U A || 011

1.6K 172 12
                                    

[11 : Untuk yang Tersayang]

.
.
.

"Kemarin aku tenggelam dalam janjinya. Sekarang, aku mati dengan pernyataannya."
-Untuk ARKAN.

•••

"Silakan dimakan." Clara meletakkan piring berisi nasi putih dan telor dadar di meja sesuai permintaan Arkan. Pulang sekolah Clara memaksa Arkan untuk mengajarinya memasak. Biar ga diejek terus.

Dengan senang hati,  Arkan memenuhi permintaan adiknya, Ia pun mengajari Clara masak dari yang mudah-mudah dulu. Misalnya memasak air, hal mudah bagi Clara untuk memasak air. Tantangan pertama berhasil kedua membuat kopi. Cewek itu berhasil juga membuat kopi sesuai permintaan Arkan.

Membiarkan Clara berperang dengan alat dapur, Arkan akan menjawab ketika Clara bertanya ketika ada yang tidak di pahami.

Clara mengelap keringat bercucuran dari kening, semoga hasilnya tidak buruk. Ya, semoga saja. Clara sedikit kesusahan ketika menggoreng telur dadar tadi, minyak yang Clara gunakan terlalu panas sehingga menciprat sedikit mengenai tangannya saat ia memasuki telur ke wajan. Clara meringis pelan mengingatnya.

Malah sekarang tangannya sedikit memerah dan melepuh. Tapi, ia merasa wajar karena masih belajar dan hal biasa. Ia tidak kapok.

Clara insecure melihat abangnya memasak, apa saja bisa Arkan masak dan rasa masakan Arkan enak sekali.

"Wah, dari wanginya sepertinya enak," puji Arkan, tangannya memotong telur dadar sedikit menggunakan sendok dan menyuapkan kedalam mulut.

"Arkan? Clara?" Brama datang memamerkan senyum lebarnya.

Ia baru saja pulang dari kerja. Melihat kedua anaknya yang tampak sedang asyik berkencrama membuat pria paruh baya itu mengurungkan niatnya hendak ke kamar.

"Bagaimana dengan sekolah kamu hari ini?" Brama mengusap kepala Arkan lembut, ia duduk di kursi sebelah Arkan dan meletakkan tas kerja diatas meja.

Arkan tentunya kaget dengan perlakuan tiba-tiba dari papanya. Ia senang sekali Brama mau berbicara padanya apalagi dengan suara lembut, seperti seorang ayah yang sedang berbicara pada putrinya.

"B-baik Pa, semuanya baik-baik saja," ucap Arkan sedikit gugup.

Brama tampak menghela nafas berat, ia menyandarkan kepala di sandaran kursi, memejamkan matanya sejenak.

"Ar?"

"Iya pa?"

"Papa minta maaf."

"Minta maaf buat apa pa?" tanya Arkan dengan kening yang mengkerut. Tidak biasanya papa seperti ini, tiba-tiba minta maaf.

"Papa sering kasar sama kamu, buat jahat dan buat kamu tersakiti." Brama membuka kedua matanya lebar-lebar, sungguh ia sangat menyesal dengan tindakan yang ia perbuat selama ini pada Arkan. "Kamu mau 'kan maafin papa?" lanjutnya menatap serius Arkan.

Arkan tersenyum haru, tentu saja bahkan sebelum Papanya minta maaf, ia sudah jauh hari memaafkan Brama.

"Arkan udah maafin papa dari jauh hari," lirih Arkan. Sungguh ia sudah lama menunggu momen ini akan terjadi dalam hidupnya.

Untuk Arkan [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang