[35] Puding (Anak Kesayangan)

1.5K 188 95
                                    






Megan membuka pagar dan melangkah ke teras rumahnya dengan langkah gontai. Ia tadi makan malam bersama Canya dan Deka. Pada akhirnya ia tidak pulang lebih awal malam ini, sengaja tidak ikut makan bareng keluarganya. Megan berdiri diam di depan pintu rumah, mengira-ngira seperti apa keadaannya di dalam sana. Megan tidak tahu bagaimana reaksi orangtuanya, pastinya kabar mereka saling bertengkar sudah diketahui 'kan?

Megan memutar pegangan pintu, bersamaan dengan seseorang juga memutarnya dari balik sana. Milo.

"Hai Kak," sapa Milo.

"Hm."

"Papa masih di meja makan, lagi nyemil," lapor Milo, "katanya mau nungguin sampai lo pulang."

Megan hanya mengangguk dan terus menggerakkan kakinya, berusaha melewati Milo yang masih berdiri dengan satu tongkatnya.

Sebelum jarak menjadi terlalu jauh, Milo menahan sang Kakak. "Kak, tunggu."

Megan menghentikan langkah. Kalau dipikir-pikir, tadi dirinya cukup keterlaluan menjeritkan perkara Milo dan tongkatnya. Megan pandangi adiknya. Inginnya tersenyum tapi Megan sedang tidak bisa bersikap hangat.

"Ini," tunjuk Milo pada kakinya. "gue gak nyalahin lo, Kak. Ini bukan salah lo. Gue-nya aja yang terlalu selfish."

Kalau ada yang tanya, kenapa dulu Milo-lah yang paling sering menghubungi ketika Megan nge-kost dan jarang pulang ke rumah, maka Milo menjawab semua pertanyaan tersebut pada detik ini.

"Dari semua orang di rumah ini, lo favorit gue, Kak. Makanya sikap gue selalu berlebihan tiap lo deket sama orang baru," ungkap Milo.

Pernyataan itu tak ayal membuat senyum Megan melengkung tipis. Ternyata sama, Megan juga paling memfavoritkan Milo dibanding yang lain. Ternyata sejak kecil mereka memang punya kepedulian dan kepekaan tinggi satu sama lain.

"Lo juga," balas Megan, "my favorite lil brother."

Senyum Milo membalas pernyataan manis Megan. Bagi keduanya itu lebih dari cukup untuk menghilangkan amarah, lebih dari sekadar permintaan maaf. Setelah selesai bicara, Milo lantas membiarkan Megan yang buru-buru ke arah dapur. Di sana, Papa menyambutnya dengan senyum. Di sampingnya, Miu tengah mengasurkan piring kecil ke arah Papa.

.....


"Enak Pah buburnya?" tanya Miura. Papa mengangguk.

Megan segera meletakkan gelas berisi teh hangat yang tadi diberikan Miura padanya di meja dengan sedikit sentakan. Megan putuskan untuk segera naik ke kamarnya, mungkin seharian meringkuk di kasur sambil baca cerita di Wattpad yang sudah Megan tabung sekian pekan.

"Ambilin Papa lada ya, biar buburnya lebih enakan," pinta Papa pada Miura. "Mama ngelarang makan pedes. Gak boleh pake sambel dulu katanya."

"Dikit aja ya Pah?" saran Miu. "Wait ya, Miu ambilin."

Sepeninggalan Miura, Megan makin mempercepat gerakannya menjauhi meja makan tapi ...

"Megan, duduk dulu," perintah Papa.

Megan berbalik, memasang wajah ragu namun tubuhnya menurut untuk menarik kursi dan duduk.

"Jauhnya duduk, Nak?" Papa mencetus heran begitu melihat Megan duduk di kursi terjauh.

"Kan tetap kedengeran Pah, keliatan," kilah Megan.

Papa menghela napas. "Di antara anak Papa, kamu yang paling banyak berubah, Megan."

Berubah? Berubah gimana? Dalam artian baik atau buruk? Megan menatap lurus ke arah Papa.

"Kamu inget gak, waktu kecil, di antara semua anak-anak Papa, yang selalu punya waktu luang paling banyak pas weekend itu kamu."

My Not So Perfect CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang