"Kalau bukan kamu yang menguatkan diri sendiri, lantas siapa lagi?"
BAB 13
Kini Kanaya dan Rasyid sudah pulang dari Bandung, pagi ini di hari senin mereka juga sudah berada di sekolah untuk mengikuti upacara bendera. Kemarin Abigail tidak jadi menyusul Kanaya ke bandung, karena tidak di ijinkan oleh kedua orangtuanya. Padahal Abigail sudah sangat uring-uringan karena kepikiran Kanaya yang hanya pergi berdua dengan Rasyid. Mengingat keduanya sama-sama lajang, dia takut aka nada cinta lokasi di antara kedua gurunya itu.
“Abigail, noh Bu Kanaya udah pulang. Udah lo jangan uring-uringan mulu kenapa sih.” Ujar Juna saat Kanaya melintasi kelas mereka untuk mengajar di kelas sebelah.
“Gue masih penasaran, mereka gak cinlok kan?” ujar Abigail penasaran.
“Coba nanti lo selidikin, siapa tau mereka udah cinlok tapi sembunyi-sembunyi karena biasanya kan gitu. Karena mereka rekan kerja, jadi gak mungkin pacaran secara terang-terangan.” Aji malah membuat Abigail bertambah kesal.
Sia-sia Juna mencoba menghibur Abigail supaya berhenti uring-uringan, malah si Aji seperti kompor yang membuat Abigail seperti cacing kepanasan. Tapi Abigail membenarkan usulan jujur dari Aji, dia akan menyelidikinya sendiri.
Benar saja, dia mengamati gerak-gerik Pak Rasyid dan Bu Kanaya. Tapi tidak ada yang terlihat aneh, memang sih mereka semakin dekat karena menjadi panitia Outbound kelas dua belas. Belum lagi nantinya mereka akan bekerja sama dalam drama yang akan di tampilkan oleh masing-masing kelas.
“Abigail, kaya nya mereka makin deket yah?” ujar Niko kompor.
“Siapa?” Tanya Aji yang memang paling lemot di antara teman-temannya.
“Ya, Bu Kanaya sama Pak Rasyid lah. Lo kata siapa lagi.” Juna menoyor kepala Aji yang lemot.
Abigail tidak memungkirinya, memang semenjak mereka terlibat beberapa projek kerja bersama seperti mengurus outbound dan sebagainya. Nampaknya memang mereka jadi semakin dekat dan hal itu membuat Abigail semakin cemas.
“Gue harus mulai pdkt nih kaya nya.” Ujar Abigail.
“Gila lo Abigail, serius lo mau mulai pdkt sama Bu Kanaya. Sulit deh kaya nya, dia pernah bilang kan kalau udah gak mikirin pacaran, dia maunya cari pasangan yang serius. Yang mengajaknya untuk pergi ke tujuan yang jelas yaitu pelaminan, bukan menjalin hubungan yang tidak jelas tujuannya.” Ujar Aji.
“Kapan dia bilang begitu?” Tanya Juna penasaran.
“Gue belum cerita yah, sepupu gue yang udah kuliah dan kebetulan juniornya Bu Kanaya. Dia nembak Bu Kanaya tapi di tolak dan bilang kaya gitu, sepupu gue yang lebih tua dari lo aja di tolak. Apalagi anak SMA macem lo Abigail.” Ujar Aji baru ingat masalah itu.
Memang Kanaya pernah didekati oleh sepupu Aji yang merupakan juniornya dulu di kampus, tapi sayangnya di tolak mentah-mentah oleh Kanaya karena banyak factor. Salah satunya karena usia dan di rasa sepupu Aji ini memang belum siap untuk ke jenjang pernikahan. Kanaya memiliki standar sendiri, yaitu pasangannya nanti harus lebih dewasa sifatnya dari Kanaya. Memang sih kedewasaan seseorang tidak bisa di nilai dari umurnya. Tapi Kanaya memang sejak dulu tidak sreg pada pria yang usianya di bawah Kanaya.
“Kenapa baru cerita sekarang sih kulit onta!” kesal Niko.
“Ya, maaf. Gue kan lupa.” Aji hanya santai saja dalam menanggapinya.
“Tuh kan, gue bilang juga apa. Pasti bakalan susah banget Abigail, mending lo lupain deh perasaan lo itu. Mending di lupain dari sekarang sebelum perasaan lo makin dalem, nantinya bakal lebih sakit lagi kalau udah semakin dalam.” Kini Herman memberikan nasehatnya.
“Gue gak mau ngajakin Bu Kanaya pacaran lah, habis lulus SMA gue bakal langsung ngajak dia nikah.” Ujar Abigail spontan membuat teman-temannya kaget.
Herman yang sedang memegang plastik es nutrisari pun nyaris terjatuh, menurut mereka Abigail semakin tak masuk akal. Entah dari mana Abigail bisa memiliki pemikiran semacam itu.
“Abigail, kalo ngomong di saring dulu kenapa!” pekik Aji.
“Iya nih, yang bener aja lo mau nikah di usia yang masih sangat muda ini. Gue yakin sih Bu Kanaya pasti gak mau nikah sama bocah, sekolah aja baru mau lulus udah mikirin nikah.” Ujar Niko.
“Gini-gini gue sering bantuin bokap kerja, gue kalau urusan nafkah bisa lah. Gue gak bakal minta sama orangtua kok, gue tinggal ngurusin usaha bokap kan bisa tuh buat nafkahin sama resepsi dan mahar nya.” Ujar Abigail.
“Abigail, nikah itu bukan semata-mata butuh nafkah duit atau resepsi mewah. Tapi lebih dari itu, butuh kedewasaan dalam rumah tangga, tanggung jawab, kesabaran karena badai dalam rumah tangga itu gak melulu dari keuangan.” Ujar Juna menasehati temannya.
“Gue tau, gue akan mencoba berubah kok demi Bu Kanaya. Gue bakal berusaha dewasa, jadi anak baik-baik, dan jadi imam yang baik. Lagian sepupu gue tuh si bang Brandon, dia nikah sama kak Sonya yang usianya tujuh tahun lebih tua. Tapi aman-aman aja tuh, bang Brandon yang petakilan aja bisa jadi kepala keluarga yang baik.” Ujar Abigail. Dia menjadikan Brandon sebagai inspirasinya, dia percaya bahwa tidak ada yang mustahil di dunia ini.
“Abigail, kaya nya harapan lo udah kejauhan deh. Mending yang realistis aja kenapa sih.” Niko benar-benar di buat sakit kepala oleh sahabatnya itu.
***
Sore ini Kanaya pulang dari tempatnya mengajar, dia pulang menggunakan sepeda motor matic nya. Ternyata sesampainya di rumah sudah ada Fera, dia datang untuk meminta Kanaya hadir di acara pertunangannya yang akan di lakukan pada hari sabtu di minggu ini. Ternyata mereka juga sudah menetapkan tanggal pernikahan yang tak jauh dari hari pertunangan mereka.
Dengan kondisi yang lelah sepulang dari sekolah, apalagi dia juga harus mengurusi segala keperluan untuk acara kelas tiga yang akan melangsungkan acara reflesing di bandung selama tiga hari dua malam. Akhirnya Kanaya hanya bisa memaksakan senyum nya, dia tau di acara pertunangan saudaranya nanti pasti akan banyak hujatan dari para tetangga maupun keluarga besarnya. Karena kebetulan di keluarga besarnya, anak perempuan yang paling besar dan belum menikah hanya tinggal Kanaya sendiri. Sisanya masih di bawah umur Kanaya, di tambah lagi di daerah tempatnya tinggal teman SD seangkatannya hanya tinggal beberapa orang yang belum menikah.
“Lo harus nemenin gue loh Nay.” Pinta Fera.
“Iya Fera, lo tenang aja.” Jawab Kanaya seadanya.
Dalam hatinya, Kanaya meyakinkan dirinya sendiri. Dia harus kuat menahan sakit hati karena hujatan yang akan di terimanya. Ini semua demi saudaranya, dia tidak mau Fera sedih, Kanaya turut senang akan kebahagiaan Fera walau saat hari H nanti pasti akan banyak hujatan yang datang padanya.
“Tuh Fera, bilangin Kanaya supaya cepat-cepat menyusul. Jangan betah sendirian terus.” Ujar mama Kanaya.
“Iya tan, semoga jodohnya Kanaya cepat datang. Biar nanti anak kalau punya anak bisa seumuran, biar anak kita nanti mainnya bareng kaya mamanya dulu.” Fera berdoa dengan tulus.
“Aamiin.” Kanaya hanya bisa mengamini saja.
Kemudian karena Fera tau Kanaya lelah, dia memutuskan pulang setelah menyampaikan niatnya. Kanaya langsung masuk ke kamarnya dan mengambil handuk untuk bersiap mandi dan berganti pakaian. Sungguh hari-harinya pasti akan semakin berat, padahal dia jarang keluar rumah untuk main dengan tetangganya, atau nongkrong bersama mereka. Dia hanya melindungi dirinya sendiri, baginya tidak masalah memiliki teman sedikit dari pada banyak teman tapi toxic. Suka menggunjingi di belakang atau menyinyiri di depan. Itulah sebabnya Kanaya jangan keluar rumah dan sahabatnya bisa di hitung jari.
TBC
Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komentarnya 🥳 Terimakasih 💓
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapan nikah?
RomanceFollow dulu sebelum baca! Kanaya seorang guru honorer di SMA ternama yang masih betah menjomblo diusianya yang sudah 24 tahun, membuatnya kerap mendapatkan pertanyaan "Kapan Nikah?" Dari orang-orang. Suatu hari dia berurusan dengan dua pria. Pertam...