[09] Yaudahlah Ya!

2K 259 142
                                    





Berhenti bercanda.
Kali ini, serius.






▐░░░░░░░░░░░░░░░░▌




Usai mengantar berkas lamaran, Sukma menyuruh Megan menelpon Raga. Disuruh konfirmasi, katanya.

"Halo...." Jujur, tone suara Raga enak didengar.

"Siang Kak Raga, ini Megan."

"Oh. Iya. Gimana?"

"Lamarannya udah saya antar tadi. Nyangkut di Pak Satpam."

"Iya Megan. Laporan diterima."

Megan terkekeh pelan.

"Oh ini udah dianter nih sama Pak Satpamnya. Miha... Navierra Gani, betul?"

"Betul, Kak."

"Oke. Udah sampai ke HRD, tenang aja, kalau jodoh pasti bakal ke tahap yang lebih serius lagi kok."

"Oke Kak."

"Oke Megan."

"Iya."

"Iya."

"Makasih Kak. Selamat siang."

"Sama-sama, siang juga Megan."

KLIK - – — •




Megan menghela napas. Ia punya waktu beberapa jam lagi sebelum menjadi bagian dari drama percintaan kakaknya dan si tetangga. Lagi-lagi, ia terbayang wajah tampan yang akan ia lihat kembali dalam waktu beberapa jam ke depan.

Tak menyesal dirinya menggeser lemari, menutupi jendela itu selama-lamanya kalau perlu. Sebab setiap kali atensinya mengarah ke jendela, bayangan ia turun dari balkon laknat itu kembali jelas di benaknya. Terpatri di bagian sel saraf yang sangat aktif mencipta imajinasi. Lengkap dengan perasaan yang mengikutinya.

Gilang mana pernah tahu kalau dirinya turun dari sana dengan begitu mengenaskan. Luka di kedua lutut, perih di telapak tangan, kaki yang terasa kebas dan tentunya, hati yang sempat patah tanpa ampun.

Jam empat lewat tiga puluh menit sore nanti, Megan akan menyaksikan pemandangan yang tidak-tidak. Jadi ada baiknya ia mempersiapkan diri. Megan butuh pengalihan. Ia hubungi satu-satunya yang ia perkirakan bisa membuatnya lebih bersemangat. Maklum, jiwa Megan sedang satu tingkat lebih gelap dari kesuramannya yang biasa.

Belin, sebagai anak teladan, kebanggaan, cantik, pintar dan jago minum sampai jam dua pagi —astagfirullah, abaikan enam kata laknat terakhir barusan– biasanya selalu bisa membuat Megan terkena tempias aura terang dan sigat positif Belin. Walaupun sedikit.

"Bel, lo sibuk gak?"

"Kenapa, Mbak?"

"Temenin gue makan daging asap."

Belin kenal Megan bagaimana. Kalau Megan sudah ngajakin bakar daging asap, artinya butuh teman cerita. "Minum juga?"

"Boleh."

"Oke kapan?"

Megan menghitung waktu. Masih ada beberapa jam lagi sebelum pukul setengah lima sore. "Siang ini."

"What? Kok mendadak sih," keluh Belin.

"Gak bisa ya?"

"Bisa, tapi...."

"Kenapa?"

"Kalau malem aja gimana?"

"Lama banget, Bel. Kalau lo lagi ada urusan, gak usah aja. Gak apa."

My Not So Perfect CrushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang