Pura-pura

315 64 28
                                    

“Sesuatu yang di awali dengan pura-pura, bisa jadi suatu hari menjadi nyata.”
.
.
.
.

BAB 25

Sore ini Kanaya pergi ke sebuah Cafe sendirian, dia sedih karena bapaknya jatuh sakit dan harus beristirahat di rumah. Kata dokter bapaknya terlalu banyak pikiran sehingga fisik dan batinnya jadi lelah dan membuatnya jatuh sakit. Kanaya tau bapaknya pasti sampai bisa begitu karena memikirkan dirinya. Apa dia minta di jodohkan saja pada kedua orangtuanya agar mereka tidak sedih dan kepikiran terus.

“Kanaya?” sapa seorang pria yang nampaknya tidak asing bagi Kanaya karena belum lama ini mereka pernah bertemu.

“Mas Bagas?” tanya Kanaya memastikan.

“Iya, kebetulan sekali kita bisa bertemu lagi disini.” Ujar Bagas.

“Iya nih, mas Bagas lagi ngapain disini?” tanya Kanaya.

“Kebetulan tadi habis bertemu klien, kamu sendiri sedang apa disini sendirian? Kelihatannya wajahmu sangat murung?”

“Hum, ya gitu deh mas.” Jawab Kanaya malas mengingat kembali hal-hal yang membuatnya sampai galau seperti ini.

“Boleh saya duduk disini? Kamu bisa mencurahkan semua kegundahan hati kamu pada saya.” Ujar Bagas.

“Iya, duduk saja.” Jawab Kanaya.

Padahal biasanya Bagas cuek pada orang lain, tapi mengapa sejak awal dirinya bertemu dengan Kanaya sepertinya perlakuannya berbeda. Mungkin karena gadis itu berbeda dengan gadis-gadis yang selama ini mendekatinya dengan tujuan tertentu. Sementara Kanaya tidak menatapnya dengan tatapan memuja dan mengharapkan sesuatu darinya, maka dari itu Bagas merasa jauh lebih nyaman bersama dengan Kanaya.

“Biasa lah mas, bapak aku lagi sakit gara-gara mikirin aku yang gak nikah-nikah. Mana besok ada acara keluarga di rumah nenek, dan semua sepupu seumuranku sudah pada punya suami. Bahkan yang jauh lebih muda dariku juga sudah menikah, atau memiliki tunangan maupun pacar.” Kanaya menghela napasnya berat.

“Sementara aku, calon saja tidak ada, pacar tidak punya. Terus gimana coba nanti, pengin absen aja rasanya. Tapi, yang bikin kepikiran itu bapak aku yang sedih mikirin aku yang gak nikah-nikah sampai sakit. Aku juga pengin bikin mereka bahagia, tapi aku bisa apa? Jujur aku masih belum siap menikah baik secara materi maupun secara mental. Aku juga sampai detik ini belum bertemu seseorang yang aku rasa sreg di hati. Terus aku harus gimana coba?” Kanaya mengeluarkan semua unek-unek di hatinya pada Bagas, dan lelaki itu nampaknya bisa menjadi pendengar yang baik.

“Saya mengerti rasanya, ketika kita punya keinginan tapi dunia punya kenyataan. Saya juga sedang mengalami hal yang sama, saya malah di ancam oleh papa saya. Kalau di usia saya yang ke 30 tahun nanti belum juga membawa calon istri, maka orangtua saya akan menjodohkan saya. Sementara saya tidak suka di jodoh-jodohkan seperti itu.” Bagas bahkan meluapkan beban pikirannya juga pada Kanaya.

Kanaya nampak sedang berfikir, entah angin dari mana. Tapi dia tiba-tiba terbesit ide gila yang secara mendadak bersarang di kepalanya. Kanaya tidak yakin ini adalah ide yang bagus, mengingat dia dan Bagas juga baru kenal.

“Mas, aku ada ide untuk masalah kita. Tapi ini akan terdengar gila.” Ujar Kanaya.

“Apa itu?” tanya Bagas penasaran.

“Bagaimana kalau kita pura-pura pacaran?” usul Kanaya sambil menahan malu.

Dia ingin mengetok kepala dan mulutnya sendiri yang nampak memalukan. Mungkin dia sudah gila karena tidak kuat mengahadapi tekanan dari semua orang. Tapi dia juga tidak menyangka bahwa dirinya akan segila ini mengajak seseorang yang baru di kenalnya dan baru di temuinya selama dua kali untuk berpacaran. Ralat, maksudnya berpura-pura pacaran.

Tapi tetap saja Kanaya takut kalau Bagas akan menolak usulannya, pasti akan sangat memalukan dan menghancurkan harga diri Kanaya. Atau yang lebih parahnya lagi adalah kalau sampai Bagas malah akan marah dan menganggapnya perempuan aneh dan tidak tau malu.

“Maksudnya, kita kan sama-sama mengalami masalah tentang ini. Nah, kalau kita pura-pura pacaran, maka kita bisa sedikit terlepas dari beban di tanyai tentang kapan nikah dan calonnya. Nanti kalau kita sudah menemukan orang yang tepat, kita tinggal pura-pura putus karena tidak cocok.” Usul Kanaya.

“Bagus juga ide kamu, kalau begitu mulai sekarang kita pura-pura pacaran. Dan kamu akan saya bawa ke rumah untuk di perkenalkan pada keluarga besar saya.” Diluar dugaan, ternyata Bagas setuju dengan usul dari Kanaya.

“Oke deal, tapi mas Bagas juga harus ikut aku ke acara keluargaku.” Ujar Kanaya.

“Hmm, baiklah.” Jawab Bagas.

“Kita harus berpura-pura mesra dan jadi pasangan yang bahagia, jangan sampai orang lain curiga kalau kita cuma pura-pura.”  Kanaya mewanti-wanti.

“Hmm.” Jawab Bagas.

“Coba latihan dulu, dari pegangan tangan.” Ujar Kanaya.

“Harus banget?” Bagas mengernyitkan alisnya.

“Ya, iyalah mas. Kan biar nanti gak canggung.” Ujar Kanaya sambil menyodorkan tangannya.

Sejujurnya Bagas merasa sangat kikuk karena selama beberapa tahun lamanya dia tidak pernah dekat dengan perempuan manapun. Namun benar juga apa kata Kanaya, mereka harus berlatih sejak sekarang agar nanti lebih meyakinkan. Akhirnya Bagas meraih tangan Kanaya dengan lembut, tiba-tiba kedua nya terdiam. Seperti ada sengatan listrik yang membuat keduanya tercengang, maklum saja dua orang itu adalah jomblo yang sudah terlalu lama menyendiri. Seperti ada perasaan hangat yang menjalar ketubuh keduanya, bagaikan aliran listrik yang membuat jantung mereka berdegup lebih cepat dari biasanya.

“Ehem, sambil pegangan tangan gini. Kita harus bahas banyak hal, misal nih pasti nanti kita di tanyain kapan ketemu, ketemu dimana, kapan pacaran dan alasan mengapa kita pacaran. Maka dari itu kita harus mempersiapkan semuanya dari sekarang.” Kanaya menjelaskannya.

“Baiklah.” Jawab Bagas singkat.

“Jadi, kalau di tanya bertemu pertama kali dimana dan kapan. Maka kita jawab juju raja, yaitu saat di bandung pas kamu meninjau proyek dan aku ada survey lokasi. Nah kalau di tanya kapan jadiannya, jawab aja hari ini. Kan kita gak bohong karena semua itu kenyataan. Kita bohong hanya bagian pura-pura pacarannya aja, nah kalau nanti di tanya alasan jadian. Bilang saja kita merasa cocok satu sama lain dan memutuskan menjalin cinta.” Kanaya sudaha seperti kakak kelas yang sedang menatar juniornya.

“Baiklah.” Jawaban Bagas kembali singkat.

“Nah, kalau di tanya berapa kali kita ketemu, ini kita bohong aja apa ya mas. Kaya nya akan terdengar aneh deh kalau kita bilang yang sejujurnya, kita kan baru bertemu kedua kalinya sekarang. Masa kita bilang baru dua kali bertemu dan langsung pacaran.” Pikir Kanaya.

“Terserah kamu saja.” Bagas tidak mau ribet, dia menurut saja usulah dari Kanaya.

“Ya, sudah. Bilang saja kita udah ketemu lima kali, yang kedua, ketiga dan keempat bilang aja di restoran atau cafe.” Usul Kanaya.

“Oke.” Jawab Bagas.

“Tapi sebelum lanjut membahas yang lain, kaya nya udah cukup deh latihan pegangan tangannya.” Ujar Kanaya.

Kemudian Bagas langsung refleks melepaskan genggamannya di tangan Kanaya. Dia bahkan tidak terasa bahwa dirinya seperti menikmati pegangan tangan dengan gadis yang kini menjadi pacar pura-puranya.

TBC

Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komentarnya 🥳 Terimakasih 💓

Kapan nikah? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang