Foto

356 63 6
                                    

“Jangan mengejar seseorang yang tidak mencintaimu, karena hanya akan membuat lelah saja.

Sebelum mencintai orang lain, belajarlah mencintai dirimu sendiri.”
.
.
.
.

BAB 22

“Abigail, kamu gak mau foto bareng ibu juga?” tanya Bu Yuli.

“Gak deh bu, memory kameranya kebetulan udah penuh.” Jawab Abigail berbohong membuat Bu Yuli tertawa.

Aji hanya menatap temannya itu dengan tatapan menuduh, dia tau kalau Abigail hanya berbohong. Dasar modus batin Aji sembari menyerahkan kamera itu pada pemiliknya. Abigail tersenyum puas melihat foto dirinya dan wanita pujaanya, dia akan segera mencetak foto itu dan menyimpannya di dompet.

Setelah selesai berkeliling kebun teh, mereka kembali ke Villa untuk makan siang, lalu jadwal selanjutnya adalah mencari harta karun. Jadi ada hadiah untuk kelompok yang berhasil mengumpulkan banyak bendera saat perjalanan dari Villa menuju air terjun. Kelompok di bagi empat orang terdiri dari dua pria dan dua wanita. Sepanjang perjalanan ada bendera atau pita bertuliskan nama sekolah yang di sembunyikan. Mereka harus mencari sebanyak mungkin dalam perjalanannya ke air terjun.

Abigail satu kelompok dengan Juna, Vani dan juga Bianca. Kebetulan kelompok Abigail adalah anak-anak dari keluarga berada yang cuek dan malas dengan hal-hal seperti itu. Apalagi menurut mereka hadiahnya tidak seberapa, jadi lebih baik abaikan saja dan focus berjalan sampai ke air terjun.

“Abigail, aku capek banget.” Keluh Bianca berharap Abigail akan peduli atau bahkan menggendong dirinya.

Namun diluar dugaannya, Abigail tetap lah Abigail yang cuek dan masa bodo. Dia pikir Abigail sudah berubah menjadi sosok yang hangat ketika melihat perlakuannya pada gurunya yang bernama Bu Kanaya. Ternyata Abigail hanya berlaku hangat pada gurunya satu itu saja.

“Abigail, rasanya kaki aku udah gak kuat buat jalan.” Bianca sedikit mengeraskan suaranya.

“Terus?” Abigail hanya berhenti dan menatapnya dengan datar.

“Kalo lo capek, mending lo berhenti disini. Atau mau gue telponin guru pendamping buat nemenin lo balik ke Villa?” Juna memberikan tawaran kepada Bianca.

“Gak usah, Abigail kamu mau gak gendong aku?” pinta Bianca manja.

“Gue? Mimpi lo, males banget gue gendong elo. Gak usah manja deh, nyusahin aja.” Kesal Abigail dengan nada sinis.

“Ya, udah, kalau gak mau gendong. Tapi temenin aku balik ke Villa yah.” Ternyata Bianca anak yang pantang menyerah dan tidak maluan, dia masih saja mencoba dekat dengan Abigail terlepas dari perlakuan dingin lelaki itu.

“Mimpi.” Jawab Abigail dingin membuat Bianca menjadi muram.

“Kamu kok jahat sih Abigail.” Ujar Bianca dengan nada sedihnya.

“Emang.” Jawab Abigail singkat.

“Kamu mau aku temenin balik ke Villa Bianca?” Vani yang memang baik hati menawarkan diri mengantar temannya.

“Gak usah Van, gue lanjut aja.” Jawab Bianca, dia tidak mau melewatkan kebersamaannya bersama Abigail. Sayang sekali jika harus kembali ke Villa dan sendirian disana. Lebih baik dia melawan rasa lelahnya toh sepanjang jalan dia bersama Abigail karena mereka satu kelompok.

Akhirnya mereka sampai juga ke air terjun yang indah, tempat banyak orang yang datang untuk menikmati pemandangan disana. Pemandangan hijau dan kilauan air jernih yang mengalir di tambah bebatuan yang menambah keindahan air terjun ini. Seolah rasa lelah dalam perjalanan terbayar lunas ketika sampai disana. Mereka antusias masuk ke air terjun untuk bermain air atau sekedar foto-foto. Sangat menyenangkan dan memanjakan mata rasanya, ternyata benar bahwa liburan kealam bebas yang indah seperti dapat mengangkat beban yang berat.

Kanaya merasa seperti tidak ada beban hidup, dia melupakan masalahnya dalam sekejap. Sepertinya dirinya harus sering-sering main kesini, tapi dia sendiri bingung mengajak siapa. Beberapa temannya sudah menikah termasuk Fera, bahkan ada yang baru saja memiliki bayi. Tidak mungkin juga mereka bisa diajak liburan bersama seperti dulu lagi, karena mereka sudah punya dunianya sendiri dan mereka di sibukkan dengan urusan masing-masing.

Ternyata menjadi anak remaja lebih menyenangkan, bisa memiliki banyak teman, liburan bersama teman-teman juga menyenangkan. Sementara menjadi dewasa, satu per satu teman mulai sibuk dengan dunia barunya, dan kita akan merasa semakin kesepian.

“Bimo, bisa tolong fotokan ibu sebentar?” Kanaya meminta tolong kepada salah satu muridnya untuk memfotokan dirinya di depan air terjun. Bimo menyanggupi permintaan gurunya, kemudian Kanaya memberikan ponselnya kepada Bimo.

“Biar gue aja yang fotoin.” Tiba-tiba saja Abigail datang dan merampas ponsel milik Kanaya yang sedang di pegang oleh Bimo.

“Bu, saya foto pake kamera milik saya yah? Hasilnya pasti lebih bagus, soalnya saya hobi memfoto.” Abigail menawarkan diri.

“Loh, bukan nya kata kamu memory kameranya penuh yah?” tanya Kanaya.

“Eh, em i-itu, ternyata gak penuh soalnya saya tadi ngapusin beberapa foto. Mau yah bu saya fotoin.” Pinta Abigail.

“Baiklah, nanti kirimin ke ibu fotonya.”

Akhirnya Kanaya mau di foto oleh Abigail, dia berfose standar karena menjaga image nya sebagai guru di depan anak-anaknya. Padahal aslinya kalau bersama teman-temannya dia lebih konyol dan aktif.

“Bu, pose nya yang lepas aja jangan kaku gitu.” Pinta Abigail.

“Tidak bisa,” bohong Kanaya.

“Tapi di instagram ibu pas foto sama temen-temen gayanya lepas.”

Ucapan Abigail seperti tamparan untuk Kanaya, dia lupa bahwa beberapa anak muridnya mem follow dirinya di social media. Dan memang Kanaya menguploud beberapa foto seperti saat nonton konser band indonesia di malam tahun baru. Foto saat berkaraoke dengan sahabat-sahabatnya, foto saat sekolah dengan segala kegilaannya bersama teman-temannya, foto-foto di momen-momen yang sepertinya akan terlihat sebagai aib yang membuat wibawanya turun.

“Em i-itu kan dulu, sekarang ibu udah dewasa. Jadi malu lah, udahlah segitu aja fotonya.” Akhirnya Kanaya memutuskan menyudahi foto-fotonya, lagi pula dia tidak enak dilihat murid yang lain. Terutama murid-murid perempuannya yang menatapnya dengan pandangan iri.

“Nanti saya kirim melalui WhatsApp saja bu, saya minta nomer ibu.” Dalam hati Abigail dia sangat berbunga-bunga karena dirinya ada alasan meminta nomer pada Kanaya dan ada alasan untuk chating.

“Bu, satu kali saja please saya mau foto sama ibu di air terjun ini.” Pinta Abigail memohon.

“Satu kali saja ya.”

“Iya bu.”

Abigail langsung memanggil Aji untuk memfotokan mereka. Setelah itu Kanaya memberikan nomer teleponnya pada Abigail agar nanti mengirimkan foto-foto dirinya. Kemudian dia beranjak pergi kearah Bu Yuli dan mengobrol bersama. Abigail nampak senang sekali hari ini, dia memandangi kameranya dan melihat foto-foto Kanaya yang berhasil dia abadikan. Dia juga melihat foto mereka berdua, Abigail sudah tidak sabar untuk mencetaknya.

“Ji, gue ada tugas buat lo.” Abigail berbisik-bisik pada sahabatnya itu.

“Apaan?” tanya Aji malas, karena dia tau tugas ini pasti seputar gurunya yang bernama Kanaya.

“Sampai acara selesai, gue bakal coba deket-deket Bu Kanaya. Nah tugas lo adalah fotoin kita diem-diem pas lagi deket, jangan sampai ada yang sadar dan hasil fotonya harus bagus.”

Sudah Aji duga, temannya yang tengah di mabuk cinta itu pasti akan meminta hal seperti itu. Malas sekali Aji meladeni bucin baru satu ini, bisa-bisanya cinta merubah teman dinginnya itu menjadi seperti orang asing baginya.

“Tenang, gue bayar dengan tlaktir lo di kantin selama sebulan.”

“Siap bos, serahkan sama gue. Gue jamin hasilnya nanti kaya foto pre-wedding.” Jawab Aji semangat.

Mendengar penuturan Abigail barusan, membuat Aji langsung menyunggingkan senyumnya. Muka malasnya berubah sumringah, sudah Abigail duga dia harus menyogok dulu baru Aji akan dengan senang hati membantunya.

TBC

Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komentarnya 🥳 Terimakasih 💓 di tunggu juga kritik, saran dan masukan dari kalian.

Kapan nikah? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang