga mantan calon imam idaman. Dan ribuan makian yang siap ia lontarkan. Sayangnya mereka tetanggaan. Bagi Megan yang masa depannya tidak...