[37] P3K

1.5K 170 120
                                    



- pertolongan pertama pada kebodohan -

^




Part ini sampai berikutnya (mungkin sampai tamat), kita serius ya kawan. Kadar lawaknya masih ada, tapi lebih ke situasinya, bukan lagi ngelawak para tokohnya.
Vote, komen, share and happy reading 😉

[]






Megan baru mengunyah satu suapan dari Deka ketika suara riuh di depan studio membuat mereka semua bergegas berlari dari pantry menuju ruang depan. Di sana, seorang wanita berusia sekitar empat puluhan sedang berusaha menenangkan laki-laki berperawakan sedang. Lelaki itu sedang mengancam Raga.

"Saya kan hanya menuntut rugi atas keguguran yang dialami istri saya beserta apa yang ditinggalkan yang jelas-jelas milik istri saya!"

Raga berdiri tegak meski ditatap bengis. Tidak terlihat takut sama sekali. "Pak, pencairan uang itu murni hak kami, saya dan adik saya. Tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian yang bapak bilang."

Lelaki itu berang bukan main. Ditunjuknya Raga dan dibentaknya dengan suara makin tinggi. "Kamu ini bodoh atau apa?! Kamu pikir siapa yang menyebabkan bayi saya mati dan istri saya sakit, hah?!"

Tubuh yang menantang Raga itu semakin mendesak maju, sang istri sigap menarik lengannya. "Mas sudah, mas. Nanti saya bicarakan baik-baik sama Raga, tidak perlu dengan kekerasan begini."

Kini si Bapak melototi istrinya. "Udah berapa lama kamu dibodoh-bodohi mantan suamimu itu? Apa yang kamu warisi, milik kamu, hak kamu, sampai sekarang saja tidak kunjung diserahkan. Dan sekarang anak sulung kamu bisa-bisanya begini!"

Raga menatap keduanya dengan pandangan dingin. "Ini sebabnya Ayah menahan semua, Mah. Karena laki-laki yang mama nikahin bisa-bisa gak ninggalin apa-apa buat Raga sama Sukma. Mama bahkan gak peduli sama kami."

"Bukan begitu, Nak-,"

"Di surat wasiat Ayah saya, gak ada nama mantan istrinya. Cuma ada saya dan adik saya. Notaris Kabir sudah memvalidkan semua kepemilikan, tanah, rumah, dan deposito bank, semua atas nama saya dan Sukma. Tapi mostly, paling banyak, ya saya."

Merasa sia-sia, si Bapak pun kembali geram mendengar penyataan Raga. "Kasus tindak kekerasan Ayah kamu akan tetap saya proses, untuk menuntut balik ganti rugi atas meninggalnya anak kami!"

Bukannya takut dengan ancaman tersebut, Raga malah semakin menantang, "Mau nuntut bagian mananya? Pelakunya juga udah gak ada! Ke saya? Jelas percuma. Sepeserpun anda gak akan dapat apa-apa."

Sang Mama mulai tampak risih. "Raga, kamu tau ada hak mama. Kamu tau dari dulu masalah ini gak selesai-selesai. Ditambah lagi sekarang Mama baru aja kehilangan anak."

Raga menatap sorot mata Mamanya. Sekelebat kejadian mendatangi benaknya silih berganti dengan cepat. Selama bertahun-tahun, setelah ditinggal pergi, Mamanya hanya mendatangi rumah untuk meributkan harta gono-gini. Bukan untuk menemui Raga atau Sukma. Bahkan beliau tidak bertanya bagaimana kondisi anak-anak secara emosional maupun fisik setelah mendiang Ayah mereka bunuh diri.

Raga tersulut sakit hati. "Pantesan anak Mamah diambil Tuhan, begini ternyata selama ini, lebih milih laki-laki mata duitan ini dibanding bertahan buat anak-anaknya!"

"Kurang ajar kamu!"

BUGG!!!

Lengan yang menahan si bapak dihempas dan kini Raga tersungkur. Megan dan Deka buru-buru mendekat dan berusaha menarik si Bapak sebelum baku hantam terjadi. Yogas yang baru datang langsung terkejut dan segera memisahkan mereka. Megan mundur dan menarik Deka menjauh, karena sadar tenaga mereka tidak memberi banyak kontribusi. Lengan kurusnya tidak akan mampu melerai dua laki-laki dewasa yang sedang bergumul perkara harta. Megan menghampiri perempuan yang kini shock mematung melihat suaminya hendak menghajar anak sulungnya.

My Not So Perfect CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang