“Jangan terlalu memikirkan perkataan orang lain, karena mereka juga kerap kali tidak berfikir dulu sebelum bicara pada kita.”
.
.
.BAB 18
Sesampainya Kanaya di rumah, dia langsung mandi dang anti baju. Lalu Kanaya merebahkan diri di kamarnya. Tanpa terasa air matanya mengalir membasahi pipi, sekuat apapun dia mencoba tegar dan menguatkan hati. Tapi kembali lagi, Kanaya hanya manusia biasa dan dia hanya seorang wanita yang mengedepankan rasa di banding logika. Hatinya yang rapuh tentu saja gampang terluka.
“Hiks.. sabar Kanaya, please jangan cengeng.” Kanaya paling benci menangis karena perbuatan orang yang bahkan tidak berpikir dulu sebelum bertindak. Harusnya Kanaya tidak perlu terlalu sedih dan memikirkan perkataan mereka.
“Wahai hati, tetaplah tegar agar kamu tidak lebih banyak merasakan sakit.” Ujar Kanaya pada dirinya sendiri sambil memegangi dadanya.
“Kanaya, di luar sana banyak orang yang jauh lebih tidak beruntung dari pada kamu. Di luar sana banyak orang dengan masalah yang lebih berat dari pada masalah kamu, jadi jangan cengeng yah. Kamu kuat, kamu bisa, ayo semangat.”
Ujar Kanaya sambil menatap bayangannya sendiri di depan cermin riasnya, dia memang lebih senang menasehati dirinya sendiri ketimbang menasehati orang lain. Baginya nasehatilah diri sendiri, kalau diri sendiri sudah bisa mengamalkannya maka baru nasehat itu bisa di berikan pada orang lain.
Bagi Kanaya musuh terbesarnya adalah dirinya sendiri, dan akan lebih baik kalau menerima nasehat dari diri sendiri. Akhirnya dia membersihkan wajahnya yang tadi sempat basah oleh air mata. Ternyata tak selang beberapa lama orangtuanya pulang sambil membawa bingkisan. Dia tau itu bingkisan makanan dari rumah Fera, biasanya memang seperti itu kalau habis bebantu saudara di sebuah acara. Pulangnya pasti bawa bingkisan makanan, kebetulan Kanaya belum makan karena tadi pulang duluan.
“Nay, ayo makan bareng.” Ajak bapaknya.
Mereka kini sudah duduk di meja makan, dan bingkisan itu sudah di buka. Rupanya isinya adalah nasi, sayur, dan lauk pauk. Ada makanan kesukaannya juga yaitu daging rendang dan bihun goreng. Dengan wajah ceria, Kanaya menyendok daging rendang itu dan meletakannya di atas piring yang sudah ada nasinya. Dia juga tidak lupa mengambil sayur dan bihun goreng kesukaannya. Baru satu suap masuk ke mulutnya, sebuah pembicaraan kurang sedap di layangkan oleh mamanya. Membuat nafsu makan Kanaya seketika lenyap di buatnya.
“Nay, kapan kamu mau menikah sih? Mama lelah mendengar orang-orang yang menghujat. Mereka selalu menanyakan pada mamah tentang calonmu atau kapan kamu menikah. Mereka semakin menghujat karena anak gadis mama sudah berumur 24 tahun tapi belum kunjung menikah juga, sementara anak gadis seumuranmu di keluarga kita dan di lingkungan kita sudah pada menikah. Bahkan yang usianya jauh di bawahmu juga sudah pada menikah. Jadi kapan kamu mau menikah?” ujar mamanya panjang lebar melepaskan unek-uneknya dengan melampiaskan amarahnya karena omongan orang lain pada Kanaya.
“Jangan terlalu di ambil hati mah, jangan dengerin omongan orang.” Jawab Kanaya.
“Kamu gak ngerasain sih jadi mamah, kamu kan jarang kumpul keluarga atau kumpul tetangga. Mamah ini yang selalu di tanya dan mendengarkan cemoohan mereka, mamah capek Kanaya. Harusnya kamu pikirkan kami yang sudah tidak muda lagi, Bapak kamu juga sering sakit-sakitan gara-gara mikirin kamu yang sudah umur segini tapi pacar saja tidak punya.” Ucapan mamanya benar-benar menyakitkan hati Kanaya, selera makannya benar-benar hilang seketika.
“Iya Kanaya, kamu harusnya sudah memikirkan menikah karena teman seusiamu disini kan sudah pada menikah. Bapak takut semakin di gunjingi orang dan bapak juga tidak mau kamu di juluki perawan tua.” Kini bapaknya ikut menasehati Kanaya.
“Iya mah, pak. Kanaya juga sedang berusaha, kalau kalian aja capek gimana sama Kanaya. Kanaya juga gak mau jadi beban pikiran terus untuk kalian, Kanaya juga mau mengabulkan keinginan kalian, Kanaya juga lagi berusaha. Tapi gimana lagi, rejeki, jodoh, dan maut itu Allah yang atur. Walau Kanaya udah berusaha, tapi kalau Allah belum berkehendak Kanaya bisa apa?” ujar Kanaya.
“Kanaya yakin bahwa setiap manusia itu punya jalan takdirnya sendiri, dan takdir satu dengan yang lain itu berbeda. Kanaya minta maaf kalau misalkan Kanaya tidak bisa mengikuti dan memenuhi standar kalian semua. Tapi bagi Kanaya, menikah itu bukan ajang lomba lari dimana kita harus cepat-cepat. Bagiku arti rumah tangga lebih dari itu, karena itu merupakan ibadah terlama dan berlaku seumur hidup. Kanaya gak bisa dong memaksakan diri menikah hanya karena tuntutan kalian, Kanaya juga gak bisa asal pungut calon yang penting menikah padahal tidak sreg.” Sambungnya.
“Karena rumah tangga ini aku yang menjalani, bukan orang lain yang hanya bisa menuntut dan berkomentar itu. Kalau suatu hari di dalam rumah tanggaku ada masalah, apakah mereka yang selalu berkomentar dan menuntut itu akan merasakannya? Apakah mereka akan membantu? Tentu saja tidak. Paling mereka malah menjadikan itu sebagai bahan gunjingan!” tanpa terasa air mata Kanaya mengalir membasahi pipinya, dia sebenarnya tidak mau sampai begini. Tapi saat ini dia sudah tidak kuat lagi memendam semuanya.
“Maaf karena aku belum bisa jadi anak baik seperti yang kalian mau, maaf aku tidak bisa di bandingkan dengan kak Leoni. Jujur, aku juga tidak minta di lahirkan kalau akhirnya cuma dianggap menjadi beban. Jika bisa memilih, aku lebih memilih tidak terlahir kedunia ini. Buat apa lahir kalau cuma jadi beban dan menyusahkan, buat apa lahir kalau hanya untuk merasakan kesendirian tanpa dukungan dari siapapun hiks.” Air mata Kanaya semakin tidak terbendung lagi, sampai dirinya terisak dalam tangisannya.
“Aku pikir selama ini, definisi keluarga itu adalah rumah terhangat tempat kita untuk pulang dan beristirahat dari penatnya dunia luar. Aku pikir definisi keluarga itu mereka yang saling mendukung satu sama lain dalam segala keadaan. Aku pikir definisi keluarga adalah ketika yang satu terkena masalah maka yang lain akan memberikan dukungannya sehingga dia tidak merasa kesepian dan sendirian di dunia ini. Aku pikir ketika yang satu sedih maka yang lain ikut sedih. Tapi nyatanya tidak demikian, keluarga bahkan terkadang sekejam orang luar. Mungkin aku yang terlalu berekspektasi tinggi. Tapi aku juga tidak akan menuntut kalian menjadi keluarga seperti yang aku pikirkan, karena rasanya selalu di tuntut itu tidak enak.” Ujar Kanaya panjang lebar.
“Maaf kalau Kanaya lancang, maaf kalau perkataan ku tak sopan dan terkesan seperti anak durhaka. Aku pamit kekamar dulu, aku sudah tidak lapar dan kumohon jangan ganggu aku.”
Kanaya bangkit dari tempat duduknya, dia berdiri lalu pergi ke kamarnya dan mengunci pintu sambil meninggalkan makanan kesukaannya. Hari ini moodnya naik turun, bahkan ketika dia sudah mencoba kuat dan tenang tapi ada saja hal tidak mengenakan yang bahkan sampai membuatnya tidak bisa makan enak dengan tenang.
Kanaya jadi berfikir, apa lebih baik dia merantau saja yang jauh. Dengan begitu mungkin tanpa kehadirannya mereka bisa hidup dengan lebih baik. Sungguh Kanaya juga tidak minta di lahir kan, seandainya dirinya bisa memilih dia juga lebih memilih tetap di surga bersama Allah. Jadi tidak perlu menyusahkan orang lain, tidak perlu menghadapi masalah di dunia, tidak perlu terkotori oleh dosa-dosa.
TBC
Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komentarnya 🥳 Terimakasih 💓
![](https://img.wattpad.com/cover/270327316-288-k326017.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapan nikah?
RomanceFollow dulu sebelum baca! Kanaya seorang guru honorer di SMA ternama yang masih betah menjomblo diusianya yang sudah 24 tahun, membuatnya kerap mendapatkan pertanyaan "Kapan Nikah?" Dari orang-orang. Suatu hari dia berurusan dengan dua pria. Pertam...